Jurnalis Independen: Ada beberapa hukum mengenai
transplantasi organ dan donor organ dalam Islam. Adapun penjalasan dari hukum –
hukum tersebut, sebagai berikut:
1. Ilmu Fikih
Dalam kitab-kitab fiqh klasik
masalah ini tidak terlalu dibahas secara detail karena pada masa itu
transplantasi belum merupakan kasus riil. Jangkauan bahasannya hanya dalam
bentuk hipotesis (andaikan). Itu pun terbatas pada transplantasi (tepatnya:
penyambungan) tulang daging dan kornea mata manusia.
Paradigma pemikiran yang dibangun
adalah:
Pertama, organ manusia itu
terhormat, baik manusia itu masih hidup maupun sudah meninggal.
Kedua, kehormatan manusia itu
diklasifikasi ideologi warga negara yang dianut saat itu. Misalnya, warna
negara muslim, warga negara dzimmi, warna negara harbi, dan warga negara
murtad. Paradigma itu memengaruhi keputusan hukum transplantasi.
Ibn al-’Imad dalam Hasyiyah
al-Rasyidi (2001, 26), menyatakan:
"diharamkan mentransplantasi
kornea mata orang yang sudah meninggal, walaupun ia tidak terhormat seperti
karena murtad atau kafir harbi. Selanjutnya, diharamkan pula menyambungkan
kornea mata tersebut kepada orang lain, karena bahaya buta masih lebih ringan
dibandingkan dengan perusakan terhadap kehormatan mayat".
Tujuan ideal ini, mengacu pada
lima kebutuhan pokok manusia yang sangat mendesak (al-dhoruriyat al-khoms),
yaitu :
Proteksi pada agama (hifdz
al-din) maksudnya dalam konteks modern menjadi hak untuk beragama dan menganut
suatu sistem kepercayaan (haqq al-tadayyun).
Proteksi untuk melindungi jiwa
(hifdz al-nafas) maksudnya dikembangkan menjadi hak untuk bisa menyambung
kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, maupun kehidupan
dalam pengertian ekonomi (haqq al-hayah)
Proteksi melindungi harta (hifdz
al-mal)
Proteksi untuk melindungi
kecerdasan dan rasionalitas (hifdz al-’aql). Dalam konteks modern menjadi
perlindungan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan kebebasan
mengeluarkan pendapat (haqq al-tarbiyah wa ibda’ al-ra’yi)
Proteksi terhadap kesucian
keturunan (hifdz al-nasab). Dalam konteks modern, menjadi hak untuk menjaga
kesehatan reproduksi (haqq shihhah wasail al-nasl).
Dalam fiqih sendiri terdapat 5
pedoman kaidah fiqh yang harus menjadi acuan.
Suatu ungkapan dalam Alquran,
hadis, atau ketentuan hukum dalam kitab fiqh klasik yang dipertimbangkan adalah
keumuman tujuan hukum, bukan bergantung kepada ketentuan teks statis atau sebab
(al-’ibrah bi ’umum al-maqashid, la bikhusus al-nash wa al-sabab).
Kepentingan umum adalah dalil
hukum yang kehujahannya mandiri, tak bergantung kepada konfirmasi teks atau
nash (al-maslahah dalil syar’i mustaqillun ’an al-nushus).
Akal mempunyai otoritas untuk
menentukan baik dan buruk (mashalih dan mafasid), tanpa bergantung kepada teks
(istiqlal al-’uqul bi idrak al-mashalih wa al-mafasid dun al-ta’alluq bi
al-nushus).
Kepentingan umum adalah hujah
hukum yang terkuat (al-maslahah aqwa dalil al-syar’i).
Lapangan pemberlakuan
rasionalitas maslahah adalah bidang hubungan antara manusia dan tradisi, bukan
aturan ibadah kepada Allah (majal al-’amal bi al-maslahah wuha al-mu’amalah wa
al-’adah dun al-ibadat).
2. Syariat Islam
Didalam syariat Islam terdapat 3
macam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan
si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut, yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor
Yang Masih Hidup
Dalam syara seseorang
diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih
kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal.
Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si
pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak
diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an surat Al –
Baqorah ayat 195: ”dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan ”
An – Nisa ayat 29: ”dan janganlah
kamu membunuh dirimu sendiri ”
Al – Maidah ayat 2: ”dan jangan
tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. ”
Dan dalam hal ini Allah SWT telah
membolehkan memberikan maaf dalam masalah qishash dan berbagai diyat. Allah
SWT berfirman : “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik
(pula).Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kalian dan suatu
rahmat.”(QS. Al Baqarah : 178) .
b. Hukum Transplantasi Dari Donor
Yang Telah Meninggal
Sebelum kita mempergunakan organ
tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan kejelasan hukum
transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita
tahu, yaitu :
Dilakukan setelah memastikan
bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa
dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang
lainnya.
Jika terdapat kasus si penyumbang
organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan
organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak
keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas
penyumbang.
Organ atau jaringan yang akan
disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan
atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
Organ yang akan disumbangkan
harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang
organ telah meninggal dunia.
Organ tubuh yang akan
disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya
tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
Hukum Pemilikan Tubuh Seseorang
Yang Telah Meninggal
Untuk mendapatkan kejelasan hukum
trasnplantasi organ dari donor yang sudah meninggal ini, terlebih dahulu harus
diketahui hukum pemilikan tubuh mayat, hukum kehormatan mayat, dan hukum
keadaan darurat. Mengenai hukum pemilikan tubuh seseorang yang telah meninggal.
Sebab dengan sekedar meninggalnya seseorang, sebenarnya dia tidak lagi
memiliki atau berkuasa terhadap sesuatu apapun, entah itu hartanya, tubuhnya,
ataupun isterinya. Oleh karena itu dia tidak lagi berhak memanfaatkan tubuhnya,
sehingga dia tidak berhak pula untuk menyumbangkan salah satu organ tubuhnya
atau mewasiatkan penyumbangan organ tubuhnya.
Berdasarkan hal ini, maka
seseorang yang sudah mati tidak dibolehkan menyumbangkan organ tubuhnya dan
tidak dibenarkan pula berwasiat untuk menyumbangkannya. Sedangkan mengenai
kemubahan mewasiatkan sebagian hartanya, kendatipun harta bendanya sudah di luar
kepemilikannya sejak dia meninggal, hal ini karena Asy Syari’ (Allah) telah
mengizinkan seseorang untuk mewasiatkan sebagian hartanya hingga sepertiga
tanpa seizin ahli warisnya. Jika lebih dari sepertiga, harus seizin ahli
warisnya. Adanya izin dari Asy Syari’ hanya khusus untuk masalah harta benda
dan tidak mencakup hal-hal lain. Izin ini tidak mencakup pewasiatan tubuhnya.
Karena itu dia tidak berhak berwasiat untuk menyumbangkan salah satu organ
tubuhnya setelah kematiannya. Mengenai hak ahli waris, maka Allah SWT telah
mewariskan kepada mereka harta benda si mayit, bukan tubuhnya.
Dengan demikian, para ahli waris
tidak berhak menyumbangkan salah satu organ tubuh si mayit, karena mereka tidak
memiliki tubuh si mayit, sebagaimana mereka juga tidak berhak memanfaatkan
tubuh si mayit tersebut. Padahal syarat sah menyumbangkan sesuatu benda, adalah
bahwa pihak penyumbang berstatus sebagai pemilik dari benda yang akan
disumbangkan, dan bahwa dia mempunyai hak untuk memanfaatkan benda tersebut.
Dan selama hak mewarisi tubuh si mayit tidak dimiliki oleh para ahli waris,
maka hak pemanfaatan tubuh si mayit lebih-lebih lagi tidak dimiliki oleh selain
ahli waris, bagaimanapun juga posisi atau status mereka. Karena itu, seorang
dokter atau seorang penguasa tidak berhak memanfaatkan salah satu organ tubuh
seseorang yang sudah meninggal untuk ditransplantasikan kepada orang lain yang
membutuhkannya.
Adapun hukum kehormatan mayat dan
penganiayaan terhadapnya, maka Allah SWT telah menetapkan bahwa mayat mempunyai
kehormatan yang wajib dipelihara sebagaimana kehormatan orang hidup. Dan Allah
telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana
pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa
menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan
dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Memecahkan tulang mayat itu sama
dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).
Imam Ahmad meriwayatkan dari
‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang
bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu
menyakiti penghuni kubur itu !”
Imam Muslim dan Imam Ahmad
meriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda : “Sungguh jika seorang dari kalian duduk di atas bara api yang
membakarnya, niscaya itu lebih baik baginya daripada dia duduk di atas kuburan
!”
Hadits-hadits di atas secara
jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup.
Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan
melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.
c. Keadaan Darurat
Setelelah kita tinjau
transplantasi organ dari Ilmu Fiqih, sekarang kita akan membahas mengenai
bagian – bagian tubuh yang halal dan haram apabila didonorkan, sehingga kita
sebagai seorang perawat dapat mengetahui organ – organ apa saja yang di
halalkan untuk didonorkan. Adapun ketentuan mengenai halal dan haram
mendonorkan organ tubuh, yaitu :
I. Donor anggota tubuh yang bisa
pulih kembali .
Diantara bagian tubuh yang dapat
tumbuh kembali apabila di donorkan adalah darah, yang lebih dikenal sebagai
donor darah. Sejarah pertama kali diperkenalkan adanya donor darah, yaitu di
Prancis pada tahun 1667 M. Pada waktu itu donor darah berasal dari hewan dan
dipindahkan ke manusia, tetapi pendonoran darah ini mengakibatkan manusia
tersebut meninggal. Kemudian dilakukan percobaan sekali lagi di Inggris, tetapi
kali ini diambilkan dari darah manusia lainnya yaitu pada tahun 1918 M dan
akhirnya berhasil.
Adapun pelaksanaan donor darah
ini disebabkan karena pasien kekurangan atau kehabisan darah seperti ketika
terjadi kecelakaan lalu lintas, kebakaran pada anggota tubuh, akibat persalinan
setelah melahirkan anak, masalah pada ginjal yang menyebabkan gagal ginjal,
atau kanker darah dan lain-lainnya.
Dari situ bisa disimpulkan bahwa
donor darah hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat dan dibutuhkan. (
Fatawa Kibar Ulama Ummah, hal. 939 ) Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai
berikut :
Firman Allah swt :
Dan barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 )
Dalam ayat ini, Allah swt memuji
setiap orang yang memelihara kehidupan manusia, maka dalam hal ini, para
pendonor darah dan dokter yang menangani pasien adalah orang-orang yang
mendapatkan pujian dari Allah swt, karena memelihara kehidupan seorang pasien,
atau menjadi sebab hidupnya pasien dengan ijin Allah swt.
Firman Allah swt :
" Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. "( Qs Al Baqarah : 172 )
II. Donor anggota tubuh yang bisa
menyebabkan kematian.
Dalam transplantasi organ ada
beberapa organ yang akan menyebabkan kematian seseorang, seperti : limpa,
jantung, ginjal , otak, dan sebagainya. Maka mendonorkan organ-organ tubuh
tersebut kepada orang lain hukumnya haram karena termasuk dalam katagori bunuh
diri. Dan ini bertentangan dengan firman Allah swt :
" dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs Al Baqarah : 195)
Juga dengan firman Allah swt :
" Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri , sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu. ( Qs An Nisa : 29 )
III. Donor anggota tubuh yang
tunggal .
Organ-organ tubuh manusia ada
yang tunggal dan ada yang ganda ( berpasangan ). Adapun yang tunggal,
diantaranya adalah : mulut, pankreas, buah pelir dan lainnya. Ataupun yang
aslinya ganda ( berpasangan ) karena salah satu sudah rusak atau tidak
berfungsi sehingga menjadi tunggal, seperti : mata yang tinggal satu.
Mendonorkan organ-organ seperti ini hukumnya haram, walaupun hal itu kadang
tidak menyebabkan kematian. Karena, kemaslahatan yang ingin dicapai oleh pasien
tidak kalah besarnya dengan kemaslahatan yang ingin dicapai pendonor. Bedanya
jika organ tubuh tadi tidak didonorkan, maka maslahatnya akan lebih banyak,
dibanding kalau dia mendonorkan kepada orang lain.
IV. Donor anggota tubuh yang ada
pasangannya.
Sebagaimana yang telah
diterangkan di atas, bahwa sebagian organ tubuh manusia ada yang berpasangan,
seperti : ginjal, mata, tangan, kaki, telinga, jantung dan sebagainya. Untuk
melihat hukum donor organ-organ tubuh seperti ini, maka harus diperinci
terlebih dahulu :
1. Jika donor salah satu organ
tubuh tersebut tidak membahayakan pendonor dan kemungkinan besar donor tersebut
bisa menyelamatkan pasien, maka hukumnya boleh, seperti seseorang yang
mendonorkan salah satu ginjalnya. Alasannya, bahwa seseorang masih bisa hidup,
bahkan bisa beraktifitas sehari-hari sebagaimana biasanya hanya menggunakan
satu ginjal saja. Hanya saja pemindahan ginjal dari pendonor ke pasien tersebut
jangan sampai membahayakan pendonor itu sendiri. Sebagaimana firman Allah :
" dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik " ( Qs Al Baqarah : 192 ).
Dan Rasulullah saw sendiri
bersabda : " Dan Allah akan selalu membantu hamba-Nya selama hamba
tersebut membantu saudaranya " ( HR Muslim no 2699 ) .
2. Sebaliknya jika donor salah
satu organ tubuh yang ada pasangannya tersebut membahayakan atau paling tidak
membuat kehidupan pendonor menjadi sengsara, maka donor anggota tubuh tersebut
tidak diperbolehkan, apalagi jika tidak membawa banyak manfaat bagi pasien
penerima donor, seperti halnya dalam pendonoran jantung.@Wallahua'lam Bisshowaab...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar