Jurnalis Independen: Latar belakang ,
Upacara Tradisional Mendhak/ Nyanggring di Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang,
Kabupaten Lamongan , Propinsi Jawa Timur.
Ki Terik adalah
merupakan tokoh pertama atau cikal bakal masyarakat Desa Tlemang. Beliau masih
termasuk keluarga raja Mataram. Mengenai siapa sebenarnya Ki Terik itu dan
bagaimana ia dapat sampai di Desa Tlemang, menurut keterangan warga masyarakat
Desa Tlemang ada dua versi. Pertama, keterangan dari sebagian warga masyarakat
Desa Tlemang yang mengatakan bahwa Ki Terik itu dahulunya bernama Raden
Nurlali. Beliau meninggalkan Kerajaan Mataram karena merasa tidak senang
adanya campur tangan Belanda terhadap pemerintahan Kerajaan Mataram.
Dalam
pengembaraannya ini Raden Nurlali menuju ke Jawa Timur, mengabdi dan berguru
kepada Sunan Giri di Gresik. Setelah beberapa waktu berguru dan ia dipandang
cakap oleh Sunan Giri, maka Raden Nurlali diberi tugas untuk menyebarkan agama
Islam di daerah Lamongan bagian barat daya. Di samping menyebarkan agama, Raden
Nurlali oleh Sunan Giri juga diberi tugas untuk memberantas brandal atau
perampok yang mengganggu keamanan dan ketentraman daerah Lamongan. Brandal atau
perampok-perampok itu umumnya bersembunyi di daerah Lamongan bagian barat daya
yang sekarang dikenal dengan Desa Tlemang.
Dalam
melaksanakan tugasnya ini, Raden Nurlali oleh Sunan Giri (Sunan Prapen) diberi
senjata atau pusaka andalan yaitu Sanggruk Semalang gandring. Dengan bekal
pengetahun dan senjata/pusaka yang didapat dari Sunan Giri itu, ternyata
mempermudah tugas Raden Nurlali. Dalam waktu yang relatif singkat, Raden
Nurlali dapat dikatakan berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, terutama
dalam hal menegakkan ketenteraman dan membrantas kejahatan di ‘daerah Lamongan
bagian barat daya. Semua brandal-brandal yang bersembunyi di daerah ini, satu
persatu dapat ditundukkan oleh Racjen Nurlali. Bahkan oleh warga masyarakat
daerah ini Raden Nurlali kemudian diangkat menjadi pemimpin mereka.
Raden Nurlali
memang termasuk orang yang terkenal dan dianggap sangat sakti oleh warga
masyarakat di daerah Lamongan bagian barat daya. Beliau selain memiliki pusaka
andalan Sanggruk Semalang Gandring, juga masih mempunyai pusaka andalan yang
lain, yaitu berupa tongkat wasiat yang diberi nama Wulung Gading. Tongkat ini
jika ditancapkan pada tanah dapat tumbun daun yang muda (terik/tukul). Bahkan
ada yang menceriterakan bahwa kesaktian Raden Nurlali dapat menumbuhkan daun
muda itu tidak hanya terbatas pada tongkat wasiatnya saja. Beliau juga dapat
menumbuhkan daun muda pada setiap kayu yang sudah kering, jika kayu itu
ditancapkan ke dalam tanah. Oleh karena itulah kemudian dan sampai sekarang
Raden Nurlali dikenal dengan sebutan Ki Terik.
Keberhasilan
Raden Nurlali dalam menegakkan ketentraman dan membrantas kejahatan itu tentu
saja sangat menyenangkan Sunan Giri. Sebagai penghargaan jasanya, kemudian
Raden Nurlali diangkat menjadi pemimpin masyarakat Desa Tlemang. Untuk
meresmikan pengangkatannya itu, maka secara formal diadakan Upacara Wisuda.
Upacara wisuda ini dihadiri oleh Sunan Giri IV (Sunan Prapen), para pejaat yang
lain, dan para tamu yang terdiri dari sahabat-sahabat Raden Nurlai atau Ki
Terik.
Untuk menghormat
para tamu dan khususnya Sunan Giri beserta para pengikutnya, maka Ki Terik
mengerahkan warganya untuk menyajikan masakan yang dibuat secara sederhana dari
hasil daerah setempat dengan bumbu seadanya. Bahkan yang memasak – pun hanya
orang laki-laki saja. Kegiatan Wisuda inilah oleh masyarakat setempat diberi
nama selamatan Sanggring yang dileluri sampai sekarang. Perlu ditambahkan di
sini bahwa Raden Nurlali yang kemudian dikenal Ki Terik itu mempunyai dua orang
saudara seperguruan. Masing-masing dari saudara seperguruannya ini juga dikenal
memiliki kesaktian. Tetapi antara yang satu dengan yang lain, kesaktiannya
itu sangat berbeda. Yang satu dapat menciptakan api, sehingga ia kemudian
lebih dikenal dengan sebutan atau nama Ki Bromogeni. Sedangkan yang satunya
lagi dapat menciptakan sumber air, sehingga ia lebih dikenal dengan sebutan
atau nama Ki Ngembes dan juga ada yang menyebut Ki Bromogedali.
Mengenai tempat
kedudukan kedua orang saudara seperguruan Raden Nurlali atau Ki Terik ini
ialah Ki Bromogeni di Nyungyang dan Ki Ngembes (Bromogedali) di Ngembes. Sampai
sekarang kedua desa tersebut masih ada dan leaknya tidak terlalu jauh dengan
desa Tlemang. Bahkan warga masyarakat ketiga wilayah desa itu sampai sekarang
masih merasa terikat sebagai saudara atau sahabat yang akrab.
Menurut sebagian
warga masyarakat Desa Tlemang yang lain, mengatakan bahwa Ki Terik itu pada masa
mudanya bernama Raden Panji Putro. Beliau ini masih termasuk salah satu
diantara putra saudara muda raja Mataram.
Mengenai
bagaimana Raden Panji Putro itu dapat sampai di Desa Tlemang, ceriteranya
sebagai berikut. Dahulu, raja Mataram mempunyai seorang putri yang sakit buduk
(kusta). Karena raja merasa malu, putri ini dibuang ke tengah laut dengan
sebuah perahu. Namun karena nasib baik, ia ditolong oleh seorang pedagang
Belanda dan dipelihara sampai sem- buh. Bahkan setelah sembuh, putri tersebut
diambil menjadi istri-
nya.
Dari hubungan
perkawinan antara pedagang Belanda dengan putri raja Mataram yang dibuang itu
lahirlah seorang anak yang bernama New Steber. Setelah besar dan atas petunjuk
ibunya, New Steber meminta warisan sebagian tanah kepada raja Mataram. Karena
dapat membuktikan bahwa ia masih cucunya sendiri, maka permintaan New Steber
dikabulkan oleh raja Mataram.
Keputusan raja
ini ternyata ditentang oleh saudaranya (adik-nya), sehingga terjadilah
pertengkaran dan bahkan konflik fisik antara kelompok New Steber (Belanda)
dengan keluarga paman- nya. Dalam konflik fisik ini New Steber yang dibantu
oleh pa-
sukan Kompeni
Belanda berhasil membunuh pamannya.
Namun tiga orang
anaknya berhasil lari menyelamatkan diri. Ketiga orang bersaudara ini lari ke
timur dan mengembara hingga sampai ke daerah wilayah Lamongan. Salah satu dari
ketiga orang bersaudara itu bernama Raden Panji Putro. Dalam pengembaraannya
itu Raden Panji Putro ber-hasil membuka hutan di witeyah Desa Tlemang sekarang.
Bahkan kemudian oleh masyarakat Desa Tlemang Beliau diangkat menjadi
pimpinannya.
Raden Panji Putro
memang terkenal sebagai sakti dan dikagu-mi oleh warga masyarakat Desa Tlemang.
Beliau dapat menum-buhkan daun muda pada setiap tongkat atau kayu yang sudah
ke-ring, apabila tongkat atau kayu itu ditancangkan ke dalam tanah.Karena
kemampuannya itulah kemudian sampai sekarang Raden Panji Putro dikenal dengan
sebutan atau nama Ki Terik. (Terik artinya thukul atau tumbuh).
Seperti halnya
Raden Panji Putro kedua saudaranya juga me- miliki kesaktian. Yang seorang
dapat menumbuhkan sumber air, sehingga kemudian ia dikenal sebutan Ki Ngembes
atau Ki Bromo-gedali. Sedangkan yang seorang lagi dapat menciptakan api,
sehing-ga kemudian ia lebih dikenal dengan sebutan Ki Bromogeni. Se-lanjutnya
Ki Bromogeni berkedudukan di Nyungyang dan Ki Bro-mogedali berkedudukan di
Ngembes.
Setelah tiga
orang bersaudara itu berhasil menyelamatkan diri dan membuka hutan untuk daerah
pemukiman baru, maka mereka mengadakan upacara selamatan. Upacara Selamatan ini dimaksud kan sebagai sarana
mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melindungi dari
bencana, dan selain itu juga sebagai cara wisuda bagi kepemimpinan Ki Terik di
wilayah Desa Tlemang.
Perlu dijelaskan
di sini, bahwa mengingat daerah baru yang dibuka ini belum banyak menghasilkan,
maka upacara selamatan wisuda diadakan secara sederhana atau seadanya saja.
Bahkan yang memasakpun hanya terdiri dari kaum laki-laki saja. Namun demikian,
upacara selamatan ini dapat dilaksanakan dengan hikmat dan mendapat dukungan
dari semua warga masyarakat. Kegiatan upacara selamatan inilah oleh masyarakat
setempat diberi nama selamatan Nyanggring dan dileluri sampai sekarang.
Terlepas dari
kebenaran dua versi ceritera tersebut di atas, ternyata sampai sekarang,
meskipun Ki Terik telah tiada, Beliau masih tetap dihormati oleh warga
masyarakat Desa Tlemang. Ki Terik selain dianggap memiliki kesaktian yang
istimewa, Beliau juga dianggap sebagai cikal bakal Desa Tlemang. Oleh sebab
itulah setiap tahun sekali yaitu pada tanggal 27 Jumadilawal masyarakat Desa
Tlemang menyelenggarakan Upacara tradisional Mendhak atau Nyanggring.
Adapun maksud
dan tujuan diselenggarakan Upacara Tradisional Mendhak/Nyanggring ialah untuk
menyatakan rasa syukur ke pada Tuhan Yang Maha Esa atas keselamatan dan rejeki
yang telah diterima oleh warga masyarakat Desa Tlemang. Selain itu, upacara ini
juga untuk memperingati hari wisuda Ki Terik sewaktu Beliau diangkat menjadi
pimpinan masyarakat Desa Tlemang.
Bagi warga
masyarakat Desa Tlemang, hari wisudanya Ki Terik menjadi pimpinan ini memang
sangat penting arti nya, karena peristiwa itu merupakan awal adanya tatanan
baru yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Setelah Ki Terik
resmi menjadi pimpinan, kehidupan dalam masyarakat menjadi tentram penuh
kesejahteraan lahir dan batin.
Semua brandal
yang selama ini menjadi perusuh menjadi takut dan kembali ke jalan yang benar.
Mereka bersama-sama dengan warga yang lain ikut membangun desa dalam berbagai
aspek kehidupan. Oleh karena itu, sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ki
Terik dan untuk menghormat arwah Beliau, maka diselenggarakanlah Upacara
Mendhak/Nyanggring@http://jawatimuran.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar