Senin, 18 Februari 2013

Buka Mata! Ini Faktanya Pemerintah Anti Islam


Koordinator Tim Pengacara Muslim (TPM), Achmad Michdan mengatakan nyawa umat Islam seolah tak ada harganya. Adanya ketidakadilan kejahatan kemanusiaan yang dialami umat Islam menjadi satu bukti adanya diskriminasi.


Michdan mengungkapan ribuan nyawa kaum Muslimin melayang di Ambon dan Poso, namun pemerintah hanya menganggapnya sebagai kerusuhan saja.

“Untuk umat Islam itu nyawa seakan tidak ada harganya. Kita tahu misalnya dalam kerusuhan Ambon itu sampai sekitar tujuh ribu orang, kasus Poso sekitar tiga ribu orang, di Tobelo itu ada ratusan. Sampai saat ini tanggung jawa pemerintah yang berkuasa terhadap kejahatan kemanusiaan itu hanya dicap sebagai satu kasus kerusuhan saja,” kata Achmad Michdan di hadapan ratusan hadirin di Aula Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (14/2/2013).

Berbanding terbalik dengan kasus bom Bali I yang hanya menewaskan 250 orang asing, pemerintah secepat kilat membuat Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang pemberantasan terorisme.

“Kejadian bom Bali itu hanya dua ratus lima puluh orang, enam hari kemudian berlaku Perpu dan pelaku bom Bali itu dikenakan Perpu, itu sebenarnya melanggar asas hukum,” ungkapnya.

Achmad Michdan dengan TPM yang didirikannya telah menangani berbagai kasus yang menimpa para aktivis Islam sejak tragedi Ambon dan Poso. Terkait banyaknya pelanggaran HAM yang dialami umat Islam saat itu ia pun telah melaporkan ke Komnas HAM di periode-periode sebelumnya. Namun hingga kini semua itu belum membuahkan hasil.

“Pada saat itu kita sudah memberikan warning kepada pemerintah, bahwa telah terjadi diskriminasi terhadap umat Islam. Ada ketidakadilan penanganan kejahatan kemanusiaan dan ini juga telah kita laporkan ke Komnas HAM,” tuturnya.

Apalagi semenjak dibentuknya Densus 88, pembantaian umat Islam ternyata terus berlangsung dengan dalih memerangi teroris. Maka ia pun menegaskan tak perlu adanya Densus 88 di Indonesia.

“Sering kali kami utarakan, ngga perlu amat ada Densus 88. Negara ini negara hukum, umat Islamnya amat besar, jangan sampai negara ini dicap sebagai negara teroris,” ucapnya.

Michdan pun menyayangkan sikap pemerintah yang tak berbuat apa pun atas terjadinya kejahatan kemanusiaan yang menimpa umat Islam.

“Yang terjadi saat ini sebetulnya bagian dari kejahatan kemanusiaan yang dilakukan kepada umat Islam, negara ini tidak berbuat apa-apa,” ujarnya.

Oleh sebab itu, ia meminta agar umat Islam tidak tinggal diam dan harus melakukan perlawanan.
  
“Harus dilakukan perlawanan, perlawanan bahwa umat Islam bukan teroris dan hukum yang harus ditegakkan adalah hukum Islam,” tegasnya.

Sementara itu Front Pembela Islam (FPI) Solo meminta pemerintah segera membubarkan pasukan Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri, karena mereka telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan bertindak brutal dalam menangani kasus terorisme sesuai dengan pesanan Amerika Serikat yang menghendaki negeri ini terjadi perang saudara, perang antara rakyat melawan pemerintah yang korup, jahil dan melalaikan rakyat hingga negeri ini hancur.

"Densus 88 harus dibubarkan, karena di dalam negara sudah diatur Undang Undang cara menangkap orang untuk proses hukum," kata Ketua FPI Solo, ustadz Khoirul Rus Suparjo, saat dihubungi di Solo, Senin (18/2/2013).

Menurut dia, tindakan Densus terlalu brutal, tidak transparan, karena orang yang baru terduga teroris saja sudah bisa langsung ditembak mati.

"Densus itu, menangkap seseorang tanpa prosedural yang benar. Siapa yang berani mengadili Densus yang menembak orang hingga mati itu," katanya.

Pada Undang Undang negara sudah jelas aturannya, yakni mereka yang ditangkap harus melalui prosedur yang benar tidak boleh disiksa dan membunuh.

Ia menilai dengan adanya Densus justru akan menciptakan teroris-teroris baru di Indonesia. Hal ini berawal peristiwa dari Bom Bali beberapa tahun lalu, yang kemudian adanya pesanan asing. Densus diduga hingga sekarang banyak agenda yang direkayasa untuk membentuk opini.

Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah agar mencabut UU pembiayaan terorisme, karena hal itu dalam pasal-pasal sudah jelas karena umat Islam akan diteroriskan semua.

"Kami mencatat ada banyak pelanggaran dilakukan Densus. Ada sekitar tujuh orang yang tewas hingga sekarang tidak tahu-menahu. Mereka bukan termasuk teroris yang dituduhkan," kata ustadz Khoirul.

Sekretaris tim advokasi "The Islamic Study And Action Center" (ISAC) Solo, Endro Sudarsono, menjelaskan, pihaknya mendukung wacana dibubarkan Densus 88 Antiteror Mabes Polri, karena sejak dibentuknya pasukan itu, tindakannya selalu tidak manusiawi dan terjadi pelanggaran HAM berat.
  
Pihaknya berharap pemerintah termasuk Komisi III DPR RI untuk mewujudkan bahwa pasukan Densus 88 segera dievaluasi kinerjanya dan dibubarkan, karena programnya asing yang justru akan menurunkan reputasi bangsa.

"Densus itu, kadang belum tahu dia siapa, langsung ditangkapi dan dianiaya. Bahkan, mereka baru tersangka teroris langsung dibunuh," katanya.

Menurut dia, tindakan pembunuhan tanpa putusan pengadilan merupakan pelanggaran HAM berat. Sehingga, pihaknya menilai jika Densus dibubarkan tidak ada lagi eksekusi mati di lapangan.

Kendati demikian, pihaknya mengimbau kepada masyarakat yang anggota keluarganya ditangkap atau disiksa atau ditembak oleh Densus segera diinformasikan ke publik atau lembaga Islam agar diketahui kebenarannya.@ ant/ahmed 

Tidak ada komentar: