Jurnalis Independen: Semua orang mengenalnya sebagai
sosok pemimpin berperawakan kurus, sederhana, bersahaja, dan merakyat. Terjun
langsung ke lapangan, menemui warga atau yang biasa disebut blusukan sudah
menjadi kegiatan sehari-harinya.
Gaya bahasanya yang lugas dan apa
adanya menjadi ciri khasnya tersendiri. Ia salah satu atau mungkin satu-satunya
politisi yang kerap melontarkan pernyataan straight-forward, apa adanya, tak
berkelit bak politisi pada umumnya. Joko Widodo namanya. Dia karib dipanggil
Jokowi.
Saat ini Jokowi bisa dibilang
sedang mengalami 'kontroversi hati'. Tak berniat nyapres tapi terus didesak
sejumlah pihak untuk maju pada Pilpres 2014. Apa ini membuatnya bimbang?
Yang pasti, Jokowi masih ingin
membenahi Jakarta meski membuat kepalanya pusing. Bagi mantan Walikota Solo
ini, mengurus Jakarta saja sudah membuatnya mumet apalagi mengurus Indonesia
dengan persoalan yang lebih rumit.
"Ini capres-cawapres apa?
Lha wong urus PKL, urus rakyat saja masih pusing!" tegas Jokowi saat
ditanya pencapresannya.
"Ndak mikir, mau urus Tanah
Abang, Waduk Pluit, Waduk Ria Rio," begitu jawaban lain yang selalu
terdengar dari mulut pria 52 tahun itu.
Tapi belakangan Jokowi tampak
berubah pikiran. Mungkin sedikit tertarik menjadi capres. Dari jawabannya yang
selalu mengelak nyapres, "Ndak mikir!", kini Jokowi punya jawaban
baru.
"Tanya Bu Ketum,"
katanya yang bermaksud melempar jawaban kepada Ketua Umum PDIP Megawati
Soekarnoputri. Sebab memang keputusan siapa capres yang bakal diusung ada di
tangan Megawati, Ketum PDIP yang disinyalir memberi sinyal positif untuk Jokowi
pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDIP 6 September 2013 lalu.
Berkali-kali, Presiden ke-5 RI
itu menyebut Jokowi dan memuji Sang Gubernur. Bahkan Jokowi diberikan Mega
kesempatan untuk membacakan 'Dedication of Life Bung Karno'. Apa hal itu
pertanda Mega merestui Jokowi nyapres? Jika iya, apa Jokowi bersedia?
Namun apabila pada akhirnya tidak
mau maju pada Pemilu 2014, apakah nama Jokowi tetap berjaya pada Pemilu 2019.
Orang bilang, politik merupakan momentum. Belum tentu Jokowi tidak memiliki
peluang pada 2019 seperti sekarang. Atau, yang paling mengkhawatirkan,
Indonesia sudah kacau balau atau pun bubar, sebelum 2019.
Jejak dan Dukungan
Meski sepak terjangnya memimpin
DKI Jakarta memang baru seumur jagung, tapi pengalamannya mengenyam
pemerintahan Kota Solo segudang. Walau usianya baru setahun jadi orang nomor 1
di Jakarta, tapi banyak orang yang memuji sejumlah aksinya untuk ibukota.
Seperti bagaimana caranya menangangi suatu masalah. Naik gerobak di tengah
banjir, masuk gorong-gorong, meniti jembatan yang hampir runtuh.
Jokowi juga menorehkan sejumlah
prestasi dan penghargaan yang diraihnya. Ia pernah dinobatkan sebagai '10 Tokoh
di Tahun 2008' oleh Majalah Tempo, dapat penghargaan dari Universitas Negeri
Sebelas Maret Surakarta Award, Bung Hatta Anticorruption Award (2010), Charta
Politica Award (2011), dan Wali Kota teladan dari Kementerian Dalam Negeri
(2011).
Lewat kerja dan prestasi yang
nyata, maka tak pelak, Jokowi diharapkan mau menjadi presiden. Hampir pada
setiap survei, Jokowi menempati nomor wahid. Sebut saja survei capres terakhir.
Dalam survei Soegeng Sarjadi School of Goverment (SSSG) yang dirilis pada 12
September 2013, Jokowi menjadi tokoh yang paling diminati publik untuk jadi
presiden.
Nama Jokowi pun bergaung di luar
negeri. Sosok pria kelahiran Surakarta, 21 Juni 1961 itu kerap menjadi objek
opini akademisi dan pengamat politik mancanegara. Nama Jokowi pun pun di media
luar negeri. Seperti BBC yang menyebut 'Obamanya Jakarta', The Malay Mail
'Butuh Jokowinya Malaysia', The Australian 'Obamanya Indonesia', The Hindu
'Mana Jokowinya India?', Juga The Star 'Hanya Jokowi Capres yang Tepat'.
Sejumlah dukungan agar Jokowi
maju sebagai capres pun datang dari beberapa relawan pemuda. Misalnya saja
Barisan Relawan Jokowi Presiden 2014 (Bara JP). Juga dari internal PDIP. Saat
Rakernas PDIP di Ecopark, Ancol, Jakarta Utara, 7 September 2013, nama Jokowi
digaungkan kala 33 DPD PDIP se-Indonesia memberikan pendapatnya terkait calon
presiden yang harus diusung partai berlambang Banteng Moncong Putih itu.
Ramalan Budayawan
Banyak budayawan dan sejarawan
yang mengaitkan antara pemimpin di Indonesia dengan ramalan budaya Jawa.
Seperti budayawan Rohmad Hadiwijoyo, ia meramal pemimpin atau presiden
Indonesia mendatang akan dimenangkan keturunan Kerajaan Mataram.
Menurut Rohmad, Jokowi disinyalir
berasal dari keturunan Mataram. Dia juga mengklaim, pemimpin Indonesia akan
selalu berasal dari keturunan tiga kerjaaan besar yakni Mataram, Majapahit dan
Demak. Karena tiga kerajaan ini sudah mengenal demokrasi sejak puluhan abad
sehingga memahami sosok pemimpin yang diidamkan rakyatnya.
"Kalau sudah Majapahit, biasanya
presiden kita ganti dari keturunan Mataram, kalau sudah Mataram ganti kerajaan
Demak. Karena mereka manunggaling Gusti (berketuhanan)," ujar Rohmad dalam
diskusi politik di Sugeng Sarjadi School Of Goverment (SSSG), Jakarta, Juli
2013 lalu.
"Nah, Jokowi dari Mataram.
Dulu Habibie hanya singgah saja sebentar," sambungnya.
Lebih lanjut terkait sosok
pempimpin bangsa yang baik, kata Rohmad, dia harus bermuasabah politik atau
introspeksi diri. Pemimpin sekarang ini kata Rohmad banyak yang arogan, tidak
mawas diri dan terlalu percaya diri bahwa dirinya merasa paling tepat sebagai
sosok pilihan rakyatnya.
"Kebanyakan nggak ngaca
diri. Siapa yang bisa ngaca diri dan manunggalin gusti dia akan dipilih
rakyat," ujar Rohmad. (Riz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar