Koordinator Tim Pengacara Muslim
(TPM), Achmad Michdan mengatakan nyawa umat Islam seolah tak ada harganya.
Adanya ketidakadilan kejahatan kemanusiaan yang dialami umat Islam menjadi satu
bukti adanya diskriminasi.
Michdan mengungkapan ribuan nyawa
kaum Muslimin melayang di Ambon dan Poso, namun pemerintah hanya menganggapnya
sebagai kerusuhan saja.
“Untuk umat Islam itu nyawa
seakan tidak ada harganya. Kita tahu misalnya dalam kerusuhan Ambon itu sampai
sekitar tujuh ribu orang, kasus Poso sekitar tiga ribu orang, di Tobelo itu ada
ratusan. Sampai saat ini tanggung jawa pemerintah yang berkuasa terhadap
kejahatan kemanusiaan itu hanya dicap sebagai satu kasus kerusuhan saja,” kata
Achmad Michdan di hadapan ratusan hadirin di Aula Dewan Pers, Kebon Sirih,
Jakarta Pusat, Kamis (14/2/2013).
Berbanding terbalik dengan kasus
bom Bali I yang hanya menewaskan 250 orang asing, pemerintah secepat kilat
membuat Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan terorisme.
“Kejadian bom Bali itu hanya dua
ratus lima puluh orang, enam hari kemudian berlaku Perpu dan pelaku bom Bali
itu dikenakan Perpu, itu sebenarnya melanggar asas hukum,” ungkapnya.
Achmad Michdan dengan TPM yang
didirikannya telah menangani berbagai kasus yang menimpa para aktivis Islam
sejak tragedi Ambon dan Poso. Terkait banyaknya pelanggaran HAM yang dialami
umat Islam saat itu ia pun telah melaporkan ke Komnas HAM di periode-periode
sebelumnya. Namun hingga kini semua itu belum membuahkan hasil.
“Pada saat itu kita sudah
memberikan warning kepada pemerintah, bahwa telah terjadi diskriminasi terhadap
umat Islam. Ada ketidakadilan penanganan kejahatan kemanusiaan dan ini juga
telah kita laporkan ke Komnas HAM,” tuturnya.
Apalagi semenjak dibentuknya
Densus 88, pembantaian umat Islam ternyata terus berlangsung dengan dalih
memerangi teroris. Maka ia pun menegaskan tak perlu adanya Densus 88 di
Indonesia.
“Sering kali kami utarakan, ngga
perlu amat ada Densus 88. Negara ini negara hukum, umat Islamnya amat besar,
jangan sampai negara ini dicap sebagai negara teroris,” ucapnya.
Michdan pun menyayangkan sikap
pemerintah yang tak berbuat apa pun atas terjadinya kejahatan kemanusiaan yang
menimpa umat Islam.
“Yang terjadi saat ini sebetulnya
bagian dari kejahatan kemanusiaan yang dilakukan kepada umat Islam, negara ini
tidak berbuat apa-apa,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia meminta agar
umat Islam tidak tinggal diam dan harus melakukan perlawanan.
“Harus dilakukan perlawanan,
perlawanan bahwa umat Islam bukan teroris dan hukum yang harus ditegakkan
adalah hukum Islam,” tegasnya.
Kendati demikian, pihaknya mengimbau kepada
masyarakat yang anggota keluarganya ditangkap atau disiksa atau ditembak oleh
Densus segera diinformasikan ke publik atau lembaga Islam agar diketahui
kebenarannya.@ ant/ahmed
Sementara itu Front
Pembela Islam (FPI) Solo meminta pemerintah segera membubarkan pasukan
Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri, karena mereka telah melakukan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan bertindak brutal dalam menangani
kasus terorisme sesuai dengan pesanan Amerika Serikat yang menghendaki negeri ini terjadi perang saudara, perang antara rakyat melawan pemerintah yang korup, jahil dan melalaikan rakyat hingga negeri ini hancur.
"Densus 88 harus dibubarkan,
karena di dalam negara sudah diatur Undang Undang cara menangkap orang untuk
proses hukum," kata Ketua FPI Solo, ustadz Khoirul Rus Suparjo, saat dihubungi
di Solo, Senin (18/2/2013).
Menurut dia, tindakan Densus
terlalu brutal, tidak transparan, karena orang yang baru terduga teroris saja
sudah bisa langsung ditembak mati.
"Densus itu, menangkap
seseorang tanpa prosedural yang benar. Siapa yang berani mengadili Densus yang
menembak orang hingga mati itu," katanya.
Pada Undang Undang negara sudah
jelas aturannya, yakni mereka yang ditangkap harus melalui prosedur yang benar
tidak boleh disiksa dan membunuh.
Ia menilai dengan adanya Densus
justru akan menciptakan teroris-teroris baru di Indonesia. Hal ini berawal
peristiwa dari Bom Bali beberapa tahun lalu, yang kemudian adanya pesanan
asing. Densus diduga hingga sekarang banyak agenda yang direkayasa untuk
membentuk opini.
Selain itu, pihaknya juga meminta
pemerintah agar mencabut UU pembiayaan terorisme, karena hal itu dalam
pasal-pasal sudah jelas karena umat Islam akan diteroriskan semua.
"Kami mencatat ada banyak
pelanggaran dilakukan Densus. Ada sekitar tujuh orang yang tewas hingga sekarang
tidak tahu-menahu. Mereka bukan termasuk teroris yang dituduhkan," kata
ustadz Khoirul.
Sekretaris tim advokasi "The
Islamic Study And Action Center" (ISAC) Solo, Endro Sudarsono,
menjelaskan, pihaknya mendukung wacana dibubarkan Densus 88 Antiteror Mabes
Polri, karena sejak dibentuknya pasukan itu, tindakannya selalu tidak manusiawi
dan terjadi pelanggaran HAM berat.
Pihaknya berharap pemerintah
termasuk Komisi III DPR RI untuk mewujudkan bahwa pasukan Densus 88 segera
dievaluasi kinerjanya dan dibubarkan, karena programnya asing yang justru akan
menurunkan reputasi bangsa.
"Densus itu, kadang belum
tahu dia siapa, langsung ditangkapi dan dianiaya. Bahkan, mereka baru tersangka
teroris langsung dibunuh," katanya.
Menurut dia, tindakan pembunuhan
tanpa putusan pengadilan merupakan pelanggaran HAM berat. Sehingga, pihaknya
menilai jika Densus dibubarkan tidak ada lagi eksekusi mati di lapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar