Kamis, 04 Juli 2013

Sejarah Dewi Pohaci Figur Ibu Ratu Pantai Selatan


Jurnalis Independen: Kalau kita mendengar Ratu Kidul langsung terbayang hal-hal mistis, merinding badan kita, musrik dan tidak masuk akal. Namun keberadaan kisahnya, lokasi bersemayam Ratu Pantai Selatan begitu dekat dengan kehidupan manusia Jawa. Padahal makhluk yang bernama manusia  adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT paling mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk-makhluk ciptaan ALLAH lain, sekalipun malaikat.


Siapa Ibu Ratu Kidul atau biasa disebut Ibu Ratu Pantai Selatan? Untuk mencari data Panjenengan Ibu Ratu, ada baiknya, mengajal pembaca kembali pada jaman dulu. Saat pulau Jawa, Nusantara “dijajah” agama Hindu dari India, dunia islam telah lahir seorang Nabi dari ketutunan Adam, bernama Nabi Sis AS. Saat itu di India, tepatnya jaman Aji Saka, Aji Sakti dan Aji Putih. Ketiganya adalah kembar dan putra dari Raja Sungging Perbangkala dengan Ibu Ratu Dewi Arumba kerajaan dari India dekat Sungai Yamuna.

Setelah meningkat dewasa ketiganya mempunyai kesaktian dan kepandaian yang setara sehingga membuat Raja melakukan sayembara kepada ketiganya untuk memperebutkan pusaka Kembang Cangkok Wijaya Kusuma yang selalu diikuti oleh pusaka Cakra Bijaksana dan Tiwi Krama. Siapa yang mendapatkan pusaka itu akan ditunjuk menjadi Raja. Oleh Patih Kerajaan, Patih Abiyasa yang sakti pusaka kembang cangkok wijaya kusuma dilempar jauh-jauh. Akhirnya ketiga putra raja mengejar pusaka itu dengan kesaktian mereka masing-masing.

Sampailah pada satu masa dan tempat dimana pusaka itu ternyata jatuhnya di sekitar Nusantara tepatnya di pulau Jawa. Setelah berbulan-bulan mengejar akhirnya mereka tiba di pulau Jawa. Singkat cerita seiring dengan waktu, ternyata yang menemukan pusaka itu adalah Aji Putih Aji anak bungsu dari Dewi Arumba. Dengan sikap yang bijaksana dan tenang disampaikanlah penenemuannya kepada Aji Sakti, kakak keduanya dan dikatakan oleh Aji Sakti bahwa ini adalah kehendak Sang Hyang Wenang nama Tuhan dalam agama Hindu.

Tiba-tiba datanglah Aji Saka anak tertua dari Dewi Arumba. Aji Saka dengan nafsunya dan cenderung iri merebut pusaka itu dari Aji Putih tetapi ditahan oleh Aji Sakti sehingga tetap dipegang oleh Aji Putih. Pada saat itu Aji Putih mengatakan kalau memang kakak sulungnya memang menginginkan pusaka akan diberikan. Aji Saka mengatakan itu memang hak dia sebagai kakak tertua tetapi ditolak ole Aji Sakti dengan mengatakan sesuai dengan pesan dan janji dari ayahanda bahwa yang menemukan pusaka, akan dijadikan raja maka Aji Putihlah yang berhak menjadi Raja.

Aji Saka terus beragumen dan tetap menginginkan pusaka tetapi selalu dibantah oleh Aji Sakti sehingga terjadilah perang mulut dan perang fisik diantara keduanya sementara Aji Putih tetap pasrah dan ikhlas. Disini ditunjuukkan bahwa pasrah dan ikhlas yang tawadu pasti menuai hasil yang baik.                

Perang antara kakak-adik terus terjadi tidak ada yang menang dan yang kalah sampai waktu bertahun-tahun. Peperangan merebutkan tahta ini dipercaya terus berlangsung hingga akhir dunia. Yaitu pertempuran dalam memperebutkan kekuasaan yang dilakukan oleh anak keturunan Aji Putih dan Aji Saka. Karena bosan berperang, Aji Saka akhirnya pergi ke timur tepatnya daerah Banyuwangi (Alas Purwo). Disitulah Aji Saka merintis dan mendirikan kerajaan secara turun temurun mulai dari Daha, Kediri, Singasari, Majapahit sampai Mataram. Ingat like father like son, sifat iri dan gila kekuasaan selalu menyertai perjalanan anak cucu Aji Saka sehingga kita dapat menyaksikan sejarah perebutan kekuasaan Ken Arok-Tunggul Ametung, Tribuana Tunggal Dewi sampai kerajaan Mataram menjadi dua Yogyakarta dan Surakarta bahkan sekarang keraton Surakarta sempat pecah memperebutkan kekuasaan menjadi Mangkunegaran.                

Bagaimana dengan Aji Putih? Aji Putih bersama turunannya mendirikan kerajaan Galeuh Pakuan sedangkan Aji Sakti mendirikan kerajaan Pajajaran yang sebenarnya hanya seolah-olah.Maksudnya mendirikan kerajaan tetapi tidak menjadi raja, melainkan menjadi Pandita dan selalu melindungi adiknya dari serangan Aji Saka.

Hubungannya dengan Ratu Kidul
Aji Sakti mempunyai 2 anak yaitu Dewi Sri Pohaci yang cantik jelita dan sering dipanggil sebagai Cinde Maya. Sedangkan adiknya bernama Jaka Manggala, pemuda ini selain tampan juga memiliki kesaktian seperti ayahnya. Karena kecantikan Dewi Pohaci, banyak pria terutama kaum bangsawan menginginkannya menjadikan calon istri mereka sehingga dibuatlah sayembara oleh Aji Sakti siapa yang dapat mengalahkan kesaktian Jaka Manggala maka akan ditunjuk sebagai suami Dewi Sri Pohaci. Seiring waktu, kesaktian Jaka Manggala tidak dapat dikalahkan oleh pria manapun sehingga membuat Dewi Sri Pohaci merenung dan sedih memikirkan nasibnya. Pohaci berpikir, jika terus seperti ini, dirinya tidak akan mendapatkan jodoh dan tak akan bisa berkeluarga. Sikap Dewi Sri Pohaci inilah membuat Jaka Manggala merasa bersalah tetapi dia sangat mencintai kakaknya sampai kapanpun.

Setelah merenung dan berpikir, Jaka Manggala memutuskan akan menghilang dari hadapan Dewi Sri Pohaci agar dapat menikah dengan pria idamannya dengan syarat dia menhilang tapi tidak jauh dari kakaknya. Caranya? Dengan kesaktiannya, Jaka Manggala masuk ke dalam kemaluan sang kakak sampai ditemukan calon suami yang ideal buat kakaknya.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, sampai abad berganti abad, masuklah masa Islam di tanah Jawa. Suatu hari Wali Songo memanggil Panembahan Senopati untuk memberitahukan peristiwa besar yang akan dialami oleh Panembahan Senopati. Dikatakannya Panembahan Senopati akan menemukan calon istri yang ideal tetapi ada petunjuk buat dia bahwa setelah menikah Panembahan Senopati dilarang untuk melakukan hubungan badan dengan istrinya. Larangan itu berlaku selama 40 hari dan selama itu Panembahan Senopati wajib melakukan shalat Tahajud dengan amalan yang telah ditentukan.

Benar saja, suatu hari ketika berburu di hutan, Panembahan Senopati bertemu seorang wanita yang sangat cantik sekali dan dia sangat terpesona akan tutur bahasanya yang santun. Akhirnya wanita itu diajaklah ke kediaman beliau karena ternyata wanita itu tinggal seorang diri di hutan. Beliau mengabarkan kepada para wali apakah ini calaon istri yang ideal. Ternyata benar dan menikahlah keduanya tetapi Panembahan Senopati tidak lupa akan amant para wali selam 40 hari melakukan amalan dari para wali.                 
Pada hari ketiga terjadilah peristiwa yang akan mengubah tatanan dan sikap masyarakat Jawa terhadap pantai Selatan. yaitu ketika sedang wirid tepat di samping ranjang tempat tidur sang istri yang berkelambu, tiba-tiba Panembahan Senopati melihat seorang pria ada dalam kelambu istrinya yang sedang tertidur pulas. Ternyata pria di dalam kelambu itu tidak lain dan tidak bukan adalah Jaka Manggala, adik dari istrinya yaitu Dewi Sri Pohaci atau Cinde Maya. Rupanya Jaka Manggala keluar dari kemaluan kakaknya karena tidak kuat lagi menahan panasnya energi yang keluar dari setiap ayat Qur’an yang diwiridkan oleh Panembahan Senopati. Panembahan

Senopati sempat berpikir apakah istrinya telah berbuat serong dengan lelaki itu? Dan dikejarlah Jaka Manggala tetapi dengan kelihaiannya berhasil melarikan diri dengan cepatnya tanpa bisa diketahui dan terkejar oleh Panembahan Senopati. Ketika kembali ke kediamannya, Panembahan Senopati, ternyata Cinde Maya sudah tidak ada di kamarnya. Pohaci atau Cinde Maya telah melarikan diri karena malu. Rasa malu Pohaci ternyata lebih besar dari rasa cintanya kepada Panembahan Senopati. Panembahan Senopati yang sudah dianggapnya sebagai pria dan suami yang baik dan beriman harus ia tinggalkan. Akhirnya dengan tergopoh-gopoh Cinde Maya sampailah di tepi jurang di Pantai Selatan. Rasa malu dan cinta yang demikian besar tak mampu Pohaci tanggung seorang diri. Dengan rasa putus asa, Pohaci bermaksud bunuh diri. ketika akan menceburkan diri, ada seorang pria yang memegang pundaknya sehingga selamatlah Cinde Maya.

Dewi Pohaci atau Cinde Maya diselamatkan oleh seorang lelaki. Ternyata Pria penolongnya itu adalah Nabi Khidir AS. Dengan suara jelas, tegas, berwibawah namun tetap menunjukkan kebijaksanaan, ditegurnya Cinde Maya yang dalam keputusasaan. Dengan mengingatkan bahwa sebagai manusia, melakukan tindakan bunuh diri adalah dosa besar dan tidak akan mendapatkan ampunan dari ALLAH SWT dan jaminannnya adalah neraka. Mendengar teguran itu, sambil menangis, Cinde Maya mengatakan apa yang harus dilakukan untuk menutupi aib itu. Oleh Nabi Khidir AS dijawab dengan mengatakan “itu bukan aib tapi itu adalah takdir ALLAH SWT, atas seijin ALLAH. Akhirnya Pohaci atau Cinde Maya sadar dan menuruti nasehat Nabi Khidir AS.

Nabi Khidir menawarkan kepada Cinde Maya untuk tinggal di Laut Selatan. Sebuah alam setingkat diatas alam nyata manusia. Pohaci sekaligus bertugas menjaga harta warisan Nabi Sulaeman AS. Nabi terkaya dalam kepercayaan agama islam. Selain itu, juga mendapat tugas melestarikan alam lingkungan sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Cinde Maya menyetujuinya hingga sekarang masih menetapi laut selatan yang dikenal dengan Ibu Ratu Kidul atau Ibu Ratu Pantai Selatan. Pertanyaannya adalah siapa sebenarnya yang selama ini digambarkan dengan wanita cantik pada lukisan dan kemunculan di sekitar laut selatan? Wanita itu adalah Nyi Blorong, bangsa siluman yang merupakan panglima dari Ibu Ratu Kidul dengan sifat yang kurang baik. Blorong tidak ingin disamakan dengan manusia baik pakaian, fisik dan lain sebagainya, sedangkan di darat dikuasai oleh Centing Manik yang juga bangsa Siluman. Di pantai Utara Pulau Jawa penguasanya bangsa siluman bernama Dewi Lanjar.

Jadi kesimpulannya adalah, Ibu Ratu Kidul atau Ratu Pantai Selatan adalah bangsa manusia. Ia juga yang mengalami proses penuaan fisik dan karena Kun Faya Kun-nya ALLAH, beliau dapat berada di dua alam serta selalu melindungi anak cucunya. Begitulah ceritanya, jadi sebagai manusia , kita tidak boleh takut pada hal-hal mistik, klenik dan lain sebagainya apalagi jin dan setan tetapi yang kita takutkan adalah diri kita sendiri dalam mengendalikan nafsu manusia.@Zoe

Tidak ada komentar: