Jendra
Tersesat di Kerajaan Rawa Onom Karena Langgar Pantangan
Setelah
menolong gadis putri kerajaan Siluman Rawa Onom Indangwati yang terluka terkena
panah Majikannya, Jendra pergi meninggalkan gadis itu. Lantaran kesengseng
dengan kecantikannya, Jendra kembali menengok kembali kearah Indangwati,
akibatnya ia tersesat di alam siluman Rawa Onom.
Gadis itu sadar akan posisinya,
maka sepasang tangannya yang mungil halus segera melindungi sepasang buah dadanya
yang ranum. Jendra bergetar malu. Dia menunduk lama-lama. Lama saling berdiam
diri, Akhirnya Jendra berani buka percakapan. "Mari ku antar ke rumahmu,
Nyai ..." katanya bangun dari duduknya. "Tidak perlu. Di saat suasana
tak aman seperti ini, orang asing akan dicuriga masuk ke kampung kami. "
"Tidak aman?" "Ya, engkau pulanglah dulu. Lain kali kita bertemu
lagi, "sahut gadis itu sama-sama bangkit dari duduknya. "Maafkan
kesalahan kami ..." gumam Jendra kembali menunduk.
"Mengapa engkau minta maaf ?
Engkau bukan kelompok mereka, Kang. Asalkan engkau tak ikut-campur terhadap
permasalahan yang tengah kami hadapi, maka kau tak punya salah apapun ...
"kata gadis itu membingungkan perasaan Jendra. "Nyai ... engkau
terluka oleh panah yang dilepas majikan saya, "kata Jendra mengaku
terusterang.
"Apakah kau salah seorang
ponggawa dari Kerajaan Galuh?" tanya gadis itu menatap curiga. "Pemerintah
Galuh? Saya ini wong Dermayu. Majikan saya adalah Bendara Wedana Rancah, namanya
Raden Bratanagara, "kata Jendra sambil seterusnya bertanya mengapa gadis
itu menganggap dia orang Galuh.
"Kami tengah bercengkrama
dengan para gadis di kampung ini. Lalu datang serangan dari para Prajurit
Kerajaan Galuh. Kami dikejar hendak ditangkap, "tutur gadis manis
berlesung pipit ini amat membingungkan Jendra.
"Sudahlah. Kau kembalilah ke
kampung halamanmu, sebab teman-temanmu pasti menunggu lama. Tapi kalau kau
kembali nanti, ingat-ingat, jangan tengok ke belakang. Paham? "Kata gadis
itu. Setelah berpesan seperti itu, gadis itu melangkah pergi. Jendra terpana
dan mencoba menahannya. "Namaku Nyai Indangwati. Nanti kita bertemu lagi,
ya? " Gadis Indangwati berlari-lari kecil menjauhi Jendra dan menghilang
di kelokan jalan setapak. Tinggallah Jendra mematung seorang diri. Sukma pemuda
itu seperti terbetot ikut berlari kesana. Yang dia bayangkan adalah ikut
lari-lari kecil di jalan setapak berhamparan lumut tebal sambil bergandengan
tangan dengan ... siapa nama gadis itu? Oh, ya, Nyi Indangwati. Tapi dari
kampung mana Nyi Indangwati? Ah, tololnya aku. Mengapa tak aku tanya sekalian
alamatnya, tutur hati Jendra dengan penuh sesal dan penasaran.
Akhirnya pemuda itu balik
melangkah dan berjalan pelan meninggalkan tempat yang nyaman dan asri itu.
Memang bohong kata Mang Sajum. Tempat yang demikian asri dan indah ini dia
sebutkan sebagai semak pekat yang penuh rawa. Padahal Lendra enak dan santai
saja melangkah di hamparan rumput yang luas menghijau. Matahari pun terasa
menyengat dengan hangatnya dan menyegarkan.Lendra berjalan sendirian. Di
sepanjang yang dilalui, suasana indah belaka. Dia melirik ke kiri dan kanan.
Ada jajaran bunga indah beraneka
warna di sana. Beberapa pohon rindang mengayomi keindahan bunga itu. Yang
membuat Lendra serasa asing, tempat yang indah ini demikian heningnya. Tidak
didengar suara apapun. Tidak juga suara kicauan burung atau serangga. Hanya
deru napasnya saja yang dia dengar di sepanjang perjalanan ini. "Ah ...
kalau saja Nyi Indangwati tetap bersamaku ..." keluh Lendra
berandai-andai. Ingat Nyi Indangwati, maka segera pemuda itu memutar kepala ke
belakang. Tempat itu masih indah namun sepi dari apapun, termasuk tak
dilihatnya gadis manis itu. Maka kepala Lendra
kembali memutar ke depan. Dan di
saat itu pulalah pandangan sekeliling berubah total. Tak ada dataran luas
berhamparan rumput hijau. Tidak pula ada bunga-bunga indah. Yang
nampak di sekelilingnya hanyalah
kekelaman belaka. Pepohonan tua dan besar bergayut dan
berjanggut. Kebisingan pun
mendadak bergalau. Ada suara tokek, ada suara cengkerik dan
berbagai suara serangga lainnya.
Beberapa bagian tubuh pemuda itu mulai diganggu belasan
atau bahkan puluhan nyamuk
sebesar lalat. Satu ditepuk, datang yang lain. Begitu seterusnya
sehingga Lendra tak bisa
memperhatikan jalanan di depannya. Maka akibatnya, pemuda itu
jalan ke mana saja. Setiap yang
disangkanya jalan setapak, maka dia lalui. Namun sesudah
melangkah beberapa saat, jalan
setapak itu tak tembus ke mana-mana, kecuali ke sebuah
pinggir tanah becek. Dan bila dia
paksakan melangkah, maka tanah becek itu berubah menjadi
lembek, sehingga kakinya sebatas
dengkul terbenam ke dalamnya.
Kini Lendra mulai panik. Kini
pemuda itu mulai percaya kata-kata Mang Sajum, bahwa benar
belaka tempat itu penuh rawa.
Tapi Lendra berpikir. Kalau Bendara Wedana mengajaknya
kesana, tentu tak semuanya
merupakan daerah rawa. Binatang Menjangan, kancil atau
sebangsanya tak mungkin hidup di
rawa-rawa.
"Harus ada bagian yang keras
yang dihuni banyak binatang buruan ..." tutur Lendra dalam
hatinya. Maka dengan susah-payah,
Lendra memilih-milih langkah. Sebelum menginjakkan
kaki, dia periksa dulu
sekeliling. Bila ternyata bertanah lembek dan basah, maka dia urungkan
langkah. Tak terasa, hari sudah
menjadi kelam. Sebetulnya sudah sejak tadi suasana kelam.
Hanya kali ini kekelaman sedikit
demi sedikit mengarah ke kegelapan. Lendra sadar, tentu
hari akan segera malam.
Dan semakin ditunggu, suasana
semakin gelap ini, sehingga anak muda itu akhirnya memilih naik ke atas dahan
pohon. Jendra memilih istirahat di dahan pohon itu. Dia tak berani melanjutkan
perjalanan di kala malam tiba. "Tapi mungkin Bendara bersama rombongan
amat risau dengan keterlambatan ini ..." keluh Lendra sambil memeluk dahan
pohon agar tak terpeleset jatuh.
Senja sudah berganti malam. Kini
binatang malam mulai terdengar suaranya. Ada yang sudah
dia kenal sebelumnya. Tapi banyak
juga suara-suara asing yang membuat bulu-kuduk berdiri.
Dari kejauhan terdengar suara
lenguhan panjang. Seperti suara srigala tapi bukan itu.
Lenguhan ini terasa menyayat hati
seperti orang lagi sedih. Lendra ingat, penduduk Rancah
pernah bilang di hutan-hutan
Rancah ada sejenis binatang bernama aul. Aul itu bertubuh kera
berkepala seperti anjing. Maka
bila berbunyi ada lolongan anjing tapi bukan persis suara
anjing. Itulah aul. @bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar