Senin, 25 Februari 2013

Anas Urbaningrum masih “Didukung”, Ibas Jadi RT pun Tak Pantas

Jurnalis Independen: Anas Urbaningrum walau sampai pada episode akhir karir politiknya khususnya di Partai Demokrat, masih mendapatkan simpati dari sejawatnya. Sebaliknya, Edy Baskoro (Ibas) sebaiknya dijadikan sebagai Ketua RT terlebih dahulu untuk menguji pengabdiannya kepada rakyat sebelum menduduki jabatan baik politik dan pemerintahan.


Tidak hanya loyalis-loyalis Anas Urbaningrum saja yang simpatik dan bertandang ke rumah mantan Ketua Umum PB HMI itu, sejumlah tokoh dan politikus partai lain juga bertandang ke kediamannya Duren Sawit, Jakarta Timur. Salah satunya adalah Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang berkunjung malam tadi.

Priyo menceritakan bahwa dirinya telah lama berteman dengan Anas. Selain itu, istri Priyo dan Anas juga bersahabat.

"Ini adalah kunjungan saya secara personal karena Mas Anas sudah bersahabat sejak lama, sejak dia di UNAIR, saya dua tahun di atasnya di UGM. Sekarang karena Mas Anas sedang dapat ujian yang cukup serius makanya sebagai sahabat saya putuskan untuk bertemu," jelas Priyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/2).

Ketua DPP Partai Golkar ini menceritakan jika dirinya menemui Anas di kediaman Duren Sawit diantar oleh Wasekjen DPP Partai Demokrat, Saan Mustopa. Dia menyampaikan rasa empati karena ujian yang dihadapi Anas.

Priyo mengaku kaget tatkala dirinya berkunjung di rumah Anas. Pasalnya tidak sedikit aktivis-aktivis muda datang ke rumah mantan anggota KPU tersebut.

"Saya di sana baru kaget ternyata kawan aktivis muda ada di sana juga tapi kita tidak janjian. Ketika saya ngobrol berdua dengan dia, saya beritahu Mas Anas, bahwa Anda tidak sendirian, sahabat seperti saya masih berteman sehingga saya doakan semoga berjalan baik," cerita Priyo.

"Saya katakan Mas Anas tegar banyak senyum, dia teruji dari segi kepemimpinan, kebetulan saya dan dia aktivis satu generasi, sudah pada tempatnya sebagai teman dekat menyambanginya," sambungnya.

Seperti diketahui, KPK resmi menetapkan Anas sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah berkaitan dengan pembangunan proyek sport center di Hambalang. Anas dikenakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31/99 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal itu, maksimal hukumannya 20 tahun penjara.

Berikut episode kejatuhan Anas dari singgasana Demokrat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus suap proyek Hambalang. Anas langsung dicegah ke luar negeri. Di saat yang sama, Anas juga dilengserkan dari jabatannya di Partai Demokrat.

Jatuhnya Anas dari ketua umum Partai Demokrat, layaknya sebuah kejatuhan oleh operasi intelejen. Semua berjalan secara sistematis.

Berikut kronologi jatuhnya Anas dari singasana Demokrat, sekaligus rangkaian kasus Hambalang yang menjeratnya.

21 Februari 2012

Mantan bendahara Partai Demokrat Nazaruddin menyebutkan ada aliran uang Hambalang ke kongres Partai Demokrat Rp 100 miliar. Uang itu digunakan untuk para pendukung Anas. Sebelumnya Nazaruddin juga menuding Anas terlibat mengurusi proyek Hambalang dan menerima Toyota Harier seharga Rp 670 juta.

9 Maret 2012

Anas bereaksi terhadap tudingan Nazaruddin. Dia mengucapkan sumpahnya yang terkenal.

"Jika Anas terbukti melakukan korupsi satu rupiah saja, saya siap di gantung di Monas," kata Anas menegaskan, saat ditanya kesiapannya menanggapi rencana pemanggilan oleh KPK.

23 April 2012

KPK memanggil istri Anas, Athiyyah Laila. Athiyah merupakan mantan pengurus PT Dutasari Citralaras. Perusahaan ini diketahui merupakan subkontrak dari join operasi yang dilakukan dua perusahaan BUMN, PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, pemenang proyek pembangunan kompleks olahraga Hambalang, Bogor.

27 Juni 2012

Anas Urbaningrum memenuhi panggilan KPK sebagai saksi dalam proyek Hambalang. Kala itu Anas didampingi sejumlah koleganya di Partai Demokrat.

4 Juli 2012

Anas diperiksa KPK untuk kedua kalinya.

3 Februari 2013

Survei-survei menunjukkan suara Partai Demokrat terus menurun akibat selalu dikait-kaitkan dengan kasus korupsi Anas. Dua elite Partai Demokrat Jero Wacik dan Syarif Hassan meminta SBY turun tangan untuk menyelesaikan polemik itu. Mereka menuding Demokrat tersandera oleh kasus hukum Anas.

7 Februari 2013

Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan. Dari Cikeas dia mengumumkan mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat dari tangan Anas. SBY juga meminta Anas konsentrasi pada masalah hukumnya.

10 Februari 2013

SBY meminta kader Demokrat menandatangani 10 pakta integritas. Salah satu poin menyebutkan kader yang terlibat korupsi harus mundur.

"Sebagai pejabat publik saya akan mencegah dan menghindarkan diri dari perbuatan korupsi termasuk suap yang melawan hukum dan merugikan negara, serta dari narkoba, asusila dan pelanggaran berat lainnya. Dalam hal saya ditetapkan sebagai tersangka, terdakwa dan terpidana maka sesuai dengan kode etik Partai Demokrat yang telah disahkan pada tanggal 24 Juli 2011 maka saya akan menerima sanksi sesuai ketentuan partai yang telah ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Partai Demokrat."

22 Februari 2013

Jumat Sore, KPK mengumumkan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus Hambalang. KPK juga mencegah Anas bepergian ke luar negeri.

23 Februari 2013

Anas mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Dia melepaskan jaket biru kebanggaannya karena mengaku ini menjadi orang yang merdeka. Anas pun menyampaikan apa yang terjadi hari ini baru halaman pertama.

Dijadikannya Baskoro (Ibas) sebagai salah satu Plt Ketum PD, menandakan jika di tubuh partai mercy itu kental aroma nepotisme dan politikus kelas Coro. “Minggatnya” Ibas dari kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menadakan jiwa pecundangnya.

Ibas lebih baik dijadikan sebagai Ketua Rukun Tetangga (RT) terlebih dahulu agar mengerti cara-cara mengabdi kepada masyarakat tanpa pamrih.


Rapat Majelis Tinggi Partai Demokrat di kediaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Bogor, Sabtu lalu membahas langkah-langkah strategis partai pasca-pengunduran diri Anas Urbaningrum. Dalam rapat dibahas juga soal pelaksana tugas sementara (Plt) ketua umum Partai Demokrat, yang ditinggalkan Anas.

"Jadi kami membahas pengunduran diri Anas. Sebelumnya jadi tersangka oleh KPK. Harus ada yang ambil alih tugas beliau. Rapat itu penting, DPP terus jalan," kata Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Assegaf, yang hadir dalam rapat, di di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/2).

Nurhayati menjelaskan, "Plt dijalankan Waketum, Sekjen dan direktur eksekutif." Saat ini, yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Demokrat adalah Max Sopacua dan Jhonny Allen Marbun. Sedangkan Sekjen adalah Edhie Baskoro (Ibas).

Menurut Nurhayati, berdasarkan AD/ART Partai Demokrat, jika ketua umum partai mundur maka harus digelar Kongres Luar Biasa (KLB). Namun, penyelenggaraan KLB tidak harus terburu-buru karena semua sedang prihatin pasca-penetapan Anas sebagai tersangka oleh KPK.

"Plt hanya sementara. Berdasar AD/ART Partai Demokrat harus dilaksanakan KLB. Tidak harus buru-buru. Kita semua prihatin dengan yang terjadi oleh Pak Anas, kita berpegang pada asas praduga tak bersalah dan berharap Anas terbebas dari hukuman," jelas Nurhayati.

"Kami belum bicara kapannya, DPP harus berjalan. Kader Demokrat harus tetap tenang, 8 langkah penyelamatan dan agenda Rapimnas tetap jalan," sambungnya.

Nurhayati belum mau mengungkapkan siapa calon pengganti Ketua Umum Partai Demokrat setelah ditinggalkan oleh Anas. Dirinya memastikan jika Ibas tetap Sekjen Partai Demokrat hingga tahun 2015.

Kemudian Nurhayati menambahkan jika calon Ketua Umum Partai Demokrat harus memenuhi kriteria-kriteria, yang salah satunya adalah dikenal dan diterima oleh DPD dan DPC Partai Demokrat seluruh Indonesia.

"Kami belum menyebut siapa untuk KLB. Ibas tetap sekjen hingga sampai 2015. Sama sekali belum berbicara. Kita semua memikirkan siapa yang pantas jadi ketua umum nanti KLB, yang pilih DPC dan DPD siapa yang kira-kira jadi ketua umum," jelas Nurhayati.

"Ada syarat untuk menjadi ketum yakni jadi anggota partai, kader Demokrat. Untuk jadi ketua umum harus dikenal DPC dan DPD. Kalau lihat kongres yang lalu persaingan cukup ketat," tandasnya.

Dagelan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dipertontonkan PD selama ini sungguh sangat menjijikan. Apa yang diharapkan dari seorang keturunan SBY bernama Edy Baskoro (Ibas) di tahun 2014, 2019? Sungguh suatu dagelan yang layak mendapatkan denda dengan digantung di tiang salib.@JI


Tidak ada komentar: