Brawijaya Melarikan Diri ke Bali
Jurnalis Independen: Dengan
dikawal Pasukan Bhayangkara, Prabhu Brawijaya segera keluar dari Istana.
Pasukan Bhayangkara memutuskan agar Sang Prabhu menyelamatkan diri ke Pulau
Bali. Pulau yang kondusif sebagai tempat pelarian untuk saat itu.
Ditengah kekacauan itu, Dewi
Anarawati, diam-diam dibawa oleh pasukan Islam ke Gresik. Putra bungsu Dewi
Anarawati, Raden Gugur yang masih kecil, diselamatkan oleh pasukan Ponorogo dan
dibawa ke Kadipaten Ponorogo.
Dan pada akhirnya, Majapahit bisa
dijebol. Seluruh Istana dirusak dan dibakar! Perusakan terjadi dimana-mana.
Perang yang semula melibatkan dua
kekuatan militer Majapahit dan Demak, kini merembet menjadi perang sipil.
Mereka yang merasa diatas angin, kini menjadi sosok malaikat maut. Pertumpahan
darah terjadi. Masyarakat Majapahit yang masih memegang keyakinan lama,
berhadapan secara frontal dengan mereka yang telah berpindah keyakinan.
Dimana-mana, situasi anarkhis
terjadi. Dimana-mana dua kubu ini bentrok. Dimana-mana kekacauan merajalela.
Jawa dalam situasi chaos! Ibu pertiwi menangis. Ibu pertiwi terluka.
Putra-putranya kini tengah saling menumpahkan darah. Pertempuran antara system
kafir yang menyesatkan melawan kebijakan yang dikambing hitamkan.
Akibat tragedi yang mencerabut
segala sendi-sendi masyarakat Majapahit ini, bangunan-bangunan indah dari
Kerajaan Agung Majapahit, musnah tak berbekas! Majapahit yang terkenal sebagai
Macan Asia, ludes dibabat habis. Di Jawa Timur, Majapahit seolah-olah hanya
sebuah mitos belaka, karena banyak peninggalan dari jaman keemasan Nusantara
ini, hancur karena perang saudara.
Hanya sedikit yang tersisa. Dan
yang sedikit itulah yang masih bisa kita saksikan hingga sekarang.
Eksodus besar-besaran terjadi.
Para Agamawan, Para Bangsawan dan rakyat yang tetap memegang teguh
keyakinannya, menyingkir ketempat-tempat yang dirasa aman. Kebanyakan
menyeberang ke Bali, Kalimantan dan Lombok.
Ada seorang putri selir Prabhu
Brawijaya yang melarikan diri bersama sisa-sisa prajurid Majapahit dan beberapa
penduduk. Dia bernama Dewi Rara Anteng. Bersama suaminya Raden Jaka Seger, dia
menyingkir ke pegunungan Bromo. Sampai sekarang keturunan mereka masih ada
disana, dikenal dengan nama suku Tengger.
Diwilayah pegunungan Bromo,
pasukan Demak memang tidak bisa menjangkau. Medannya cukup sulit dan terisolir.
Suku Tengger dibuka pada jaman pemerintahan Presiden Soekarno. Ketika disensus
dan ditanyakan apa agama mereka, mereka menyatakan beragama Budo. Padahal
ritual yang mereka jalankan lebih dekat ke agama Hindhu dari pada agama Buddha.
Para petugas sensus tidak tahu, istilah Hindhu memang tidak dikenal pada jaman
Majapahit. Yang terkenal adalah agomo Siwo Budo atau hanya disebut wong Budo saja.
Dengan dikawal oleh Pasukan
Bhayangkara dan beberapa kesatuan pasukan yang tersisa, Prabhu Brawijaya
menyingkir ke arah timur. Dan untuk sementara, beliau tinggal di Blambangan.
Adipati Blambangan, memperkuat barisan pasukan ini. Dan tak hanya itu, para
penduduk Blambangan-pun dengan suka rela ikut menggabungkan diri. Mereka
benar-benar melindungi Prabhu Brawijaya ekstra ketat. Mereka siap tempur di
Blambangan. Keadaan darurat diberlakukan.
Selama ada di Blambangan, Prabhu
Brawijaya terus terusik batinnya. Raden Patah, yang biasa beliau panggil dengan
nama Patah itu, ternyata telah tega melakukan ini semua. Kebaikan beliau selama
ini dibalas dengan racun. Sabda Palon dan Naya Genggong menabahkan hati Sang
Prabhu. Nasi sudah menjadi bubur. Tidak patut disesali lagi.
Kini, saatnya untuk menata
kembali yang tersisa. Dan untuk tujuan itu, Prabhu Brawijaya harus menyeberang
ke Pulau Bali.@bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar