Jurnalis Independen: Sehubungan dengan pemberitaan di
media lokal Serambi Indonesia (Jumat, 6/9/2013), yang berjudul “Satpol PP/WH
Gerebek Rumah Lima Misionaris” yang isinya menyebutkan bahwa satuan Polisi
Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP & WH) Aceh Barat, Rabu (4/9)
sekitar pukul 23.00 wib menggerebek sebuah rumah di jalan Blang Pulo, desa Ujong
Kalak, kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat. Rumah tersebut diduga tempat
pengendalian aksi misionaris atau upaya pemurtadan terhadap warga muslim di
pantai barat Aceh.
Menurut Kasatpol PP & WH Aceh
Barat, HT Samsul Alam, dari pemeriksaan sementara diperoleh keterangan bahwa
kelima pria kristen itu sudah menjalankan misinya di Aceh Jaya dan Nagan Raya.
Di Nagan Raya bahkan ada sebuah lokasi binaan mereka. Di tempat itu sudah ada
dua rombongan warga muslim dibaptis, kemudian dibawa ke Medan. Bila waktunya
tiba, mereka dikembalikan lagi ke Aceh untuk ikut serta melakukan misi
pemurtadan terhadap sasaran baru. Di
Aceh Barat baru dua orang yang terungkap menjadi korban misi pengkristenan ini.
Pelakunya ada 12 orang. Namun, baru lima orang yang berhasil kita amankan.
Sedangkan di Aceh jaya masih tahap penjajakan oleh para pelaku. (Serambi
Indonesia, 6/9/2013)
Maka Majelis Intelektual dan
Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh sangat prihatin dan menyanyangkan terjadinya
berbagai kasus pemurtadan selama ini di Aceh yang dikenal sebagai negeri
Syariat dan Serambi Mekkah ini. Kasus seperti ini bukan pertama kali terjadi di
Aceh. Sebelumnya, berbagai aksi
pemurtadan yang dilakukan oleh para misionaris kristen dan misonaris aliran/paham
sesat juga terjadi di kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Besar, Benar
Meriah dan kabupaten lainnya.
Menanggapi persoalan ini, maka
MIUMI Aceh mengeluarkan pernyataan sikap sebagai berikut:
Pertama, memberikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap
tindakan yang dilakukan oleh Satpol PP & WH Aceh barat atas penangkapan
para misonaris tersebut. Pihak Satpol PP & WH Aceh Barat telah melakukan
tugasnya dengan baik untuk menjaga aqidah umat dari upaya pemurtadan. Oleh
karena itu, patut diberi apresiasi dan didukung oleh semua pihak.
Kedua, mengecam keras aksi
pemurtadan yang dilakukan oleh para misonaris kristen tersebut, karena
perbuatan mereka jelas-jelas telah melanggar syariat Islam dan aturan yang
berlaku di Aceh serta aturan yang berlaku di Indonesia, khususnya UUD 1945
pasal 29, bahkan aturan internasional, yang melarang penyebaran/pemaksaan agama
tertentu kepada orang yang sudah memeluk agama. Maka, perbuatan misionaris ini
tidak boleh ditolerir.
Ketiga, mendesak para polisi dan
pihak yang berwenang untuk mengusut tuntas kasus ini dan memproses secara hukum serta bertindak tegas
terhadap pelaku dan pihak-pihak yang terlibat dalam aksi ini dengan memberikan
hukuman yang menjerakan kepada mereka, agar menjadi pelajaran bagi pelaku
pemurtadan dan pihak yang terlibat lainnya, sehingga tidak terulang lagi kasus
yang serupa di Aceh barat, Nagan Raya dan Aceh Jaya.
Keempat, mendesak para polisi dan
pihak yang berwenang untuk mengungkapkan aktor intelektual/sponsor dibalik aksi
pemurtadan ini dengan mengusut kasus ini
sampai tuntas ke akar-akarnya, agar tidak terulang lagi kasus yang serupa di
seluruh kabupaten/kota di Aceh.
Kelima, prihatin dan menyayangkan
terjadinya aksi pemurtadan di Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh Jaya. Kasus
pemurtadan ini bukan yang pertama kali terjadi di wilayah kabupaten-kabupaten
tersebut, namun sudah berulang kali. Pihak pemerintah kabupaten tersebut sudah
kecolongan dalam kasus pemurtadan ini banyak kali. Oleh karena itu, pemerintah
daerah tersebut harus serius dalam menangani kasus ini dan bertindak tegas
terhadap LSM atau NGO yang berkedok kemanusiaan, namun sebenarnya melakukan
misi pemurtadan.
Keenam, menghimbau secara khusus
kepada pemerintah kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya dan Aceh jaya serta
masyarakatnya untuk peduli dan pro aktif dalam mengawasi dan menjaga
kampung/daerah masing-masing dari upaya pemurtadan, baik yang dilakukan oleh
para misonaris kristen maupun misionaris aliran/paham sesat. Masyarakat
diharapkan waspada terhadap aksi pemurtadan dan melaporkan kepada pihak yang
berwenang bila ditemukan aksi pemurtadan baik yang dilakukan oleh missonaris
kristen maupun aliran/paham sesat.
Ketujuh, menghimbau secara umum
kepada pemerintah Aceh dan seluruh pemerintah kota/kabupaten di Aceh, serta
seluruh masyarakat Aceh untuk peduli dan pro aktif dalam mengawasi dan menjaga
kampung/daerah masing-masing dari upaya pemurtadan baik yang dilakukan oleh
para misionaris kristen maupun misionari aliran/paham sesat. Kasus pemurtadan
di Kabupaten Aceh, Nagan Raya dan Aceh Jaya tidak boleh terjadi di
kabupaten/kota lainnya di Aceh.
Kedelapan, menghimbau kepada MPU
Aceh dan kabupaten/kota, ulama, da’i dan ormas-ormas Islam untuk peduli dan pro
aktif dalam memberikan penguatan aqidah Islam kepada masyarakat awam dan
membendung segala upaya pemurtadan yang marak terjadi selama ini di Aceh, baik
yang dilakukan oleh misionaris kristen maupun misionaris aliran/paham sesat.
Kesembilan, mendesak pemerintah
pusat, khususnya pihak Kemenag RI dan Kejaksaan RI, untuk melakukan investigasi
dengan segera dan mengusut tuntas berbagai kasus pemurtadan yang marak terjadi
di Aceh selama ini serta menindak dengan tegas para pelaku dan pihak yang
terlibat dalam aksi pemurtadan ini. Persoalan ini tidak boleh ditolerir
karena menyangkut aqidah umat dan melanggar aturan/hukum yang berlaku di
Indonesia.
Demikian pernyataan sikap MIUMI
Aceh terhadap persoalan kasus pemurtadan di provinsi Aceh, khususnya di
kabupaten Aceh Barat, Nagan raya dan Aceh Jaya.@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar