Senin, 11 Februari 2013

Kiai Kholil Waliyullah Kesebelas Tanah Jawa (4)


Injakan Kaki Kiai Kholil Buat Rumah Jadi Miring

Para undangan yang berasal dari berbagai daerah telah berdatangan. Namun Kiai Kholil belum juga nampak hadir. Beberapa orang tampaknya gelisah. Lantaran gelisah, seseorang marah-marah dan wajahnya bersungut ketika Kiai Kholil datang. Saat kaki Kiai Sepuh menginjak rumah, rumah itu menjadi miring dan hadirin berteriak ketakutan, terlebih jagoan yang berlagak di depan Kiai Kholil, lari mencium kaki beliau.


Di daerah Bangkalan banyak terdapat binatang-binatang menyengat yang suka berkeliaran, termasuk kalajengking yang sangat ganas. Binatang ini akan bertambah banyak bilamana musim hujan tiba, apalagi di malam hari. Pada suatu malam, salah seorang warga Bangkalan disengat kalajengking. Bisa kalajengking membuat bengkak bagian-bagian tubuhnya. Beberapa pengobatan telah dilakukan namun hasilnya sia-sia. Ia hampir putus asa, sampai pada akhirnya, ada seseorang yang menyarankan agar pergi menemui Kiai Kholil. Akhirnya diputuskan untuk menemui Kiai Kholil. "Kiai Kholil, saya disengat kalajengking. Tolong obati saya", ujarnya sambil memelas. "Kesini!" kata Kiai Kholil. Lalu dilihatnya bekas sengatan yang telah membengkak itu kemudian dipegangnya seraya berucap dengan dalam bahasa Madura: "Palak-Pokeh, .... palak-pokeh, .... beres, beres", ucap Kiai Kholil sambil menepuk-nepuk bekas sengatan kalajengking. Maka seketika itu, orang itu sembuh, dan melihat hasil pengobatan dengan efek lucu itu, orang yang menyaksikan di sekitarnya tidak dapat menahan tawanya. Mereka tertawa terpingkal-pingkal sambil meninggalkan ruang itu (sumber informasi: KH. Amin Imron, cucu Kiai Kholil Bangkalan).

Rumah Miring Pada suatu hari, Kiai Kholil mendapat undangan di pelosok Bangkalan. Hari jadi yang ditentukan pun tiba. Para undangan yang berasal dari berbagai daerah berdatangan. Semua tamu ditempatkan di ruang tamu yang cukup besar. Meskipun para tamu sudah datang semua, acara nampaknya belum ada tanda-tanda dimulai. Menit demi menit berlalu beberapa orang tampaknya gelisah. Kenapa acara kok belum dimulai. Padahal, menurut jadwal mestinya sudah dimulai. Tuan rumah tampak mondar-mandir, gelisah. Sesekali melihat ke jalan sesekali menunduk. Tampaknya menunggu kehadiran seseorang.

Menunggu acara belum dimulai si fulan tidak sabar lagi. Fulan yang dikenal sebagai jagoan di daerah itu, berdiri lalu berkata: "Siapa sih yang ditunggu-tunggu kok belum dimulai? Kata si jagoan sambil membentak. Bersamaan dengan itu datang sebuah dokar, siapa lagi kalau bukan Kiai Kholil yang ditunggu-tunggu. "Assalamu 'alaikum ", ucap Kiai Kholil sambil menginjakkan kakinya ke lantai tangga paling bawah rumah besar itu. Bersamaan dengan injakan kaki Kiai Kholil, gemparlah semua undangan yang hadir. Serta-merta rumah menjadi miring.

Para undangan tercekam tidak berani menatap Kiai Kholil. Si fulan yang terkenal jagoan itu ketakutan, nyalinya menjadi kecil melihat kejadian yang selama hidup baru dialami saat itu. Setelah beberapa saat kejadian itu berlangsung kiai mengangkat kakinya. Seketika itu, rumah yang miring menjadi tegak seperti sedia kala. Maka berhamburanlah para undangan yang menyambut dan menyalami Kiai Kholil. Akhirnya fulan yang jagoan itu menjadi sadar, bahwa dirinya kalah. Dirinya terlalu sombong sampai begitu meremehkan seorang ulama seperti Kiai Kholil. Fulan lalu menyongsong Kiai Kholil dan meminta maaf. Kiai Kholil memaafkan, bahkan mendoakan. Do'a Kiai Kholil terkabul, Fulan yang dulu seorang jagoan yang ditakuti di daerah itu, akhirnya menjadi seorang yang alim. Bahkan, kini si fulan menjadi panutan masyarakat daerah itu.

Batalkan Sholat untuk Menyumbat Kapal Laut
Sebagai pimpinan pesantren, Kiai Kholil senantiasa mengimami sholat, tiba-tiba keluar dari Jam'ah sholat menuju ke halaman masjid. Tangan Kiai Kholil bergerak ke kanan-kiri seakan berbuat sesuatu yang sangat menyibukkan. Hal ini sangat tidak dipahami para santri. Mereka hanya diam seribu bahasa, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Setelah beberapa lama Kiai Kholil di halaman, lalu kembali mengimami sholat sampai selesai.

Beberapa hari berlalu, begitu pula dengan kegiatan pesantren berjalan sebagaimana mestinya. Tetapi bagi para santri peristiwa aneh yang tidak bisa dipahami beberapa hari lalu tetap menjadi tanda tanya. Para santri tetap penasaran sebelum terpecahkan. Hari demi hari berlalu, tidak ada tanda-tanda pemecahan peristiwa yang selalu diingat itu. Baru setelah beberapa hari setelah kejadian itu, datang beberapa orang membawa bungkusan yang sangat banyak.

"Mau ke mana saudara-saudara ini?" Tanya seorang santri kepada tamu yang baru datang.
"Saya akan menemui Kiai Kholil. Seminggu yang lalu ia telah menolong kami dari musibah kebocoran kapal kami. "Jawab rombongan yang baru datang itu.
"Seminggu yang lalu?" Pikir santri. Padahal beberapa minggu yang lalu, Kiai Kholil tidak pernah bepergian apalagi menyeberang laut. Akhirnya santri tersebut mengantarkan rombongan yang baru datang itu ke Kiai Kholil.

Seperti biasanya, kalau Kiai kedatangan tamu, lalu bertanya:
"Ada kebutuhan apa?" Ucap Kiai Kholil menyambut kedatangan tamu itu.
"Kami ingin mengucapkan terima kasih berkat upaya Kiai yang menyumbat kapal laut kami yang bocor sehingga kami selamat. Kami tentu akan tenggelam jika tidak ada Kiai dan harta kami semua akan hilang begitu saja. "Ucap rombongan itu dengan wajah berseri-seri.

Para santri yang sengaja mendengarkan pembicaraan di sekitar rombongan itu, seketika sadar dan memahami tentang kejadian seminggu yang lalu. Rupanya, ketika Kiai memimpin sholat jamaah lalu keluar ke halaman masjid dalam upaya menyumbat kapal bocor. Cepat tangan Kiai sibuk bergerak kian kemari. Sejak saat itu para santri menjadi tenang dan tidak penasaran lagi tentang peristiwa yang selalu diingatnya itu.

Istigfar
Dan diantara karomahnya. Suatu hari. Kiai Kholil kedatangan tiga orang tamu secara bersamaan. Lalu sang Kiai bertanya kepada tamu yang pertama:
"Sampeyan ada kebutuhan apa?, tanya Kiai Kholil. "Saya seorang pedagang, Kiai. Hasil tidak didapat malah rugi terus menerus. "Ucap tamu pertama  memohon. Setelah Kiai Kholil memandang sejenak ke arah tamu yang pertama, lalu menjawab: "Jika kamu ingin berhasil dalam berdagang, banyaklah berucap istigfar."

Setelah itu tamu kedua menghadap: "Sampeyan ada perlu apa? "Saya sudah berkeluarga 18 tahun tapi saya belum diberi keturunan". Setelah Kiai memandang kepada tamu kedua, maka dijawablah: "Perbanyak istigfar." Tandas Kiai.

Kini tiba giliran pada tamu yang ketiga. Kiai langsung bertanya:, "Sampeyan ada perlu apa?"
"Saya usaha tani, Kiai, namun makin hari hutang saya makin banyak, sehingga tak mampu memba yarnya. "Ucap tamu yang ketiga dengan muka raut yang serius.
"Jika kamu ingin berhasil dan melunasi hutang mu, perbanyak istigfar. "Pesan Kiai kepada tamu yang terakhir.

"Beberapa murid Kiai Kholil yang melihat peristiwa itu merasa heran. Suatu persoalan yang berbeda, tapi dengan jawaban yang sama, dengan  resep yang sama, yaitu menyuruh perbanyak istigfar.
Kiai Kholil mengetahui keheranan para santri. Setelah tamunya pulang maka dipanggil para santri yang penuh tanda tanya itu. Lalu Kiai Kholil membacakan surat nuh ayat 10-12:

“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya dia maha pengampun, niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu”Surat Nuh ayat 10-12).

Mendengar jawaban Kiai ini para santri mengerti bahwa jawaban itu memang merupakan janji Allah bagi siapa yang memperbanyak baca istigfar. Memang benar. Tak lama setelah kejadian itu, ketiga tamu semuanya berhasil apa yang dihajatkan.


Kebijakan Mencari Pencuri
Dan diantara karomahnya, seperti dikisahkan di bawah ini. Sudah lama kebijakan memburu seorang  pencuri yang malang melintang disekitar kota Bengkalan. Beberapa cara telah dilakukan, namun  hasilnya nihil. Aparat kepolisian hampir putus asa. Mereka kewalahan menangkap pencuri yang satu ini. Tidak tahu cara apa yang harus ditempuh. Pada saat kebingungan mencari cara, seorang polisi senior mendapat ide dan mengusulkan sowan ke Kiai Kholil.

Setelah dipertimbangkan, kebijakan itu memutus kan untuk menemui Kiai Kholil. Setibanya di  rumah Kiai Kholil, seperti halnya tamu yang lainnya, Kiai menanyakan "Sampeyan ada kebutuhan apa?".
"Saya memburu pencuri, Kiai. Seluruh kota dan desa sudah dilacak, tapi tak ada hasil. Mohon petunjuk Kiai. "Ucap kebijakan dengan penuh harap. Beberapa saat Kiai memandang tamunya. Tiba-tiba Kiai memanggil seorang santri dan menyuruh membeli urus-urus. Kelola-urus adalah obat yang digunakan untuk cuci perut. Istilah lainnya disebut broklat. Kiai Kholil lantas menyuruh kebijakan yang ada dihadapannya itu untuk meminum urus-urus.

"Saya minum ini, Kiai?" Kata kebijakan tadi, tak pe rcaya dalam benaknya, apa hubunganya dengan  pencarian pencuri.
"Ya, minum cepat!" Tegas Kiai Kholil sekali lagi. Selesai meminum urus-urus, polisipun disuruh pulang memakai kendaraan umum.
Dalam perjalanan pulang, tampaknya urus-urus mulai beraksi. Perut sang kebijakan mulai mules- mules. Sampai disuatu tempat tertentu, rasa mules-mules sudah memuncak. Tak ada jalan lain kecuali berhenti di tengah jalan dan mencari sungai untuk buang hajat.

Setelah kebijakan berhenti, terlihat ada sungai yang tampaknya cukup curam dan dalam. Karena hajat tidak bisa ditahan lagi, maka walaupun rasa berat, sang kebijakan menuju sungai yang sangat curam  itu, ketika berada di curam yang paling bawah, disitulah sang kebijakan memergoki pencuri yang  selama ini dicarinya. Dengan sigap, kebijakan meringkus pencuri dan memborgolnya. Dengan tertangkapnya pencuri itu, sadarlah kebijakan terhadap maksud mengapa Kiai Kholil menyuruh meminum urus-urus. Rupanya inilah jalan yang harus ditempuh untuk mengetahui dan menangkap pencuri yang selama ini malang melintang di Bangkalan.

 
Sumur Kiai Kholil
Ketika Kholil muda nyantri di Pesantren Cangaan Bangil bertepatan dengan musim kemarau panjang. Semua sumur mengalami kekeringan. Masyarakat Cangaan mengalami kesulitan untuk mendapatkan air minum. Demikian juga di dalam kompleks lingkungan pesantren yang dipimpin Kiai Asyik. Dalam suasana seperti itu Kiai Asyik lalu memanggil Kiai Kholil menghadap:
"Kholil .." Kata Kiai Asyik agak serius. "Ya, Kiai." Jawab Kholil dengan sopan dan ta'zhim. "Sekarang kamu buat sumur, sebab saat ini musim kemarau, kita kesulitan air. "jelas Kiai Asyik. "Insyaallah “, jawab Kholil singkat.

Setelah diperintahkan Kiai, segera Kholil mengambil sebuah serok untuk menggali sumur. Ter dorong sikap patuhnya kepada Kiai Asyik, Kholil segera menggali sumur. Upaya Kholil berhasil baru saja dia menggali satu meter ternyata air sudah menyembur keluar. Hal ini sangat menyenangkan Kiai Asyik dan warga pesantren.

Berita sumur baru yang banyak mengeluarkan air itu ternyata tidak lama kemudian terdengar oleh masyarakat Cangaan Bangil. Betapa bahagianya masyarakat mendengar berita itu. Beberapa orang masyarakat segera pergi ke sumur untuk mendapatkan air. Sejak itu masyarakat Cangaan Bangil  berbondong-bondong mengambil air di sumur sebanyak-banyaknya. Meskipun air sumur itu diambil terus-menerus oleh masyarakat, namun air tetap melimpah. Sumur itu sampai sekarang masih ada. Warga  pesantren memeliharanya dengan baik warisan salah satu dari karomah Kiai Kholil. Masyarakat  Cangaan menamakannya Sumur Kiai Kholil.


Berguru Dalam Mimpi
Dan diantara karomahnya, adalah terjadi pada saat akan mencari ilmu. Pada waktu Kholil muda, ada seorang Kiai yang terkenal di daerah Wilungan, Pasuruan bernama Abu Darrin. Kealimannya tidak hanya terbatas di lingkungan Pasuruan, tetapi sudah menyebar ke berbagai daerah lain, termasuk Madura. Kholil muda yang mendengar ada ulama yang mumpuni itu, terbersit di hatinya ingin menimba ilmu kepada Abu Darrin. Setelah segala perbekalan dipersiapkan, maka berangkatlah Kholil muda ke  pesantren Abu Darrin dengan harapan dapat segera bertemu dengan ulama yang dikagumi itu.

Tetapi alangkah sedihnya ketika dia sampai di Pesantren Wilungan, ternyata Kiai Abu Darrin telah meninggal dunia beberapa hari sebelumnya. Hatinya dirundung duka dengan kepergian Kiai Abu Darrin. Namun karena tekad belajarnya sangat menggelora maka Kholil segera sowan ke makam Kiai Abu Darrin. Setibanya di makam Abu Darrin, Kholil lalu mengucapkan salam lalu berkata: "Bagaimana saya ini Kiai, saya masih ingin berguru pada Kiai, tetapi Kiai sudah meninggal!" Desah Kholil sambil menangis. Kholil lalu mengambil sebuah mushaf Al Quran. Kemudian bertawassul dengan membaca Al Quran terus menerus sampai 41 hari lamanya. Pada hari ke-41 tiba-tiba datanglah Kiai Abu Darrin dalam mimpinya. Dalam mimpi itu, Kiai Abu Darrin mengajarkan beberapa ilmunya kepada Kholil. Setelah dia bangun dari tidurnya, lalu Kholil langsung dapat menghafal kitab Imriti, Kitab Asmuni dan Alfiyah.@Tamat

Tidak ada komentar: