Dewi Anarawati Upeti Kerajaan
Champa Untuk Prabu Brawijaya
Oleh : Damar Shashangka
Praktis
semenjak tahun 1468 Masehi, Prabhu Brawijaya memerintah Majapahit tanpa
didampingi oleh seorang Mahapatih. Prabu Brawijaya juga tidak mengindahkan
saran-saran yang diberikan bawahannya bahkan para penasehatnya seperti Sabdo
Palon dan Noyogenggong.
Apakah gerangan dalam masa
pemerintahan Prabhu Brawijaya terjadi dua kali pengunduran diri dari seorang
Mahapatih? Sebabnya tak lain dan tak bukan karena Prabhu Brawijaya terlalu
lunak dengan etnis China dan orang-orang muslim.
Diceritakan, begitu Prabhu
Brawijaya naik tahta, Kekaisaran Tiongkok mengirimkan seorang putri China yang
sangat cantik sebagai persembahan kepada Prabhu Brawijaya untuk dinikahi. Ini
dimaksudkan sebagai tali penyambung kekerabatan dengan Kekaisaran Tiongkok.
Putri ini bernama Tan Eng Kian. Sangat cantik. Tiada bercacat. Karena
kecantikannya, setelah Prabhu Brawijaya menikahi putri ini, praktis beliau
hampir-hampir melupakan istri-istrinya yang lain. (Prabhu Brawijaya banyak
memiliki istri, dari berbagai istri beliau, lahirlah tokoh-tokoh besar)
Ketika putri Tan Eng Kian tengah
hamil tua, rombongan dari Kerajaan Champa datang menghadap. Raja Champa sendiri
yang datang. Diiringi oleh para pembesar Kerajaan dan ikut juga dalam
rombongan, Dewi Anarawati. Raja Champa banyak membawa upeti sebagai tanda
takluk. Dan salah satu upeti yang sangat berharga adalah, Dewi Anarawati
sendiri.
Melihat kecantikan putri berdarah
indo-china ini, Prabhu Brawijaya terpikat. Dan begitu Dewi Anarawati telah
beliau peristri, Tan Eng Kian, putri China yang tengah hamil tua itu,
seakan-akan sudah tidak ada lagi di istana. Perhatian Prabhu Brawijaya kini
beralih kepada Dewi Anarawati.
Saking tergila-gilanya, manakala
Dewi Anarawati meminta agar Tan Eng Kian disingkirkan dari istana, Prabhu
Brawijaya menurutinya. Tan Eng Kian diceraikan. Lantas putri China yang malang
ini diserahkan kepada Adipati Palembang Arya Damar untuk diperistri. Adipati
Arya Damar sesungguhnya juga peranakan China. Dia adalah putra selir Prabhu
Wikramawardhana, Raja Majapahit yang sudah wafat yang memerintah pada tahun
1389-1429 Masehi, dengan seorang putri China pula.
Nama China Adipati Arya Damar
adalah Swan Liong. Menerima pemberian seorang janda dari Raja adalah suatu
kehormatan besar. Perlu dicatat, Swan Liong adalah China muslim. Dia masuk
Islam setelah berinteraksi dengan etnis China di Palembang, keturunan pengikut
Laksamana Cheng Ho yang sudah tinggal lebih dahulu di Palembang. Oleh karena
itulah, Palembang waktu itu adalah sebuah Kadipaten dibawah kekuasaan Majapahit
yang bercorak Islam.
Arya Damar menunggu kelahiran
putra yang dikandung Tan Eng Kian sebelum ia menikahinya. Begitu putri China
ini selesai melahirkan, dinikahilah dia oleh Arya Damar.
Anak yang lahir dari rahim Tan
Eng Kian, hasil dari pernikahannya dengan Prabhu Brawijaya, adalah seorang anak
lelaki. Diberi nama Tan Eng Hwat. Karena ayah tirinya muslim, dia juga diberi
nama Hassan. Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Raden Patah!
Dari hasil perkawinan Arya Damar
dengan Tan Eng Kian, lahirlah juga seorang putra. Diberi nama Kin Shan. Nama
muslimnya adalah Hussein. Kelak di Jawa, dia terkenal dengan nama Adipati
Pecattandha, atau Adipati Terung yang terkenal itu!
Kembali ke Jawa. Dewi Anarawati
yang muslim itu telah berhasil merebut hati Prabhu Brawijaya. Dia lantas
menggulirkan rencana selanjutnya setelah berhasil menyingkirkan pesaingnya, Tan
Eng Kian.Dewi Anarawati meminta kepada Prabhu Brawijaya agar saudara-saudaranya
yang muslim, yang banyak tinggal dipesisir utara Jawa, dibangunkan sebuah
Ashrama, sebuah Peshantian, sebuah Padepokan, seperti halnya Padepokan para
Pandhita Shiva dan para Wiku Buddha.
Mendengar permintaan istri
tercintanya ini, Prabhu Brawijaya tak bisa menolak. Namun yang menjadi masalah,
siapakah yang akan mengisi jabatan sebagai seorang Guru layaknya padepokan
Shiva atau Mahawiku layaknya padepokan Buddha? Pucuk dicinta ulam tiba, Dewi
Anarawati segera mengusulkan, agar diperkenankan memanggil kakak iparnya, Syeh
Ibrahim As-Samarqand yang kini ada di Champa untuk tinggal sebagai Guru di
Ashrama Islam yang hendak dibangun. Dan lagi-lagi, Prabhu Brawijaya
menyetujuinya.
Para Pembesar Majapahit, Para
Pandhita Shiva dan Para Wiku Buddha, sudah melihat gelagat yang tidak baik.
Mereka dengan halus memperingatkan Prabhu Brawijaya, agar selalu berhati-hati
dalam mengambil sebuah keputusan penting.
Tak kurang-kurang, Sabda Palon
dan Nayagenggong, punakawan terdekat Prabhu Brawijaya juga sudah memperingatkan
agar momongan mereka ini berhati-hati, tidak gegabah. Namun, Prabhu Brawijaya,
bagaikan orang mabuk, tak satupun nasehat orang-orang terdekat beliau dengarkannya.
Perekonomian Majapahit sudah
hampir didominasi oleh etnis China semenjak putri Tan Eng Kian di peristri oleh
Prabhu Brawijaya, dan memang itulah misi dari Kekaisaran Tiongkok. Kini, dengan
masuknya Dewi Anarawati, orang-orang muslim-pun mendepat kesempatan besar.
Apalagi, pada waktu itu, banyak juga orang China yang muslim. Semua masukan
bagi Prabhu Brawijaya tersebut, tidak satupun yang diperhatikan secara
sungguh-sungguh. Para Pejabat daerah mengirimkan surat khusus kepada Sang
Prabhu yang isinya mengeluhkan tingkah laku para pendatang baru ini. Namun,
tetap saja, ditanggapi acuh tak acuh. .@bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar