Gugurnya Ki
Patih Madri
Jurnalis Independen: Diceritakan Ki Patih Madri telah mengumpulkan tokoh
masyarakat dan penduduk yang mempunyai ilmu kanuragan atau ilmu kewisesan.
Mereka semua dikumpulkan di Istana dan diberikan pengarahan mengenai rencana
penyerangan ke tempat Ratu Leak di Desa Girah menggempur Calonarang di malam
hari.
Waktu yang
ditetapkan untuk penyerangan telah tiba. Menjelang tengah malam mereka
berangkat bersama dilengkapi pula dengan senjata tajam, sesikepan,
gegemet-gegemet, dan juga sesabukan atau sarana magis pelindung diri.
Karena kesaktian
Calonarang, maka serangan dari pihak Kediri yang dipimpin Ki Patih Madri telah
diketahui sebelumnya. Sehingga Calonarang memerintahkan kepada seluruh
sisya-sisyanya atau murid-muridnya untuk bersiaga di perbatasan Desa Girah.
Calonarang beserta sisyanya telah bersiaga menyambut kedatangan para jawara
Kediri yang akan menggempurnya. Mereka telah menggelar semua ilmu yang dimiliki
dan telah menyengker atau memagari Desa Girah dengan penyengker gaib, sehingga
kekuatan musuh tidak dapat menembus pertahanan tersebut.
Pada tengah
malam, sampailah Ki Patih Madri dan para jawara Kediri di perbatasan Desa
Girah. Mereka langsung menggelar ajian yang mereka miliki dan menyerang musuh
yang telah menghadang. Serangan tersebut kemudian dihadang oleh para murid
Calonarang yang dipimpin oleh Nyi Larung sehingga terjadilah pertempuran ilmu
kanuragan dimalam hari yang sangat dasyat. Bola-bola api beterbangan di antara
kedua belah pihak. Taburan cahaya gemerlapan aneka warna di angkasa yang saling
berkelebat, berkejar-kejaran, dan saling berbenturan. Langit di Desa Girah pada
malam itu bagaikan kejatuhan bintang dari langit yang jumlahnya ribuan. Memang
sungguh-sungguh digjaya mereka semua. Tidak beberapa lama pertempuran di malam
hari berlangsung, serangan dari para jawara Kediri dapat dipatahkan oleh
ketangguhan dari ilmu yang dimiliki oleh murid-murid Calonarang, sedangkan Ki
Patih Madri gugur dalam peperangan melawan Nyi Larung dan para jawara Kediri
banyak yang tewas. Para jawara Kediri yang masih hidup berhamburan berlari
meninggalkan arena pertempuran karena terdesak. Mereka berusaha untuk
menyelamatkan diri. Setelah mengalami desakan dari pasukan leak murid-murid
Calonarang, maka para jawara Kediri memutuskan untuk berbalik dan kembali ke
Istana Kediri, serta melaporkan semuanya kehadapan Prabu Airlangga.
Kekalahan
pasukan Kediri menyebabkan pasukan leak Calonarang bergembira. Mereka semua
tertawa ngakak yang suaranya nyaring dan keras membelah angkasa. Suaranya
mengalun, melengking memenuhi angkasa dan berpantulan di antara bukit-bukit.
Sehingga terasa mengerikan sekali suasananya pada malam hari tersebut. Mereka
semua menari-nari di angkasa, berwujud bola-bola api saling berkejar-kejaran
merayakan kemenangannya.
Diceritakan
mengenai perjalanan sisa-sisa pasukan Kediri yang kalah perang. Pada pagi hari
mereka telah sampai di Istana Kediri. Segera mereka menghadap Sang Prabu dan
melaporkan segala sesuatunya. Demikian pula dengan Sang Prabu yang telah
menunggu semalaman dengan harap-harap cemas.
Salah seorang
dari pasukan Kediri menghaturkan sembah kehadapan Sang Prabu “mohon ampun
Paduka, hamba permaklumkan bahwa murid-murid Calonarang benar-benar teguh atau
kuat. Pasukan Kediri tidak mampu mengalahkannya dan Ki Patih Madri gugur dalam
peperangan dan banyak pasukan yang tewas. Hamba gagal dalam mengemban tugas
yang Paduka titahkan. Atas kegagalan tersebut, hamba mohon ampun, dan siap
menjalankan hukuman”. Demikian permakluman prajurit Kediri kehadapan Sang
Prabu.
Raja Airlangga
yang bijaksana kemudian bersabda “ Wahai prajuri Kediri yang gagah berani
beserta semua pasukan, kalah menang dalam peperangan sudah menjadi hukumnya.
Yang penting sekarang adalah aku minta engkau agar tidak surut kesetiaanmu
terhadap Kediri. Teruskanlah kesetiaanmu terhadap Istana, terhadap Kerajaan
Kediri. Janganlah berputus asa, karena masih ada waktu dan masih ada cara lain
untuk menumpas Calonarang beserta dengan antek-anteknya. Gempur kembali
Calonarang. Sang Prabu melanjutkan wejangannya. “Harus kalian ingat mengenai
Swadharmaning ring payudhan atau kewajiban dalam pertempuran. Dalam Shanti
Parwa disebutkan bahwa apabila mati dalam peperangan, maka darah yang mengalir
muncrat akan menghapus segala dosamu. Dan Sang Jiwa atau Sang Atma akan menuju
Indraloka. Itulah yang hendaknya diingat dan dijadikan pedoman. Semuanya itu
adalah merupakan sebuah pengorbanan yang suci atau yadnya yang digolongkan
yadnya utama”. Demikian Sang Prabu memberikan wejangan kepada Prajurit Kediri
yang hampir putus asa karena kalah perang.
Mendengar
wejangan tersebut, para pasukan Kediri merasakan hidup kembali dan bersemangat.
Bagaikan diberikan kekuatan bebayon atau kekuatan tenanga dalam, sehingga
semangat pasukan tumbuh kembali. Prajurit kemudian berkata “baiklah tuanku,
sangat senang hamba mendegar wejangan tersebut. Sekarang hamba sadar dan yakin
akan diri. Hamba akan membela mati-matian dan menyabung nyawa menghadapi
Calonarang beserta dengan murid-muridnya”. Pernyataan Prajurit tersebut
dibarengi oleh seluruh pasukan, dan disambut hangat oleh Raja Airlangga.
“Baiklah kalau begitu, Aku sebagai Raja Kediri sangat menghargai kesetiaamu.
Buku Rahasia
Ilmu Pengeleakan Calonarang
Dengan kalahnya
Patih Madri melawan Nyi Larung murid Calonarang, maka Raja Kediri sangat panik
sehingga Raja Kediri memanggil seorang Bagawanta (Rohaniawan Kerajaan) yaitu
Pendeta Kerajaan Kediri yang bernama Empu Bharadah yang ditugaskan oleh Raja
untuk mengatasi gerubug (wabah) sebagai ulah onar si Ratu Leak Calonarang.
Empu Bharadah
lalu mengatur siasat dengan cara Empu Bahula putra Empu Bharadah di tugaskan
untuk mengawini Diah Ratna Mengali agar berhasil mencuri rahasia ilmu
pengeleakan milik Janda sakti itu. sisya atau murid-muridnya dengan penguasa ilmu putih
yaitu Empu Bharadah dibantu Pasukan Balayuda Kediri, di Setra Ganda Mayu. @bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar