Jurnalis Independen: Kalau
kita mendengar Ratu Kidul langsung terbayang hal-hal mistis, merinding badan
kita, musrik dan tidak masuk akal. Namun keberadaan kisahnya, lokasi bersemayam
Ratu Pantai Selatan begitu dekat dengan kehidupan manusia Jawa. Padahal makhluk
yang bernama manusia adalah makhluk yang
diciptakan Allah SWT paling mulia dan tinggi derajatnya dibanding
makhluk-makhluk ciptaan ALLAH lain, sekalipun malaikat.
Siapa Ibu Ratu Kidul atau biasa
disebut Ibu Ratu Pantai Selatan? Untuk mencari data Panjenengan Ibu Ratu, ada
baiknya, mengajal pembaca kembali pada jaman dulu. Saat pulau Jawa, Nusantara “dijajah”
agama Hindu dari India, dunia islam telah lahir seorang Nabi dari ketutunan Adam,
bernama Nabi Sis AS. Saat itu di India, tepatnya jaman Aji Saka, Aji Sakti dan
Aji Putih. Ketiganya adalah kembar dan putra dari Raja Sungging Perbangkala
dengan Ibu Ratu Dewi Arumba kerajaan dari India dekat Sungai Yamuna.
Setelah meningkat dewasa
ketiganya mempunyai kesaktian dan kepandaian yang setara sehingga membuat Raja
melakukan sayembara kepada ketiganya untuk memperebutkan pusaka Kembang Cangkok
Wijaya Kusuma yang selalu diikuti oleh pusaka Cakra Bijaksana dan Tiwi Krama.
Siapa yang mendapatkan pusaka itu akan ditunjuk menjadi Raja. Oleh Patih
Kerajaan, Patih Abiyasa yang sakti pusaka kembang cangkok wijaya kusuma
dilempar jauh-jauh. Akhirnya ketiga putra raja mengejar pusaka itu dengan
kesaktian mereka masing-masing.
Sampailah pada satu masa dan
tempat dimana pusaka itu ternyata jatuhnya di sekitar Nusantara tepatnya di
pulau Jawa. Setelah berbulan-bulan mengejar akhirnya mereka tiba di pulau Jawa.
Singkat cerita seiring dengan waktu, ternyata yang menemukan pusaka itu adalah
Aji Putih Aji anak bungsu dari Dewi Arumba. Dengan sikap yang bijaksana dan
tenang disampaikanlah penenemuannya kepada Aji Sakti, kakak keduanya dan
dikatakan oleh Aji Sakti bahwa ini adalah kehendak Sang Hyang Wenang nama Tuhan
dalam agama Hindu.
Tiba-tiba datanglah Aji Saka anak
tertua dari Dewi Arumba. Aji Saka dengan nafsunya dan cenderung iri merebut
pusaka itu dari Aji Putih tetapi ditahan oleh Aji Sakti sehingga tetap dipegang
oleh Aji Putih. Pada saat itu Aji Putih mengatakan kalau memang kakak sulungnya
memang menginginkan pusaka akan diberikan. Aji Saka mengatakan itu memang hak
dia sebagai kakak tertua tetapi ditolak ole Aji Sakti dengan mengatakan sesuai
dengan pesan dan janji dari ayahanda bahwa yang menemukan pusaka, akan
dijadikan raja maka Aji Putihlah yang berhak menjadi Raja.
Aji Saka terus beragumen dan
tetap menginginkan pusaka tetapi selalu dibantah oleh Aji Sakti sehingga
terjadilah perang mulut dan perang fisik diantara keduanya sementara Aji Putih
tetap pasrah dan ikhlas. Disini ditunjuukkan bahwa pasrah dan ikhlas yang
tawadu pasti menuai hasil yang baik.
Perang antara kakak-adik terus
terjadi tidak ada yang menang dan yang kalah sampai waktu bertahun-tahun. Peperangan
merebutkan tahta ini dipercaya terus berlangsung hingga akhir dunia. Yaitu pertempuran
dalam memperebutkan kekuasaan yang dilakukan oleh anak keturunan Aji Putih dan
Aji Saka. Karena bosan berperang, Aji Saka akhirnya pergi ke timur tepatnya
daerah Banyuwangi (Alas Purwo). Disitulah Aji Saka merintis dan mendirikan
kerajaan secara turun temurun mulai dari Daha, Kediri, Singasari, Majapahit
sampai Mataram. Ingat like father like son, sifat iri dan gila kekuasaan selalu
menyertai perjalanan anak cucu Aji Saka sehingga kita dapat menyaksikan sejarah
perebutan kekuasaan Ken Arok-Tunggul Ametung, Tribuana Tunggal Dewi sampai
kerajaan Mataram menjadi dua Yogyakarta dan Surakarta bahkan sekarang keraton
Surakarta sempat pecah memperebutkan kekuasaan menjadi Mangkunegaran.
Bagaimana dengan Aji Putih? Aji
Putih bersama turunannya mendirikan kerajaan Galeuh Pakuan sedangkan Aji Sakti
mendirikan kerajaan Pajajaran yang sebenarnya hanya seolah-olah.Maksudnya mendirikan
kerajaan tetapi tidak menjadi raja, melainkan menjadi Pandita dan selalu
melindungi adiknya dari serangan Aji Saka.
Hubungannya dengan Ratu Kidul
Aji Sakti mempunyai 2 anak yaitu
Dewi Sri Pohaci yang cantik jelita dan sering dipanggil sebagai Cinde Maya. Sedangkan
adiknya bernama Jaka Manggala, pemuda ini selain tampan juga memiliki kesaktian
seperti ayahnya. Karena kecantikan Dewi Pohaci, banyak pria terutama kaum
bangsawan menginginkannya menjadikan calon istri mereka sehingga dibuatlah
sayembara oleh Aji Sakti siapa yang dapat mengalahkan kesaktian Jaka Manggala
maka akan ditunjuk sebagai suami Dewi Sri Pohaci. Seiring waktu, kesaktian Jaka
Manggala tidak dapat dikalahkan oleh pria manapun sehingga membuat Dewi Sri
Pohaci merenung dan sedih memikirkan nasibnya. Pohaci berpikir, jika terus
seperti ini, dirinya tidak akan mendapatkan jodoh dan tak akan bisa
berkeluarga. Sikap Dewi Sri Pohaci inilah membuat Jaka Manggala merasa bersalah
tetapi dia sangat mencintai kakaknya sampai kapanpun.
Setelah merenung dan berpikir,
Jaka Manggala memutuskan akan menghilang dari hadapan Dewi Sri Pohaci agar
dapat menikah dengan pria idamannya dengan syarat dia menhilang tapi tidak jauh
dari kakaknya. Caranya? Dengan kesaktiannya, Jaka Manggala masuk ke dalam
kemaluan sang kakak sampai ditemukan calon suami yang ideal buat kakaknya.
Hari berganti hari, bulan
berganti bulan, sampai abad berganti abad, masuklah masa Islam di tanah Jawa.
Suatu hari Wali Songo memanggil Panembahan Senopati untuk memberitahukan
peristiwa besar yang akan dialami oleh Panembahan Senopati. Dikatakannya
Panembahan Senopati akan menemukan calon istri yang ideal tetapi ada petunjuk
buat dia bahwa setelah menikah Panembahan Senopati dilarang untuk melakukan
hubungan badan dengan istrinya. Larangan itu berlaku selama 40 hari dan selama
itu Panembahan Senopati wajib melakukan shalat Tahajud dengan amalan yang telah
ditentukan.
Benar saja, suatu hari ketika
berburu di hutan, Panembahan Senopati bertemu seorang wanita yang sangat cantik
sekali dan dia sangat terpesona akan tutur bahasanya yang santun. Akhirnya
wanita itu diajaklah ke kediaman beliau karena ternyata wanita itu tinggal
seorang diri di hutan. Beliau mengabarkan kepada para wali apakah ini calaon
istri yang ideal. Ternyata benar dan menikahlah keduanya tetapi Panembahan
Senopati tidak lupa akan amant para wali selam 40 hari melakukan amalan dari
para wali.
Pada hari ketiga terjadilah
peristiwa yang akan mengubah tatanan dan sikap masyarakat Jawa terhadap pantai
Selatan. yaitu ketika sedang wirid tepat di samping ranjang tempat tidur sang
istri yang berkelambu, tiba-tiba Panembahan Senopati melihat seorang pria ada
dalam kelambu istrinya yang sedang tertidur pulas. Ternyata pria di dalam
kelambu itu tidak lain dan tidak bukan adalah Jaka Manggala, adik dari istrinya
yaitu Dewi Sri Pohaci atau Cinde Maya. Rupanya Jaka Manggala keluar dari
kemaluan kakaknya karena tidak kuat lagi menahan panasnya energi yang keluar
dari setiap ayat Qur’an yang diwiridkan oleh Panembahan Senopati. Panembahan
Senopati sempat berpikir apakah
istrinya telah berbuat serong dengan lelaki itu? Dan dikejarlah Jaka Manggala
tetapi dengan kelihaiannya berhasil melarikan diri dengan cepatnya tanpa bisa
diketahui dan terkejar oleh Panembahan Senopati. Ketika kembali ke kediamannya,
Panembahan Senopati, ternyata Cinde Maya sudah tidak ada di kamarnya. Pohaci
atau Cinde Maya telah melarikan diri karena malu. Rasa malu Pohaci ternyata
lebih besar dari rasa cintanya kepada Panembahan Senopati. Panembahan Senopati
yang sudah dianggapnya sebagai pria dan suami yang baik dan beriman harus ia
tinggalkan. Akhirnya dengan tergopoh-gopoh Cinde Maya sampailah di tepi jurang
di Pantai Selatan. Rasa malu dan cinta yang demikian besar tak mampu Pohaci
tanggung seorang diri. Dengan rasa putus asa, Pohaci bermaksud bunuh diri.
ketika akan menceburkan diri, ada seorang pria yang memegang pundaknya sehingga
selamatlah Cinde Maya.
Dewi Pohaci atau Cinde Maya
diselamatkan oleh seorang lelaki. Ternyata Pria penolongnya itu adalah Nabi
Khidir AS. Dengan suara jelas, tegas, berwibawah namun tetap menunjukkan
kebijaksanaan, ditegurnya Cinde Maya yang dalam keputusasaan. Dengan mengingatkan
bahwa sebagai manusia, melakukan tindakan bunuh diri adalah dosa besar dan
tidak akan mendapatkan ampunan dari ALLAH SWT dan jaminannnya adalah neraka. Mendengar
teguran itu, sambil menangis, Cinde Maya mengatakan apa yang harus dilakukan
untuk menutupi aib itu. Oleh Nabi Khidir AS dijawab dengan mengatakan “itu
bukan aib tapi itu adalah takdir ALLAH SWT, atas seijin ALLAH. Akhirnya Pohaci
atau Cinde Maya sadar dan menuruti nasehat Nabi Khidir AS.
Nabi Khidir menawarkan kepada
Cinde Maya untuk tinggal di Laut Selatan. Sebuah alam setingkat diatas alam
nyata manusia. Pohaci sekaligus bertugas menjaga harta warisan Nabi Sulaeman AS.
Nabi terkaya dalam kepercayaan agama islam. Selain itu, juga mendapat tugas melestarikan
alam lingkungan sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Cinde Maya menyetujuinya
hingga sekarang masih menetapi laut selatan yang dikenal dengan Ibu Ratu Kidul
atau Ibu Ratu Pantai Selatan. Pertanyaannya adalah siapa sebenarnya yang selama
ini digambarkan dengan wanita cantik pada lukisan dan kemunculan di sekitar
laut selatan? Wanita itu adalah Nyi Blorong, bangsa siluman yang merupakan
panglima dari Ibu Ratu Kidul dengan sifat yang kurang baik. Blorong tidak ingin
disamakan dengan manusia baik pakaian, fisik dan lain sebagainya, sedangkan di
darat dikuasai oleh Centing Manik yang juga bangsa Siluman. Di pantai Utara
Pulau Jawa penguasanya bangsa siluman bernama Dewi Lanjar.
Jadi kesimpulannya adalah, Ibu
Ratu Kidul atau Ratu Pantai Selatan adalah bangsa manusia. Ia juga yang
mengalami proses penuaan fisik dan karena Kun Faya Kun-nya ALLAH, beliau dapat
berada di dua alam serta selalu melindungi anak cucunya. Begitulah ceritanya,
jadi sebagai manusia , kita tidak boleh takut pada hal-hal mistik, klenik dan
lain sebagainya apalagi jin dan setan tetapi yang kita takutkan adalah diri
kita sendiri dalam mengendalikan nafsu manusia.@Zoe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar