Senin, 11 Februari 2013

Ki Terik Lamongan


Jurnalis Independen: Latar belakang , Upacara Tradisional Mendhak/ Nyanggring di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan , Propinsi Jawa Timur.


Ki Terik adalah merupakan tokoh pertama atau cikal bakal masyarakat Desa Tlemang. Beliau masih termasuk keluarga raja Mataram. Mengenai siapa sebenarnya Ki Terik itu dan bagaimana ia dapat sampai di Desa Tlemang, menurut keterangan warga ma­syarakat Desa Tlemang ada dua versi. Pertama, keterangan dari sebagian warga masyarakat Desa Tlemang yang mengatakan bahwa Ki Terik itu dahulunya bernama Raden Nurlali. Beliau me­ninggalkan Kerajaan Mataram karena merasa tidak senang adanya campur tangan Belanda terhadap pemerintahan Kerajaan Mata­ram.

Dalam pengembaraannya ini Raden Nurlali menuju ke Jawa Timur, mengabdi dan berguru kepada Sunan Giri di Gresik. Sete­lah beberapa waktu berguru dan ia dipandang cakap oleh Sunan Giri, maka Raden Nurlali diberi tugas untuk menyebarkan agama Islam di daerah Lamongan bagian barat daya. Di samping menyebarkan agama, Raden Nurlali oleh Sunan Giri juga diberi tugas untuk memberantas brandal atau perampok yang mengganggu keamanan dan ketentraman daerah Lamongan. Brandal atau perampok-perampok itu umumnya bersembunyi di daerah Lamongan bagian barat daya yang sekarang dikenal dengan Desa Tlemang.

Dalam melaksanakan tugasnya ini, Raden Nurlali oleh Sunan Giri (Sunan Prapen) diberi senjata atau pusaka andalan yaitu Sanggruk Semalang gandring. Dengan bekal pengetahun dan sen­jata/pusaka yang didapat dari Sunan Giri itu, ternyata memper­mudah tugas Raden Nurlali. Dalam waktu yang relatif singkat, Raden Nurlali dapat dikatakan berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, terutama dalam hal menegakkan ketenteraman dan membrantas kejahatan di ‘daerah Lamongan bagian barat daya. Semua brandal-brandal yang bersembunyi di daerah ini, satu persatu dapat ditundukkan oleh Racjen Nurlali. Bahkan oleh war­ga masyarakat daerah ini Raden Nurlali kemudian diangkat menja­di pemimpin mereka.

Raden Nurlali memang termasuk orang yang terkenal dan di­anggap sangat sakti oleh warga masyarakat di daerah Lamongan bagian barat daya. Beliau selain memiliki pusaka andalan Sang­gruk Semalang Gandring, juga masih mempunyai pusaka andalan yang lain, yaitu berupa tongkat wasiat yang diberi nama Wulung Gading. Tongkat ini jika ditancapkan pada tanah dapat tumbun daun yang muda (terik/tukul). Bahkan ada yang menceriterakan bahwa kesaktian Raden Nurlali dapat menumbuhkan daun muda itu tidak hanya terbatas pada tongkat wasiatnya saja. Beliau juga dapat menumbuhkan daun muda pada setiap kayu yang sudah ke­ring, jika kayu itu ditancapkan ke dalam tanah. Oleh karena itu­lah kemudian dan sampai sekarang Raden Nurlali dikenal dengan sebutan Ki Terik.

Keberhasilan Raden Nurlali dalam menegakkan ketentraman dan membrantas kejahatan itu tentu saja sangat menyenangkan Sunan Giri. Sebagai penghargaan jasanya, kemudian Raden Nurlali diangkat menjadi pemimpin masyarakat Desa Tlemang. Untuk meresmikan pengangkatannya itu, maka secara formal diadakan Upacara Wisuda. Upacara wisuda ini dihadiri oleh Sunan Giri IV (Sunan Prapen), para pejaat yang lain, dan para tamu yang terdiri dari sahabat-sahabat Raden Nurlai atau Ki Terik.

Untuk menghormat para tamu dan khususnya Sunan Giri beserta para pengikutnya, maka Ki Terik mengerahkan warganya untuk menyajikan masakan yang dibuat secara sederhana dari hasil daerah setempat dengan bumbu seadanya. Bahkan yang memasak – pun hanya orang laki-laki saja. Kegiatan Wisuda inilah oleh masya­rakat setempat diberi nama selamatan Sanggring yang dileluri sampai sekarang. Perlu ditambahkan di sini bahwa Raden Nurlali yang kemudian dikenal Ki Terik itu mempunyai dua orang saudara seperguruan. Masing-masing dari saudara seperguruannya ini juga dikenal me­miliki kesaktian. Tetapi antara yang satu dengan yang lain, kesak­tiannya itu sangat berbeda. Yang satu dapat menciptakan api, se­hingga ia kemudian lebih dikenal dengan sebutan atau nama Ki Bromogeni. Sedangkan yang satunya lagi dapat menciptakan sum­ber air, sehingga ia lebih dikenal dengan sebutan atau nama Ki Ngembes dan juga ada yang menyebut Ki Bromogedali.

Mengenai tempat kedudukan kedua orang saudara sepergu­ruan Raden Nurlali atau Ki Terik ini ialah Ki Bromogeni di Nyungyang dan Ki Ngembes (Bromogedali) di Ngembes. Sampai sekarang kedua desa tersebut masih ada dan leaknya tidak terlalu jauh de­ngan desa Tlemang. Bahkan warga masyarakat ketiga wilayah desa itu sampai sekarang masih merasa terikat sebagai saudara atau sa­habat yang akrab.

Menurut sebagian warga masyarakat Desa Tlemang yang lain, mengatakan bahwa Ki Terik itu pada ma­sa mudanya bernama Raden Panji Putro. Beliau ini masih termasuk salah satu diantara putra saudara muda raja Mataram.

Mengenai bagaimana Raden Panji Putro itu dapat sampai di Desa Tlemang, ceriteranya sebagai berikut. Dahulu, raja Mataram mempunyai seorang putri yang sakit buduk (kusta). Karena raja merasa malu, putri ini dibuang ke te­ngah laut dengan sebuah perahu. Namun karena nasib baik, ia di­tolong oleh seorang pedagang Belanda dan dipelihara sampai sem- buh. Bahkan setelah sembuh, putri tersebut diambil menjadi istri-
nya.

Dari hubungan perkawinan antara pedagang Belanda dengan putri raja Mataram yang dibuang itu lahirlah seorang anak yang bernama New Steber. Setelah besar dan atas petunjuk ibunya, New Steber meminta warisan sebagian tanah kepada raja Mataram. Karena dapat membuktikan bahwa ia masih cucunya sendiri, maka permintaan New Steber dikabulkan oleh raja Mataram.

Keputusan raja ini ternyata ditentang oleh saudaranya (adik-nya), sehingga terjadilah pertengkaran dan bahkan konflik fisik antara kelompok New Steber (Belanda) dengan keluarga paman- nya. Dalam konflik fisik ini New Steber yang dibantu oleh pa-
sukan Kompeni Belanda berhasil membunuh pamannya.

Namun tiga orang anaknya berhasil lari menyelamatkan diri. Ketiga orang bersaudara ini lari ke timur dan mengembara hingga sampai ke daerah wilayah Lamongan. Salah satu dari ketiga orang bersaudara itu bernama Raden Panji Putro. Dalam pengembaraannya itu Raden Panji Putro ber-hasil membuka hutan di witeyah Desa Tlemang sekarang. Bahkan kemudian oleh masyarakat Desa Tlemang Beliau diangkat menjadi pimpinannya.

Raden Panji Putro memang terkenal sebagai sakti dan dikagu-mi oleh warga masyarakat Desa Tlemang. Beliau dapat menum-buhkan daun muda pada setiap tongkat atau kayu yang sudah ke-ring, apabila tongkat atau kayu itu ditancangkan ke dalam tanah.Karena kemampuannya itulah kemudian sampai sekarang Raden Panji Putro dikenal dengan sebutan atau nama Ki Terik. (Terik artinya thukul atau tumbuh).

Seperti halnya Raden Panji Putro kedua saudaranya juga me- miliki kesaktian. Yang seorang dapat menumbuhkan sumber air, sehingga kemudian ia dikenal sebutan Ki Ngembes atau Ki Bromo-gedali. Sedangkan yang seorang lagi dapat menciptakan api, sehing-ga kemudian ia lebih dikenal dengan sebutan Ki Bromogeni. Se-lanjutnya Ki Bromogeni berkedudukan di Nyungyang dan Ki Bro-mogedali berkedudukan di Ngembes.

Setelah tiga orang bersaudara itu berhasil menyelamatkan diri dan membuka hutan untuk daerah pemukiman baru, maka mereka mengadakan upacara selamatan. Upacara  Selamatan ini dimaksud kan sebagai sarana mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melindungi dari bencana, dan selain itu juga se­bagai cara wisuda bagi kepemimpinan Ki Terik di wilayah Desa Tlemang.

Perlu dijelaskan di sini, bahwa mengingat daerah baru yang dibuka ini belum banyak menghasilkan, maka upacara selamatan wisuda diadakan secara sederhana atau seadanya saja. Bahkan yang memasakpun hanya terdiri dari kaum laki-laki saja. Namun demi­kian, upacara selamatan ini dapat dilaksanakan dengan hikmat dan mendapat dukungan dari semua warga masyarakat. Kegiatan upacara selamatan inilah oleh masyarakat setempat diberi nama selamatan Nyanggring dan dileluri sampai sekarang.

Terlepas dari kebenaran dua versi ceritera tersebut di atas, ternyata sampai sekarang, meskipun Ki Terik telah tiada, Beliau masih tetap dihormati oleh warga masyarakat Desa Tlemang. Ki Terik selain dianggap memiliki kesaktian yang istimewa, Beliau juga dianggap sebagai cikal bakal Desa Tlemang. Oleh sebab itulah setiap tahun sekali yaitu pada tanggal 27 Jumadilawal masyarakat Desa Tlemang menyelenggarakan Upacara tradisional Mendhak atau Nyanggring.

Adapun maksud dan tujuan diselenggarakan Upacara Tradisio­nal Mendhak/Nyanggring ialah untuk menyatakan rasa syukur ke pada Tuhan Yang Maha Esa atas keselamatan dan rejeki yang telah diterima oleh warga masyarakat Desa Tlemang. Selain itu, upacara ini juga untuk memperingati hari wisuda Ki Terik sewaktu Beliau diangkat menjadi pimpinan masyarakat Desa Tlemang.

Bagi warga masyarakat Desa Tlemang, hari wisudanya Ki Terik menjadi pimpinan ini memang sangat penting arti nya, ka­rena peristiwa itu merupakan awal adanya tatanan baru yang sa­ngat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Setelah Ki Te­rik resmi menjadi pimpinan, kehidupan dalam masyarakat menjadi tentram penuh kesejahteraan lahir dan batin.

Semua brandal yang selama ini menjadi perusuh menjadi takut dan kembali ke jalan yang benar. Mereka bersama-sama dengan warga yang lain ikut membangun desa dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh ka­rena itu, sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ki Terik dan untuk menghormat arwah Beliau, maka diselenggarakanlah Upaca­ra Mendhak/Nyanggring@http://jawatimuran.wordpress.com

Tidak ada komentar: