Rabu, 27 Februari 2013

Ra Lilur Wali "Titisan" Nabi Khidir (1)


Wali Pembakar Pesantren KH Kholil Demangan
Ra Lilur memang benar-benar misterius. Ia tak peduli pakaian, apalagi harta benda. Ia tak peduli penilaian orang tentang dirinya. Hidupnya hanya untuk Allahu, Allahu, Allahu ...

Ia juga jarang - untuk tak mengatakan tak pernah - bergaul dengan orang seperti umumnya ulama masa kini. Ia juga jarang disorot TV, apalagi berebut memberi komentar di koran seperti umumnya "ulama milenium." Namun ia muncul di tengah keramaian orang, suaranya adalah "sabda." Apa yang diucapkan sering terjadi. Karena itu ia lantas berpesan agar hati-hati. Namun tak jarang ia bertindak tanpa bicara.

Pernah suatu ketika ia tiba-tiba membakar bangunan pondok pesantren yang diasuh KH. Abdullah Schaal Bangkalan Madura. Pesantren yang lokasinya berdekatan dengan masjid Jami 'dan alun-alun kota Bangkalan itu pun hangus dilalap api. Anehnya, Kiai Abdullah Schaal yang dikenal sangat berpengaruh di Bangkalan itu diam saja. Ia tak bereaksi, apalagi marah. Sebab Abdullah Sachal mengetahui siapa sebenarnya Ra Lilur.

Kisah pembakaran pesantren ini terjadi pada tahun 1979. Saat itu, masyarakat cenderung tak paham. Tidak sedikit masyarakat Madura yang nggrundel bahkan menyalahkan kejadian pembakaran pesantren rintisan KH Kholil di Demangan Barat Bangkalan oleh  Kholilurrahman (Ra Lilur). Karuan saja Bangkalan menjadi geger. Karena dalam pandangan masyarakat Madura umumnya, hanya orang gila yang berani melakukan pembakaran pondok pesantren. Apalagi, masyarakat Bangkalan sangat fanatik terhadap dunia pesantren.

Kala itu memang belum diketahui siapa orang yang berani membakar pesantren milik Kiai Abdullah yang terkenal sangat kharismatis di Bangkalan itu. Aparat keamanan segera mengadakan pengamanan di lokasi kebakaran sambil mencari informasi awal tentang si pembakar pesantren. Namun, belum sempat mengetahui siapa pelakunya, KH. Amin Imron (kini almarhum) segera menghadap pihak kepolisian. "Sudah biar saja Pak, yang bakar pondok itu keponakan saya sendiri kok," kata Kiai Amin.

Mendengar penjelasan itu, pihak kepolisianpun segera balik kanan, setelah mengetahui bahwa pelaku pembakaran itu adalah Kholilurrahman atau kini dikenal dengan sebutan Ra Lilur.

Meski demikian, kala itu sempat muncul prediksi bahwa suatu hari nanti akan berdiri bangunan pesantren setinggi ujung bara api, di bekas area pembakaran. Tinggi api ketika pesantren itu dibakar setinggi pohon kelapa. Ternyata benar. Kini berdiri bangunan berlantai 7 mirip hotel. Pesantren itu untuk menampung para santri yang terus membludak dari tahun ke tahun. Pada tahun 1970, misalnya jumlah santri hanya berkisar 20 sampai 30 orang. "Itu pun hanya santri putra," tutur Kiai Imam Buchori. Kini santri pesantren itu telah mencapai ratusan terdiri terdiri dari santri putra dan putri.

Selain itu, dalam kontek nasional, tampak apa yang dilakukan Ra Lilur membakar pesantren merupakan sebuah sinyal atau tanda akan munculnya huru-hara di negeri ini. Beberapa saat setelah kemudian itu, "Banyak terjadi aksi pembakaran di mana-mana," kata KH. Imam Buchori, ketua PCNU Bangkalan yang juga keponakan Ra Lilur. Aksi anarki pembakaran ini terjadi mengiringi konflik politik yang terus berkepanjangan di negeri ini. Misalnya pembakaran pertokoan, kantor-kantor partai politik, dan banyak lagi.

Sinyal Ra Lilur itu kian kongkrit ketika terjadi pembakaran yang dilakukan orang-orang Dayak terhadap gubuk-gubuk orang Madura yang mengungsi dari Sampit dan Sambas. Tak jelas, apa karena Kiai Abdullah Schaal yang dikenal sangat berpengaruh di Bangkalan itu paham terhadap keistimewaan Ra Lilur sehingga ia lalu diam saja, meski pondoknya dibakar Ra Lilur. Yang pasti, setelah gubuk santri di pesantrennya dibakar, pesantren Kiai Abdullah Schaal semakin maju pesat.

Kamar-kamar santri yang semula berupa gubuk-gubuk kini dibangun mentereng. Bahkan pesantren putri yang menyatu dengan tempat istirahat Kiai Schaal dibangun laksana hotel. Bangunannya megah dan menjulang tinggi, penuh tingkat. Siapa pun yang tak pernah ke Madura akan mengira bangunan itu hotel, karena memang didesain cukup artistik.

Kiai Abdullah Schaal sendiri tampak sangat hormat terhadap Ra Lilur. Bagi masyarakat awam sosok Ra Lilur cenderung misterius dan kontroversial. Ra Lilur sering memberitahu Kiai Abdullah terutama tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Biasanya, jika menyangkut persoalan besar, Ra Lilur minta Kiai Abdullah Schaal hati-hati.

Sebagai contoh, saat itu menjelang pemilihan presiden. Yang menarik, sinyal itu tidak disampaikan dalam bentuk kata-kata atau prediksi. Melainkan melalui perilaku aneh. Jadi, ia tak pernah membuat pernyataan, apalagi prediksi. Justru itulah hebatnya. Semua sinyal itu hanya tampak dalam perilakunya yang nyeleneh. Ia sendiri bahkan tampak tak peduli. Dirinya tak punya kepentingan sama sekali dengan urusan duniawi, apalagi peristiwa-peristiwa nasional. 

Tampaknya tingkah anehnya itu semata transfer dari Tuhan begitu saja. Bahkan bisa jadi ia sendiri tak menyadarinya. Buktinya, ia tak pernah melontarkan kata-kata. Kalau ada peristiwa besar yang akan terjadi hanya perilakunya saja yang tiba-tiba aneh. Seolah semua perilakunya menjadi radar peristiwa masa depan.

Benarkah? Ini bisa dilihat pada perilaku anehnya ketika Gus Dur akan jatuh dan diganti Megawati. Sinyal itu muncul sekitar akhir tahun 2000. Saat itu perilaku aneh Ra Lilur muncul secara tak terduga. Ia tiba-tiba selalu diikuti dan ditempel oleh istrinya (nyai) kemanapun pergi. Mau pergi kemanapun, ia terus dibuntuti oleh sang bu nyai. Menurut keterangan tiga haddam (penjaga rumah) Ra ​​Lilur di Desa Banyu Buneh Banjar dan Pakaan dajah Kecamatan Galis, saat itu Ra Lilur selalu tidur satu kamar dengan istrinya. Namun anehnya, Ra Lilur tidak tidur dalam satu tempat tidur (lencak, bahasa Madura). Ia tidur terpisah dengan istrinya, meski dalam satu kamar.

Lebih aneh lagi, istrinya tidur diatas ranjang, sedangkan Ra Lilur malah selalu tidur di tanah. "Jadi, Ra Lilur tidur di bawah, sedang istri beliau di atas," jelas KH. Imam Buchori. Lalu apa makna perilaku nyeleneh Ra Lilur itu? Jawabannya sangat jelas. Bahwa di Indonesia akhirnya terjadi pergantian kepemimpinan, dari Presiden pria, yakni Gus Dur, ke Presiden wanita, Megawati.

Sinyal ini masih bisa dirinci lagi dalam kontek kekeluargaan. Yaitu terjadi pergantian kepemimpinan dari Presiden ke Wakil Presiden. Bukankah istri hakikatnya adalah wakil atau pembantu suami dalam keluarga? Namun yang lebih jelas, tentunya, perilaku aneh itu merupakan isyarat pergantian kepemimpinan dari pria ke pemimpin wanita. "Terlepas benar atau salah, banyak kalangan yang memprediksi sinyal tersebut terkait dengan kursi presiden," jelas Kiai Imam Buchori yang sehari-harinya aktif sebagai ketua PCNU Bangkalan. 

Sayangnya, waktu itu tak ada yang tanggap terhadap sinyal yang terjadi lewat perilaku aneh Ra Lilur itu .
Tak jelas, apakah karena masyarakat kurang peka atau karena sinyal aneh itu hanya diketahui kalangan terbatas. Yang pasti, sinyal itu cukup nyata dan jelas. Masih banyak sinyal lain dari Ra Lilur yang berhubungan dengan peristiwa nasional. Apa itu? Sinyal yang muncul dari Ra Lilur tampaknya memang bukan berasal dari kemauan pribadi. Lalu dari mana? Bisa jadi "titipan" Allah. Buktinya, sinyal itu lebih sering muncul dari perilaku aneh ketimbang kata-kata. Sinyal dengan perilaku memang cenderung lebih obyektif. Sebaliknya, sinyal melalui kata-kata selalu subyektif, bercampur nafsu pribadi. Bahkan bisa jadi ditambah-tambahi.

Yang menarik, perilaku aneh Ra Lilur sering tak masuk akal. Menjelang pemilu 1999, misalnya, Ra Lilur tiba-tiba mengenakan pakaian aneh. Cicit ulama besar Syaikhona Kholil Bangkalan itu mengenakan pakaian serba merah. Bajunya berwarna merah. Begitu ikat kepalanya, berwarna merah. Lebih unik lagi, ia memakai sarung wanita yang juga berwarna merah. "Pakaian itu berlaku pada menjelang Pemilu," tutur KH. Imam Buchori. Ternyata sinyal itu kemudian terbukti. PDIP yang warna kebesarannya merah menjadi pemenang Pemilu.

Banyak sekali kisah tak masuk akal disaksikan banyak orang tentang Ra Lilur. Suatu ketika ia bersama banyak orang masuk hutan. Kala itu bulan puasa. Begitu tiba di dalam hutan ternyata adzan maghrib bergema. Orang-orang bingung. Sebab tak ada makanan sama sekali untuk buat buka. Ra Lilur mengisyaratkan agar tak resah. Benar. Tanpa diduga tiba-tiba terhampar tikar seperti permadani. Yang menakjubkan, di atas tikar itu tersedia berbagai macam makanan. Karuan saja orang-orang itu heran. Meski demikian mereka tetap saja lahap berbuka puasa.

Peristiwa aneh lain terjadi pada seorang dokter dari Malaysia. Dokter ini sengaja datang untuk menemui cicit Syaikhona Kholil tersebut. Tak jelas, dari mana dokter itu kenal nama Ra Lilur. Dokter itu bersama seseorang yang bertindak sebagai pengantar. Dokter itu kemudian diajak Ra Lilur masuk ke dalam kamar rumahnya. Di situ terjadi pembicaraan cukup lama, sekitar satu jam. Sehingga pengantar dokter itu mengaku capek menunggu di luar. Apa yang dibicarakan? Menurut pengakuan sang dokter, Ra Lilur ternyata menguasai ilmu kedokteran secara luar biasa. Semua ilmu kedokteran dia pahami. "Saya belajar puluhan tahun, tidak seperti ilmu yang dimiliki beliau," kata sang dokter.

Yang membuat si dokter kaget, Ra Lilur memberikan sebuah foto berukuran poscard dengan pakaian putih lengkap dengan stetoskop tergantung di leher. Sang dokter heran menerima foto Ra Lilur. "Kalau dipikir, kapan ia berpose seperti itu."@bersambung

Tidak ada komentar: