Wali
Pembakar Pesantren KH Kholil Demangan
Ra Lilur memang
benar-benar misterius. Ia tak peduli pakaian, apalagi harta benda. Ia tak
peduli penilaian orang tentang dirinya. Hidupnya hanya untuk Allahu, Allahu,
Allahu ...
Ia juga jarang - untuk tak mengatakan tak pernah -
bergaul dengan orang seperti umumnya ulama masa kini. Ia juga jarang disorot
TV, apalagi berebut memberi komentar di koran seperti umumnya "ulama
milenium." Namun ia muncul di tengah keramaian orang, suaranya adalah
"sabda." Apa yang diucapkan sering terjadi. Karena itu ia lantas
berpesan agar hati-hati. Namun tak jarang ia bertindak tanpa bicara.
Pernah suatu ketika ia tiba-tiba membakar bangunan
pondok pesantren yang diasuh KH. Abdullah Schaal Bangkalan Madura. Pesantren
yang lokasinya berdekatan dengan masjid Jami 'dan alun-alun kota Bangkalan itu
pun hangus dilalap api. Anehnya, Kiai Abdullah Schaal yang dikenal sangat
berpengaruh di Bangkalan itu diam saja. Ia tak bereaksi, apalagi marah. Sebab
Abdullah Sachal mengetahui siapa sebenarnya Ra Lilur.
Kisah pembakaran pesantren ini terjadi pada tahun
1979. Saat itu, masyarakat cenderung tak paham. Tidak sedikit masyarakat Madura
yang nggrundel bahkan menyalahkan kejadian pembakaran pesantren rintisan KH
Kholil di Demangan Barat Bangkalan oleh Kholilurrahman
(Ra Lilur). Karuan saja Bangkalan menjadi geger. Karena dalam pandangan
masyarakat Madura umumnya, hanya orang gila yang berani melakukan pembakaran
pondok pesantren. Apalagi, masyarakat Bangkalan sangat fanatik terhadap dunia
pesantren.
Kala itu memang belum diketahui siapa orang yang
berani membakar pesantren milik Kiai Abdullah yang terkenal sangat kharismatis
di Bangkalan itu. Aparat keamanan segera mengadakan pengamanan di lokasi
kebakaran sambil mencari informasi awal tentang si pembakar pesantren. Namun,
belum sempat mengetahui siapa pelakunya, KH. Amin Imron (kini almarhum) segera
menghadap pihak kepolisian. "Sudah biar saja Pak, yang bakar pondok itu
keponakan saya sendiri kok," kata Kiai Amin.
Mendengar penjelasan itu, pihak kepolisianpun segera
balik kanan, setelah mengetahui bahwa pelaku pembakaran itu adalah Kholilurrahman
atau kini dikenal dengan sebutan Ra Lilur.
Meski demikian, kala itu sempat muncul prediksi
bahwa suatu hari nanti akan berdiri bangunan pesantren setinggi ujung bara api,
di bekas area pembakaran. Tinggi api ketika pesantren itu dibakar setinggi
pohon kelapa. Ternyata benar. Kini berdiri bangunan berlantai 7 mirip hotel.
Pesantren itu untuk menampung para santri yang terus membludak dari tahun ke
tahun. Pada tahun 1970, misalnya jumlah santri hanya berkisar 20 sampai 30
orang. "Itu pun hanya santri putra," tutur Kiai Imam Buchori. Kini
santri pesantren itu telah mencapai ratusan terdiri terdiri dari santri putra
dan putri.
Selain itu, dalam kontek nasional, tampak apa yang
dilakukan Ra Lilur membakar pesantren merupakan sebuah sinyal atau tanda akan
munculnya huru-hara di negeri ini. Beberapa saat setelah kemudian itu,
"Banyak terjadi aksi pembakaran di mana-mana," kata KH. Imam Buchori,
ketua PCNU Bangkalan yang juga keponakan Ra Lilur. Aksi anarki pembakaran ini
terjadi mengiringi konflik politik yang terus berkepanjangan di negeri ini.
Misalnya pembakaran pertokoan, kantor-kantor partai politik, dan banyak lagi.
Sinyal Ra Lilur itu kian kongkrit ketika terjadi
pembakaran yang dilakukan orang-orang Dayak terhadap gubuk-gubuk orang Madura
yang mengungsi dari Sampit dan Sambas. Tak jelas, apa karena Kiai Abdullah
Schaal yang dikenal sangat berpengaruh di Bangkalan itu paham terhadap
keistimewaan Ra Lilur sehingga ia lalu diam saja, meski pondoknya dibakar Ra
Lilur. Yang pasti, setelah gubuk santri di pesantrennya dibakar, pesantren Kiai
Abdullah Schaal semakin maju pesat.
Kamar-kamar santri yang semula berupa gubuk-gubuk
kini dibangun mentereng. Bahkan pesantren putri yang menyatu dengan tempat
istirahat Kiai Schaal dibangun laksana hotel. Bangunannya megah dan menjulang
tinggi, penuh tingkat. Siapa pun yang tak pernah ke Madura akan mengira
bangunan itu hotel, karena memang didesain cukup artistik.
Kiai Abdullah Schaal sendiri tampak sangat hormat
terhadap Ra Lilur. Bagi masyarakat awam sosok Ra Lilur cenderung misterius dan
kontroversial. Ra Lilur sering memberitahu Kiai Abdullah terutama tentang
peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Biasanya, jika menyangkut persoalan
besar, Ra Lilur minta Kiai Abdullah Schaal hati-hati.
Sebagai contoh, saat itu menjelang pemilihan
presiden. Yang menarik, sinyal itu tidak disampaikan dalam bentuk kata-kata
atau prediksi. Melainkan melalui perilaku aneh. Jadi, ia tak pernah membuat
pernyataan, apalagi prediksi. Justru itulah hebatnya. Semua sinyal itu hanya
tampak dalam perilakunya yang nyeleneh. Ia sendiri bahkan tampak tak peduli. Dirinya
tak punya kepentingan sama sekali dengan urusan duniawi, apalagi
peristiwa-peristiwa nasional.
Tampaknya tingkah anehnya itu semata transfer
dari Tuhan begitu saja. Bahkan bisa jadi ia sendiri tak menyadarinya. Buktinya,
ia tak pernah melontarkan kata-kata. Kalau ada peristiwa besar yang akan
terjadi hanya perilakunya saja yang tiba-tiba aneh. Seolah semua perilakunya
menjadi radar peristiwa masa depan.
Benarkah? Ini bisa dilihat pada perilaku anehnya
ketika Gus Dur akan jatuh dan diganti Megawati. Sinyal itu muncul sekitar akhir
tahun 2000. Saat itu perilaku aneh Ra Lilur muncul secara tak terduga. Ia
tiba-tiba selalu diikuti dan ditempel oleh istrinya (nyai) kemanapun pergi. Mau
pergi kemanapun, ia terus dibuntuti oleh sang bu nyai. Menurut keterangan tiga
haddam (penjaga rumah) Ra Lilur di Desa Banyu
Buneh Banjar dan Pakaan dajah Kecamatan Galis, saat itu Ra Lilur selalu tidur
satu kamar dengan istrinya. Namun anehnya, Ra Lilur tidak tidur dalam satu
tempat tidur (lencak, bahasa Madura). Ia tidur terpisah dengan istrinya, meski
dalam satu kamar.
Lebih aneh lagi, istrinya tidur diatas ranjang,
sedangkan Ra Lilur malah selalu tidur di tanah. "Jadi, Ra Lilur tidur di
bawah, sedang istri beliau di atas," jelas KH. Imam Buchori. Lalu apa
makna perilaku nyeleneh Ra Lilur itu? Jawabannya sangat jelas. Bahwa di
Indonesia akhirnya terjadi pergantian kepemimpinan, dari Presiden pria, yakni
Gus Dur, ke Presiden wanita, Megawati.
Sinyal ini masih bisa dirinci lagi dalam kontek
kekeluargaan. Yaitu terjadi pergantian kepemimpinan dari Presiden ke Wakil
Presiden. Bukankah istri hakikatnya adalah wakil atau pembantu suami dalam
keluarga? Namun yang lebih jelas, tentunya, perilaku aneh itu merupakan isyarat
pergantian kepemimpinan dari pria ke pemimpin wanita. "Terlepas benar atau
salah, banyak kalangan yang memprediksi sinyal tersebut terkait dengan kursi
presiden," jelas Kiai Imam Buchori yang sehari-harinya aktif sebagai ketua
PCNU Bangkalan.
Sayangnya, waktu itu tak ada yang tanggap terhadap sinyal yang
terjadi lewat perilaku aneh Ra Lilur itu .
Tak jelas, apakah karena masyarakat kurang peka atau
karena sinyal aneh itu hanya diketahui kalangan terbatas. Yang pasti, sinyal
itu cukup nyata dan jelas. Masih banyak sinyal lain dari Ra Lilur yang
berhubungan dengan peristiwa nasional. Apa itu? Sinyal yang muncul dari Ra
Lilur tampaknya memang bukan berasal dari kemauan pribadi. Lalu dari mana? Bisa
jadi "titipan" Allah. Buktinya, sinyal itu lebih sering muncul dari
perilaku aneh ketimbang kata-kata. Sinyal dengan perilaku memang cenderung
lebih obyektif. Sebaliknya, sinyal melalui kata-kata selalu subyektif,
bercampur nafsu pribadi. Bahkan bisa jadi ditambah-tambahi.
Yang menarik, perilaku aneh Ra Lilur sering tak
masuk akal. Menjelang pemilu 1999, misalnya, Ra Lilur tiba-tiba mengenakan
pakaian aneh. Cicit ulama besar Syaikhona Kholil Bangkalan itu mengenakan
pakaian serba merah. Bajunya berwarna merah. Begitu ikat kepalanya, berwarna
merah. Lebih unik lagi, ia memakai sarung wanita yang juga berwarna merah.
"Pakaian itu berlaku pada menjelang Pemilu," tutur KH. Imam Buchori.
Ternyata sinyal itu kemudian terbukti. PDIP yang warna kebesarannya merah
menjadi pemenang Pemilu.
Banyak sekali kisah tak masuk akal disaksikan banyak
orang tentang Ra Lilur. Suatu ketika ia bersama banyak orang masuk hutan. Kala
itu bulan puasa. Begitu tiba di dalam hutan ternyata adzan maghrib bergema.
Orang-orang bingung. Sebab tak ada makanan sama sekali untuk buat buka. Ra Lilur
mengisyaratkan agar tak resah. Benar. Tanpa diduga tiba-tiba terhampar tikar
seperti permadani. Yang menakjubkan, di atas tikar itu tersedia berbagai macam
makanan. Karuan saja orang-orang itu heran. Meski demikian mereka tetap saja
lahap berbuka puasa.
Peristiwa aneh lain terjadi pada seorang dokter dari
Malaysia. Dokter ini sengaja datang untuk menemui cicit Syaikhona Kholil
tersebut. Tak jelas, dari mana dokter itu kenal nama Ra Lilur. Dokter itu
bersama seseorang yang bertindak sebagai pengantar. Dokter itu kemudian diajak
Ra Lilur masuk ke dalam kamar rumahnya. Di situ terjadi pembicaraan cukup lama,
sekitar satu jam. Sehingga pengantar dokter itu mengaku capek menunggu di luar.
Apa yang dibicarakan? Menurut pengakuan sang dokter, Ra Lilur ternyata menguasai
ilmu kedokteran secara luar biasa. Semua ilmu kedokteran dia pahami. "Saya
belajar puluhan tahun, tidak seperti ilmu yang dimiliki beliau," kata sang
dokter.
Yang membuat si dokter kaget, Ra Lilur memberikan
sebuah foto berukuran poscard dengan pakaian putih lengkap dengan stetoskop
tergantung di leher. Sang dokter heran menerima foto Ra Lilur. "Kalau
dipikir, kapan ia berpose seperti itu."@bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar