Selasa, 05 Februari 2013

Partai Itu (PKS) Telah Tamat Riwayatnya

Jurnalis Independen: Tulisan ini dicopas dari sebuah blog serba sejarah. Mungkin dari tulisan ini kita akan mendapatkan banyak manfaat, tentu saja untuk membuat catatan sejarah perpolitikan dan perpartaian di negeri yang semakin semrawut ini.
 

Kini, alhamdulillah, saya mulai bisa melepaskan PKS dari hati saya, dari pikiran saya, dan saya malah merasa plong. Selamat tinggal PKS. Pembicaraan dan pikiran mengenai PKS sudah sama sekali tidak menarik minat saya lagi, sudah sama seperti ketika membicarakan partai-partai politik yang lain. Dengan hati yang yakin, mantap dan ringan, dengan menyebut asma Allah Ta’ala, saya menyatakan menutup blog ini. (PKS Watch)

Di tahun 2006 saya pernah “dibisiki” seorang teman tentang blog yang bikin geger anak-anak PKS setidaknya ditingkat “akar rumput”, blog yang kemudian saya coba buka-buka karena penasaran ada apa di blog ini ?. “DOS” admin dari PKS Watch banyak menyajikan tulisan-tulisan yang saya yakin bisa “memerahkan telinga” para petinggi elit partai yang menjunjung tinggi “kepedulian”, “kebersihan” dan “profesional” dan juga tentunya pro dan kontra atas setiap tulisan dan komentar mewarnai blog dengan rating yang tinggi yang membuat iri para blogger di jamannya ;) , saya juga sempet kepikiran untuk memiliki blog semacam ini hanya saat itu belum punya nyali :P .

Tanggal 21 Juni 2010 akhirnya “DOS” mengakhiri blognya dan tak ada tulisan-tulisan kritis yang menghiasi blog ini yang ada hanya satu tulisan untuk mengucapkan “Selamat Tinggal PKS dan PKS Wacth“. “Saya akan menghentikan blog ini kalau PKS kembali lurus atau sudah rusak parah, maka point kedua sudah terjadi. Inilah sebabnya saya buat tulisan ini, ini sebabnya saya kemudian memutuskan untuk menutup blog ini secara permanen, bukan dalam rangka pembekuan sementara”. Inilah yang menjadi alasan “DOS” untuk menutup blognya secara permanen.

“Kita harus masuk ke dalam parlemen agar orang-orang kafir jangan sampai menang dan membuat kebijakan yang merugikan umat Islam” . sebuah statement yang pernah saya denger di awal-awal reformasi ketika gerakan dakwah tertentu memilih jalur parlemen untuk melakukan sebuah perubahan.

Kini saya jumpai keluhan-keluhan diantara temen-temen PKS yang sudah “lelah” melihat kondisi partainya sekarang “Dulu saya aktif di PK. Sekarang, saya sudah muak. PKS tidak sama dengan PK. Militansinya jauh beda. Kualitas kader menurun jauh. Buat apa saya habiskan waktu dengan jamaah yang seperti ini?”

“DOS” dan tentunya yang lainnya pantas kecewa, karena hanya dalam waktu sepuluh tahun, PKS yang awal berdirinya menggunakan prinsip “al-hizbu huwal jama’ah, wal jama’ah hiyal hizb” (partai adalah jama’ah, dan jama’ah adalah partai), di mana PKS yang hakikatnya representasi Jamaah Ikhwan itu, kini telah mengambil jalan baru, yang ingin dicitrakan lebih inklusif, dan tidak eksklusif, kemudian memilih sebagai partai : terbuka.

Ketua Majelis Syuro Hilmi Aminuddin, menegaskan, inklusifitas yang dibangun PKS saat ini sebagai bagian dari konsekuensi pelaksanaan ajaran Islam. Ajaran Islam, kata Hilmi, harus menerima pluralitas sebagai kesadaran positif mendorong dinamika kehidupan.

“Inklusif ini bukan taktik atau strategi, tapi pelaksanaan ajaran Islam yang hakiki”, tegasnya. Hilmi Aminuddin, menambahkan, bahwa cita-cita untuk menjadikan PKS sebagai partai terbuka, sejatinya sudah sejak Munas di Bali tahun 2008.

Pernyataan yang lebih ambisius, secara ekplisit disampaikan oleh Sekjen PKS Anis Matta, yang menyatakan, “Kami harus mengadakan lompatan besar untuk masuk menjadi tiga besar pada pemilu 2014”, ujar Anis Matta.

    “Parpol Islam harus tidak lagi menampilkan citra yang kaku, eksklusif dan ideologis, melainkan justru tampil segar, ringan, pluralis”, tegasnya.

“Isu ‘Negara Islam’ dan ‘Piagam Jakarta’ tak mampu menguatkan identifikasi pemilih muslim kepada parpol Islam. Perubahan substansial harus dilakukan parpol Islam”, tambah Fahri Hamzah, Wakil Sekjen PKS.

PKS memang bertekad melakukan perubahan mendasar dalam gerakan politiknya ke depan, dengan mulai membuka diri sebagai partai politik yang lebih terbuka dari berbagai kalangan. Hal itu terlihat dari sikap PKS yang ingin merangkul non-muslim, bukan saja sebagai anggota partai atau anggota legislatif, tetapi juga pengurus partai dari DPC hingga DPP. Ini terkait dengan langkah kebijakan yang menginginkan PKS menjadi partai tiga besar.

“Apapun agamanya (Yahudi, Nashara, Hindu, Budha) sepanjang memiliki garis perjuangan yang sama, adalah warga PKS”, kata Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaq menjelang pembukaan Munas. (sumber)

Apa yang disampaikan oleh para petinggi partai diatas mendapat banyak kritikan oleh berbagai kalangan akan konsistensi partai yang mengusung  3 paradigma kepartaian yaitu sebagai “partai dakwah”, “partai kader” dan “partai nasional”.

Sekjen PKS Anis Matta mengatakan bahwa mereka ingin keluar dari tema-tema sempit, dalam rangka mengubah citra Islamis, dengan jargon “PKS Untuk Semua”. Ini bukan pertama kalinya diungkap oleh Anis Matta, PKSOnline tanggal 23 Januari 2009 juga mencatat pernyataan semacam ini dari Anis Matta, bahwa era politik aliran sudah berakhir. Lalu diperkuat lagi dengan pernyataan wakil Sekjen Zulkiflimansyah pada tanggal 30 Januari 2009, bahwa syariat Islam itu sudah agenda masa lalu.

Jadi misi-misi dakwah seperti pemurnian akidah tauhid, penegakan nilai syari’ah, adalah hal-hal yang sudah tidak relevan lagi buat PKS dan dianggap sebagai tema yang sempit. Nastaghfirullah, padahal tidaklah Allah Ta’ala mengutus para nabi dan rasul kecuali untuk tugas-tugas ini, tapi ternyata itu ditegaskan sebagai hal yang tidak relevan lagi oleh PKS.

Lalu dalam munas 2010 hal ini lebih ditegaskan lagi, sampai kepada masalah teknis seperti pengurus dari daerah hingga pusat yang tidak perlu berikrar syahadat lagi sehingga bisa diduduki oleh kalangan non muslim. Jelas ini sudah menyimpang sangat jauh.

Tujuannya sudah jelas, ingin mengubah diri menjadi partai “aliran tengah”, terbuka dan nasionalis. Hal ini dalam koridor hukum di Indonesia sah-sah saja. Tapi saya jadi merasa tertipu, karena dulu saya mendukung dan mencintai PKS karena adanya tujuan penegakan nilai-nilai Islam di Indonesia melalui koridor konstitusional, meskipun dengan cara yang lambat karena harus dibarengi dengan dakwah kepada masyarakat, bahwa masyarakat yang memilih PKS memang karena mereka menyadari pentingnya sebuah wasilah dakwah di ranah politik. (sumber)

Keterbukaan dan Keinklusifan PKS adalah pukulan telak dan tawa lebar penganut liberalisme. PKS memang telah terjajah wacananya. Kekeliruan PKS adalah kesalahannya merespon tantang kaum liberal yang menyatakan Islam itu sempit dan tidak maju. Syariat Islam adalah Fundamentalis dan moderat adalah humanis. Demokrasi adalah Hak Asasi Manusia, sedangkan Tauhid adalah anomali.

Kaum liberal dan musuh-musuh Allah, tahu betul bagaimana menundukkan Jamaah-jamaah Islam. Kegigihan mereka membaca buku dan diskusi, tinimbang kader PKS sendiri mungkin membuat mereka memiliki wawasan dalam mengaburkan definisi-definisi. Ini selaras seperti apa yang diungkap oleh Ahmad Thompson dalam bukunya Sistem Dajjal. Bahwa karakteritik sistem kafir ini ialah mengaburkan definisi Normal dan Abnormal. Legal dan illegal. Kaum muslim sebisa mungkin hanya menerima definisi dari Sistem Dajjal yang sesuai kepetingin sistem kafir tersebut.

Akhirnya, kita tanpa sadar tergiring mereduksi identitas muslim kita. Umat muslim seperti mengalami internal defeat dalam membuka lebar-lebar status keislamannya. Naudzubillah. Selanjutnya, berhubungan dengan terjajahnya PKS oleh Hegemoni Posmomodernime. Bisa terlihat dari ucapan Sekjen PKS dalam wawancara dengan Rahma Sarita dari Tv One. ”Bahwa diskusi Islam dan Nasionalis sudah selesai, kami tidak mau dibatasi pada hal itu, kami ingin melangkah maju menuju internasionalisme partai.” (Sumber)

Ketua Bidang Politik dan Legislatif Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Priyo Budi Santoso memperkirakan langkah Partai Keadilan Sejahtera memosisikan sebagai partai terbuka akan menuai risiko keluarnya sebagian pemilih konservatif.

    Kalau hal itu sampai terjadi saya memperkirakan pemilih konservatif yang kecewa terhadap perpindahan posisi PKS akan mengalihkan suaranya ke partai Islam lainnya seperti PPP dan PKB.

– Priyo Budi Santoso

“Kalau hal itu sampai terjadi saya memperkirakan pemilih konservatif yang kecewa terhadap perpindahan posisi PKS akan mengalihkan suaranya ke partai Islam lainnya seperti PPP dan PKB,” kata Priyo Budi Santoso menjawab pertanyaan pers di Gedung DPR, Jakarta, Senin. Menurut dia, larinya sebagian pemilih PKS yang berpandangan konservatif karena menilai partai tersebut sudah tidak aspiratif lagi.

    Selama ini, katanya, PKS dikenal sebagai partai Islam dan sangat kental dengan idiom-idiom Islam. Kalau sekarang PKS memosisikan sebagai partai terbuka dan moderat, maka dia memasuki wilayah nasionalis.

“Keinginan pimpinan PKS memosisikan diri sebagai partai terbuka guna mendapat dukungan lebih luas sah-sah saja, tapi dikhawatirkan justru akan membuat sebagian pemilihnya pindah ke partai Islam lainnya,” kata Wakil Ketua DPR ini. (sumber)

Terakhir saya mengambil catatan Mata Najwa dalam edisi Metamorfosa PKS, Mata Najwa memberikan catatannya :

“Sejarah kepartaian kita yang masih dilandasi  politik aliran membagi ideologi partai hanya menjadi dua saja kelompok nasionalis dan kelompok keagamaan. Pembagian kelompok itupun tak lagi hitam putih karena semua partai praktis menyebut diri sebagai PARTAI NASIONALIS-RELIGIUS untuk lebih menampakan wajah Indonesia. Ideologi atau azas apapun namanya Pancasila atau Islam, Sosialis atau Demokrat sudah tidak relevan lagi, karena para pemilih sudah semakin kurang  percaya kepada partai dan politisi.

Kini menjadi tanda tanya apakah yang dilakukan PKS hanyalah strategi politik semata yang sifatnya cuma sementara, yang dimotivasi kepentingan sesaat ataukah PKS sedang bermetamorfosa dari partai tertutup dengan agenda tertentu menjadi partai inklusif yang terbuka untuk semua kalangan ?. Yang jelas dalam kehidupan metamorfosa seharusnya menciptakan kepompong menjadi kupu-kupu, kecebong menjadi katak, atau serangga kecil menjadi serangga dewasa.

    Namun metamorfosa politik terkadang tak ubahnya wajah seorang wanita yang dipoles pupur, gincu dan maskara untuk mengunjungi pesta, namun harus segera di cuci bersih saat tiba di rumah.

PKS yang mana? waktu yang akan menjawabnya…”
Catatan dari Kopral Cepot : Emang kalo mantan tukang dakwah jago berkilah … hanya patut diingat kita sedang membuat sejarah..  kata, hati dan langkah musti searah kalo enggak penonton bakal tertawa hua ha ha ha hah :lol:

*sumber gambar voa islam.

Tidak ada komentar: