Upaya Penggagalan pengeringan
Rawa Onom
Jurnalis Independen: Dayat
menceritakan apa saja yang ia lakoni selama ia menghilang bersama penari tayub
yang menggemaskan hatinya kepada Jendra.
"Kau tahu penari cantik
berhidung mancung yang memberikan soder padaku? Nah, dia seperti
tertarik padaku. Matanya
berbinar. Sebentar menatap sayu, sebentar menatap tajam penuh
gairah. Ketika selesai tari
tayub, kami turun balandongan dan pergi menuju sebuah rumah
bagus, asri, tenang, sepi dan ada
tempat tidur hangat di sana ... "
"Lalu kau mencumbunya?"
tanya Jendra.
"Tidak. Malah aku yang dia
cumbu habis-habisan. Seluruh tubuhku dia elus ramah dan
hangat. Sepasang pipiku dia kecup
mesra. Dan sementara mulutku dia lumat habis, maka
tergetar gelora berahiku. Namun
ketika giliranku yang ingin bereaksi, malah dia menepis
pergi. Ketika kekuatanku hampir
roboh, dia malah meninggalkanku. Jendra, aku teriak-teriak
tak kuat menahan birahi. Maka Nyi
Tarsih bilang, mari kita bergumul sepuasnya. Mari kita
menyatu sampai salah satu tak
bisa lepas lagi. Tapi dengan satu syarat ... "
"Apa itu?"
"Gagalkan rencana
pengeringan Rawa onom!" kata Jang Dayat.
"Lho? Itu kan rencana
Bendara Wedana. Memangnya kau bisa apa?" tanya Jendra.
"Itulah susahnya. Maka aku
katakan, aku tak bisa laksanakan. Itu adalah rencana besar
Bendara Wedana, sementara aku
hanya orang kecil saja, "kata Jang Dayat.
"Betul itu."
Tapi kata Nyi Tarsih, orang besar
dan apalagi yang namanya pemimpin, musti menurut apa
keinginan yang kecil. Maka aku
disuruhnya mengumpulkan seluruh rakyat Rancah agar
menolak pengeringan rawa. Begitu
usul Nyi Tarsih, "kata Jang Dayat.
"Lantas kau mau?"
"Ah ... aku tak bilang
apa-apa. Maka itulah akhirnya Nyi Tarsih jengkel dan memanggil para
prajurit Kerajaan Pulo Majeti.
Aku dikepung dan hendak dicincang habis-habisan. Tua
Kampung Handiwung pun ikut membantu
memanasi para prajurit agar segera melumatkan
tubuhku sebab aku tak mau bela
rakyat Kerajaan Pulo Majeti, "tutur Jang Dayat napasnya
memburu.
"Selamatkan aku, Jendra
..."
"Lho, kau sudah aman."
"Tapi Nyi Tarsih tetap
mengancam, kalau aku tak bisa mempengaruhi rakyat Rancah, maka
aku akan terus dikejar. Jendra,
tolonglah aku! "Kata Jang Dayat sambil diakhiri tangisan
memilukan.
"Kau akan aman sebab kau
kini ada di dunia nyata. Ancaman itu datang dari dunia gaib.
Maka kau tak bisa dijangkau
mereka, "kata Jendra.
"Apakah aku tak akan kembali
ke dunia mereka?"
"Asalkan kau jangan mudah
tergoda rayuan perempuan cantik, Dayat ..."
"Apakah Nyi Nenah wajahnya
jelek ? "
"Nyi Nenah yang mana?"
"Anaknya Mang Sajum?"
"Ya ... kalau dibandingkan
dengan wajah Nyi Tarsih, dia sih bukan apa-apa. Aku akan Pacari
saja Nyi Nenah, Jendra ...
"kata Jang Dayat.
"Lho, apa-apaan kamu
ini?"
"Katamu barusan, aku jangan
mudah tergoda perempuan cantik. Lalu kalau digoda
perempuan nggak cantik, nggak
apa, kan? "
"Ah, sundel kamu,
Dayat!" kata Jendra sebal. Maka Jendra berjalan cepat coba
meninggalkan Jang Dayat. Tapi
Jang Dayat pun ikut cepat berlari sebab dia takut ditinggal di
belakang. Hanya ketika lewati
rawa saja mereka mulai kewalahan. Seperti pengalaman aneh yang pernah melanda Jendra,
begitu pun yang melanda Jang Dayat.
Kisah aneh pemuda ini pun menjadi
bahan pembicaraan tak henti-hentinya di wilayah
Rancah dan sekitarnya waktu itu.
Isu menyebutkan bahwa penghuni Rawa onom dan Pulo
Majeti marah karena mendengar
rencana pengeringan rawa.
Mendengar isu ini, banyak orang
menjadi takut dan khawatir atas rencana besar yang akan dilakukan Bendara
Wedana R. Bratanagara. Rakyat yang semula merasa khawatir menjadi semakin
menjauh atas ajakan ini. Kata Mang Sajum, sejak puluhan bahkan ratusan tahun
silam, wilayah Rawa onom memang ditakuti oleh seluruh lapisan masyarakat.
Disebutkan oleh Mang Sajum, bahwa di Rawa onom dan sekitarnya, memang sudah
didengar banyak keanehan.
"Rawa onom memang dihuni
oleh makhluk gaib yang disebutkan sebagai bangsa onom.
Mungkin kau sudah mengalaminya
sendiri ... "tutur Mang Sajum pada Jendra. Jendra hanya
terpekur mendengarnya. Diakui oleh
hatinya, bahwa dia pernah mengalami kejadian gaib di
mana pernah masuk ke dunia onom.
"Tapi kalau benar di dunia
gaib ada Prabu Lancang Kuning yang menguasai Pemerintah Pulo
Majeti , mengapa raja itu
mengingkari perjuangannya sendiri, Mang Sajum? "tanya Jendra
merenung. Mendengar pertanyaan
ini, Mang Sajum mengerutkan dahinya.
"Aku tak paham pertanyaanmu,
Jendra ..." gumam Mang Sajum.
Kata Jendra, menurut yang dia
dengar melalui Nyi Indangwati di dunia gaib, ayahnya
bernama Prabu Lancang Kuning itu
dulu berjuang untuk memakmurkan wilayah Pulo Majeti.
Dari semula berupa hutan belukar,
dibangun dengan susah-payah sehingga menjadi sebuah
negeri yang makmur.
"Namun kenapa ketika kini
ada yang ingin lebih memakmurkan kembali wilayah itu, Prabu
Lancang Kuning tak setuju?
"tutur Jendra.
"Itulah yang aku tak tahu.
Aku hanya tahu, makhluk gaib bernama onom itu memang tak mau
mengganggu kecuali diganggu ...
"kata Mang Sajum.
Sementara itu, dua hari kemudian,
Jendra dipanggil Bendara Wedana. Setelah Jendra
menghadap, Bendara Wedana R
Bratanagara berucap kalau pegawainya itu sebaiknya ikut
mendukung rencana besar
pengeringan Rawa onom.
"Kau jangan membantu Jang
Dayat untuk menyebarkan isu-isu gaib, Jendra ..." kata Bendara.
Jendra menyembah takzim sambil
wajahnya sedikit pucat karena terkejut.
"Saya tidak secuil pun
mempengaruhi orang banyak untuk tak mendukung rencana besar itu,
Gamparan ... "kata Jendra.
"Syukur kalau begitu. Hanya
saja yang terjadi di seluruh Rancah, semua orang menjadi takut
setelah mendengar peristiwa yang
menimpa kalian. Tak nanti mereka merasa takut kalau tidak
menerima kabar-kabar buruk dari
kalian, Jendra ... "kata Bendara Wedana.
Jendra menunduk lesu. Rupanya dia
merasa kalau majikannya tetap menuduhnya ikut
menyebarkan isu yang membuat
rakyat Rancah menjadi takut.
"Sudah ada utusan dari
masyarakat yang meminta aku mengurungkan niatan itu, Jendra ... "
tutur Bendara Wedana lagi. @bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar