Injakan Kaki Kiai Kholil Buat Rumah Jadi Miring
Para undangan yang berasal dari berbagai daerah telah berdatangan. Namun Kiai Kholil belum juga nampak hadir. Beberapa orang tampaknya gelisah. Lantaran gelisah, seseorang marah-marah dan wajahnya bersungut ketika Kiai Kholil datang. Saat kaki Kiai Sepuh menginjak rumah, rumah itu menjadi miring dan hadirin berteriak ketakutan, terlebih jagoan yang berlagak di depan Kiai Kholil, lari mencium kaki beliau.
Di daerah
Bangkalan banyak terdapat binatang-binatang menyengat yang suka berkeliaran,
termasuk kalajengking yang sangat ganas. Binatang ini akan bertambah banyak
bilamana musim hujan tiba, apalagi di malam hari. Pada suatu malam, salah
seorang warga Bangkalan disengat kalajengking. Bisa kalajengking membuat
bengkak bagian-bagian tubuhnya. Beberapa pengobatan telah dilakukan namun
hasilnya sia-sia. Ia hampir putus asa, sampai pada akhirnya, ada seseorang yang
menyarankan agar pergi menemui Kiai Kholil. Akhirnya diputuskan untuk menemui
Kiai Kholil. "Kiai Kholil, saya disengat kalajengking. Tolong obati saya",
ujarnya sambil memelas. "Kesini!" kata Kiai Kholil. Lalu dilihatnya
bekas sengatan yang telah membengkak itu kemudian dipegangnya seraya berucap
dengan dalam bahasa Madura: "Palak-Pokeh, .... palak-pokeh, .... beres,
beres", ucap Kiai Kholil sambil menepuk-nepuk bekas sengatan kalajengking.
Maka seketika itu, orang itu sembuh, dan melihat hasil pengobatan dengan efek
lucu itu, orang yang menyaksikan di sekitarnya tidak dapat menahan tawanya.
Mereka tertawa terpingkal-pingkal sambil meninggalkan ruang itu (sumber informasi:
KH. Amin Imron, cucu Kiai Kholil Bangkalan).
Rumah Miring
Pada suatu hari, Kiai Kholil mendapat undangan di pelosok Bangkalan. Hari jadi
yang ditentukan pun tiba. Para undangan yang berasal dari berbagai daerah
berdatangan. Semua tamu ditempatkan di ruang tamu yang cukup besar. Meskipun
para tamu sudah datang semua, acara nampaknya belum ada tanda-tanda dimulai.
Menit demi menit berlalu beberapa orang tampaknya gelisah. Kenapa acara kok
belum dimulai. Padahal, menurut jadwal mestinya sudah dimulai. Tuan rumah
tampak mondar-mandir, gelisah. Sesekali melihat ke jalan sesekali menunduk.
Tampaknya menunggu kehadiran seseorang.
Menunggu acara
belum dimulai si fulan tidak sabar lagi. Fulan yang dikenal sebagai jagoan di
daerah itu, berdiri lalu berkata: "Siapa sih yang ditunggu-tunggu kok
belum dimulai? Kata si jagoan sambil membentak. Bersamaan dengan itu datang
sebuah dokar, siapa lagi kalau bukan Kiai Kholil yang ditunggu-tunggu.
"Assalamu 'alaikum ", ucap Kiai Kholil sambil menginjakkan kakinya ke
lantai tangga paling bawah rumah besar itu. Bersamaan dengan injakan kaki Kiai
Kholil, gemparlah semua undangan yang hadir. Serta-merta rumah menjadi miring.
Para undangan
tercekam tidak berani menatap Kiai Kholil. Si fulan yang terkenal jagoan itu
ketakutan, nyalinya menjadi kecil melihat kejadian yang selama hidup baru
dialami saat itu. Setelah beberapa saat kejadian itu berlangsung kiai
mengangkat kakinya. Seketika itu, rumah yang miring menjadi tegak seperti sedia
kala. Maka berhamburanlah para undangan yang menyambut dan menyalami Kiai
Kholil. Akhirnya fulan yang jagoan itu menjadi sadar, bahwa dirinya kalah.
Dirinya terlalu sombong sampai begitu meremehkan seorang ulama seperti Kiai
Kholil. Fulan lalu menyongsong Kiai Kholil dan meminta maaf. Kiai Kholil
memaafkan, bahkan mendoakan. Do'a Kiai Kholil terkabul, Fulan yang dulu seorang
jagoan yang ditakuti di daerah itu, akhirnya menjadi seorang yang alim. Bahkan,
kini si fulan menjadi panutan masyarakat daerah itu.
Batalkan Sholat untuk Menyumbat Kapal Laut
Sebagai pimpinan
pesantren, Kiai Kholil senantiasa mengimami sholat, tiba-tiba keluar dari
Jam'ah sholat menuju ke halaman masjid. Tangan Kiai Kholil bergerak ke
kanan-kiri seakan berbuat sesuatu yang sangat menyibukkan. Hal ini sangat tidak
dipahami para santri. Mereka hanya diam seribu bahasa, menunggu apa yang akan
terjadi selanjutnya. Setelah beberapa lama Kiai Kholil di halaman, lalu kembali
mengimami sholat sampai selesai.
Beberapa hari
berlalu, begitu pula dengan kegiatan pesantren berjalan sebagaimana mestinya.
Tetapi bagi para santri peristiwa aneh yang tidak bisa dipahami beberapa hari
lalu tetap menjadi tanda tanya. Para santri tetap penasaran sebelum
terpecahkan. Hari demi hari berlalu, tidak ada tanda-tanda pemecahan peristiwa
yang selalu diingat itu. Baru setelah beberapa hari setelah kejadian itu,
datang beberapa orang membawa bungkusan yang sangat banyak.
"Mau ke
mana saudara-saudara ini?" Tanya seorang santri kepada tamu yang baru
datang.
"Saya akan
menemui Kiai Kholil. Seminggu yang lalu ia telah menolong kami dari musibah
kebocoran kapal kami. "Jawab rombongan yang baru datang itu.
"Seminggu
yang lalu?" Pikir santri. Padahal beberapa minggu yang lalu, Kiai Kholil
tidak pernah bepergian apalagi menyeberang laut. Akhirnya santri tersebut
mengantarkan rombongan yang baru datang itu ke Kiai Kholil.
Seperti
biasanya, kalau Kiai kedatangan tamu, lalu bertanya:
"Ada
kebutuhan apa?" Ucap Kiai Kholil menyambut kedatangan tamu itu.
"Kami ingin
mengucapkan terima kasih berkat upaya Kiai yang menyumbat kapal laut kami yang
bocor sehingga kami selamat. Kami tentu akan tenggelam jika tidak ada Kiai dan
harta kami semua akan hilang begitu saja. "Ucap rombongan itu dengan wajah
berseri-seri.
Para santri yang
sengaja mendengarkan pembicaraan di sekitar rombongan itu, seketika sadar dan
memahami tentang kejadian seminggu yang lalu. Rupanya, ketika Kiai memimpin
sholat jamaah lalu keluar ke halaman masjid dalam upaya menyumbat kapal bocor.
Cepat tangan Kiai sibuk bergerak kian kemari. Sejak saat itu para santri
menjadi tenang dan tidak penasaran lagi tentang peristiwa yang selalu
diingatnya itu.
Istigfar
Dan diantara
karomahnya. Suatu hari. Kiai Kholil kedatangan tiga orang tamu secara
bersamaan. Lalu sang Kiai bertanya kepada tamu yang pertama:
"Sampeyan
ada kebutuhan apa?, tanya Kiai Kholil. "Saya seorang pedagang, Kiai. Hasil
tidak didapat malah rugi terus menerus. "Ucap tamu pertama memohon. Setelah Kiai Kholil memandang
sejenak ke arah tamu yang pertama, lalu menjawab: "Jika kamu ingin
berhasil dalam berdagang, banyaklah berucap istigfar."
Setelah itu tamu
kedua menghadap: "Sampeyan ada perlu apa? "Saya sudah berkeluarga 18
tahun tapi saya belum diberi keturunan". Setelah Kiai memandang kepada
tamu kedua, maka dijawablah: "Perbanyak istigfar." Tandas Kiai.
Kini tiba
giliran pada tamu yang ketiga. Kiai langsung bertanya:, "Sampeyan ada
perlu apa?"
"Saya usaha
tani, Kiai, namun makin hari hutang saya makin banyak, sehingga tak mampu memba
yarnya. "Ucap tamu yang ketiga dengan muka raut yang serius.
"Jika kamu
ingin berhasil dan melunasi hutang mu, perbanyak istigfar. "Pesan Kiai
kepada tamu yang terakhir.
"Beberapa
murid Kiai Kholil yang melihat peristiwa itu merasa heran. Suatu persoalan yang
berbeda, tapi dengan jawaban yang sama, dengan
resep yang sama, yaitu menyuruh perbanyak istigfar.
Kiai Kholil
mengetahui keheranan para santri. Setelah tamunya pulang maka dipanggil para
santri yang penuh tanda tanya itu. Lalu Kiai Kholil membacakan surat nuh ayat
10-12:
“Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu, sesungguhnya dia maha pengampun, niscaya dia akan mengirimkan hujan
kepadamu dengan lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu”Surat Nuh ayat
10-12).
Mendengar
jawaban Kiai ini para santri mengerti bahwa jawaban itu memang merupakan janji
Allah bagi siapa yang memperbanyak baca istigfar. Memang benar. Tak lama
setelah kejadian itu, ketiga tamu semuanya berhasil apa yang dihajatkan.
Kebijakan Mencari Pencuri
Dan diantara
karomahnya, seperti dikisahkan di bawah ini. Sudah lama kebijakan memburu
seorang pencuri yang malang melintang
disekitar kota Bengkalan. Beberapa cara telah dilakukan, namun hasilnya nihil. Aparat kepolisian hampir
putus asa. Mereka kewalahan menangkap pencuri yang satu ini. Tidak tahu cara
apa yang harus ditempuh. Pada saat kebingungan mencari cara, seorang polisi
senior mendapat ide dan mengusulkan sowan ke Kiai Kholil.
Setelah
dipertimbangkan, kebijakan itu memutus kan untuk menemui Kiai Kholil. Setibanya
di rumah Kiai Kholil, seperti halnya
tamu yang lainnya, Kiai menanyakan "Sampeyan ada kebutuhan apa?".
"Saya
memburu pencuri, Kiai. Seluruh kota dan desa sudah dilacak, tapi tak ada hasil.
Mohon petunjuk Kiai. "Ucap kebijakan dengan penuh harap. Beberapa saat
Kiai memandang tamunya. Tiba-tiba Kiai memanggil seorang santri dan menyuruh
membeli urus-urus. Kelola-urus adalah obat yang digunakan untuk cuci perut.
Istilah lainnya disebut broklat. Kiai Kholil lantas menyuruh kebijakan yang ada
dihadapannya itu untuk meminum urus-urus.
"Saya minum
ini, Kiai?" Kata kebijakan tadi, tak pe rcaya dalam benaknya, apa
hubunganya dengan pencarian pencuri.
"Ya, minum
cepat!" Tegas Kiai Kholil sekali lagi. Selesai meminum urus-urus,
polisipun disuruh pulang memakai kendaraan umum.
Dalam perjalanan
pulang, tampaknya urus-urus mulai beraksi. Perut sang kebijakan mulai mules-
mules. Sampai disuatu tempat tertentu, rasa mules-mules sudah memuncak. Tak ada
jalan lain kecuali berhenti di tengah jalan dan mencari sungai untuk buang
hajat.
Setelah
kebijakan berhenti, terlihat ada sungai yang tampaknya cukup curam dan dalam.
Karena hajat tidak bisa ditahan lagi, maka walaupun rasa berat, sang kebijakan
menuju sungai yang sangat curam itu,
ketika berada di curam yang paling bawah, disitulah sang kebijakan memergoki
pencuri yang selama ini dicarinya.
Dengan sigap, kebijakan meringkus pencuri dan memborgolnya. Dengan
tertangkapnya pencuri itu, sadarlah kebijakan terhadap maksud mengapa Kiai
Kholil menyuruh meminum urus-urus. Rupanya inilah jalan yang harus ditempuh
untuk mengetahui dan menangkap pencuri yang selama ini malang melintang di
Bangkalan.
Sumur Kiai Kholil
Ketika Kholil
muda nyantri di Pesantren Cangaan Bangil bertepatan dengan musim kemarau
panjang. Semua sumur mengalami kekeringan. Masyarakat Cangaan mengalami
kesulitan untuk mendapatkan air minum. Demikian juga di dalam kompleks
lingkungan pesantren yang dipimpin Kiai Asyik. Dalam suasana seperti itu Kiai
Asyik lalu memanggil Kiai Kholil menghadap:
"Kholil
.." Kata Kiai Asyik agak serius. "Ya, Kiai." Jawab Kholil dengan
sopan dan ta'zhim. "Sekarang kamu buat sumur, sebab saat ini musim
kemarau, kita kesulitan air. "jelas Kiai Asyik. "Insyaallah “, jawab
Kholil singkat.
Setelah
diperintahkan Kiai, segera Kholil mengambil sebuah serok untuk menggali sumur.
Ter dorong sikap patuhnya kepada Kiai Asyik, Kholil segera menggali sumur.
Upaya Kholil berhasil baru saja dia menggali satu meter ternyata air sudah
menyembur keluar. Hal ini sangat menyenangkan Kiai Asyik dan warga pesantren.
Berita sumur
baru yang banyak mengeluarkan air itu ternyata tidak lama kemudian terdengar
oleh masyarakat Cangaan Bangil. Betapa bahagianya masyarakat mendengar berita
itu. Beberapa orang masyarakat segera pergi ke sumur untuk mendapatkan air.
Sejak itu masyarakat Cangaan Bangil
berbondong-bondong mengambil air di sumur sebanyak-banyaknya. Meskipun
air sumur itu diambil terus-menerus oleh masyarakat, namun air tetap melimpah.
Sumur itu sampai sekarang masih ada. Warga
pesantren memeliharanya dengan baik warisan salah satu dari karomah Kiai
Kholil. Masyarakat Cangaan menamakannya Sumur
Kiai Kholil.
Berguru Dalam Mimpi
Dan diantara
karomahnya, adalah terjadi pada saat akan mencari ilmu. Pada waktu Kholil muda,
ada seorang Kiai yang terkenal di daerah Wilungan, Pasuruan bernama Abu Darrin.
Kealimannya tidak hanya terbatas di lingkungan Pasuruan, tetapi sudah menyebar
ke berbagai daerah lain, termasuk Madura. Kholil muda yang mendengar ada ulama
yang mumpuni itu, terbersit di hatinya ingin menimba ilmu kepada Abu Darrin.
Setelah segala perbekalan dipersiapkan, maka berangkatlah Kholil muda ke pesantren Abu Darrin dengan harapan dapat
segera bertemu dengan ulama yang dikagumi itu.
Tetapi alangkah
sedihnya ketika dia sampai di Pesantren Wilungan, ternyata Kiai Abu Darrin
telah meninggal dunia beberapa hari sebelumnya. Hatinya dirundung duka dengan
kepergian Kiai Abu Darrin. Namun karena tekad belajarnya sangat menggelora maka
Kholil segera sowan ke makam Kiai Abu Darrin. Setibanya di makam Abu Darrin,
Kholil lalu mengucapkan salam lalu berkata: "Bagaimana saya ini Kiai, saya
masih ingin berguru pada Kiai, tetapi Kiai sudah meninggal!" Desah Kholil
sambil menangis. Kholil lalu mengambil sebuah mushaf Al Quran. Kemudian
bertawassul dengan membaca Al Quran terus menerus sampai 41 hari lamanya. Pada
hari ke-41 tiba-tiba datanglah Kiai Abu Darrin dalam mimpinya. Dalam mimpi itu,
Kiai Abu Darrin mengajarkan beberapa ilmunya kepada Kholil. Setelah dia bangun
dari tidurnya, lalu Kholil langsung dapat menghafal kitab Imriti, Kitab Asmuni
dan Alfiyah.@Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar