Jumat, 19 Juli 2013

Runtuhnya Imperium Ras Java Wilwatikta (13)

Sirna Ilang Kerthaning Bhumi
Jurnalis Independen: Atas perintah Raden Patah, Senopati Demak Bintara Sunan Kudus menemui Adipati Terung, adik kandung Raden Patah dengan membawa pasukan Demak Bintara. Adipati Terung di ultimatum agar menyerah, atau dihancurkan. Adipati Terung dalam dilema. Pada akhirnya, dia menyatakan ‘menyerah’ kepada Demak Bintara.


Beberapa saat kemudian, Raden Patah datang dari Demak untuk melihat langsung kemenangan pasukannya. Raden Patah meminta semua laporan dari kepala pasukan Demak. Diketahui kemudian, Prabhu Brawijaya berhasil meloloskan diri. Pasukan Bhayangkara Majapahit atau Pasukan Khusus Pengawal Raja, memang terkenal lihai melindungi junjungan mereka. Tak ada satupun kepala pasukan Demak yang mengetahui bagaimana Pasukan Bhayangkara bisa menerobos kepungan rapat Pasukan Islam dan kearah mana mereka membawa Sang Prabhu pergi.

Raden Patah segera menyebar pasukan mata-mata untuk melacak keberadaan Sang Prabhu. Dan Raden Patah sendiri segera melanjutkan perjalanan untuk bertandang ke Pesantren Ampel di Surabaya. Dia hendak mengabarkan kemenangan besar ini kepada janda Sunan Ampel.

Di Surabaya situasi anarkhis-pun merajalela. Nyi Ageng Ampel, begitu mendengar laporan Raden Patah, MARAH! Dengan tegas beliau menyatakan, apa yang dilakukan Raden Patah adalah sebuah KESALAHAN BESAR. Dia telah berani melanggar wasiat gurunya sendiri, Sunan Ampel, yang mewasiatkan sebelum beliau wafat, melarang orang-orang Islam merebut tahta Majapahit. Dan juga, Raden Patah telah berani melawan seorang Imam yang sah, seorang Umaro’ tidak seharusnya dilawan tanpa ada alasan yang jelas. Dan yang ketiga, Raden Patah telah berani durhaka kepada ayah kandungnya sendiri yang telah melimpahkan segala kebaikan bagi dirinya serta orang-orang Islam.

Nyi Ageng Ampel menangis. Raden Patah terketuk hati nuraninya, dia ikut mencucurkan air mata. Didepan Nyi Ageng Ampel, Raden Patah mencium kaki beliau, menangis, menyesali perbuatannya.

Dengan berurai air mata, Raden Patah meminta solusi kepada Nyi Ageng Ampel. Dan Nyi Ageng Ampel memerintahkan kepadanya untuk segera mencari keberadaan Prabhu Brawijaya. Dan apabila sudah diketemukan, seyogyanya, Prabhu Brawijaya dikukuhkan kembali sebagai seorang Raja.

Mendengar perintah itu, secara emosional Raden Patah berniat mencari ayahandanya sendiri bersama beberapa orang prajurid Demak. Tapi Nyi Ageng Ampel mencegahnya. Dalam situasi anarkhis seperti ini, tidak memungkinkan bagi dia untuk mencari beliau sendiri. Dikhawatirkan, akan terjadi kesalah pahaman. Dan sekarang, dimata Prabhu Brawijaya, dirinya dan seluruh umat Islam yang menyokong pergerakan pasukan Demak, tidak mungkin dipercaya lagi.

Jalan keluar yang terbaik adalah, meminta bantuan Sunan Kalijaga atau Syeh Siti Jenar untuk mewakili dirinya, mencari Prabhu Brawijaya dan apabila sudah bisa ditemukan, memohon kepada Prabhu Brawijaya agar kembali ke Majapahit. Sudah bukan rahasia lagi dikalangan Istana, dua ulama besar ini tidak terlibat dalam penyerangan Majapahit.

Karena Syeh Siti Jenar, baru saja disidang oleh Dewan Wali Sangha yang mengakibatkan hubungan beliau dengan Para Wali sekaligus dengan Raden Patah dalam situasi yang tidak mengenakkan, maka Raden Patah memutuskan untuk mengirim pasukan khusus menemui Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga, dimohon menghadap ke Pesantren Ampel atas permintaan Nyi Ageng Ampel dan Raden Patah.

Beberapa hari kemudian, Sunan Kalijaga datang ke Surabaya. Beliau waktu itu berada di Demak Bintara, memfokuskan diri memimpin pembangunan Masjid Demak.

Sunan Kalijaga, Nyi Ageng Ampel dan Raden Patah, terlibat perundingan yang serius. Dan pada akhirnya, Sunan Kalijaga menyetujui untuk mengemban tugas mulia itu.

Beberapa hari kemudian, laporan dari pasukan mata-mata Demak Bintara diterima Raden Patah. Diketahui, ada konsentrasi besar pasukan Majapahit diwilayah Blambangan. Diketahui pula, Prabhu Brawijaya ada disana. Ada kabar terpetik, Prabhu Brawijaya hendak menyeberang ke pulau Bali.

Mendapati informasi yang dapat dipercaya seperti itu, Sunan Kalijaga, diiringi beberapa santrinya, segera berangkat ke Blambangan. Dia siap mengambil segala resiko yang bakal terjadi. Dengan memakai pakaian rakyat sipil yang tidak mencolok mata, demi untuk menghindari kesalah pahaman, dia berangkat. Disetiap daerah yang dilalui, Sunan Kalijaga beserta rombongan melihat pemandangan yang memilukan. Kekacauaan ada dimana-mana. Penduduk yang masih memegang keyakinan lama, bentrok dengan penduduk yang sudah mengganti keyakinannya.Korban berjatuhan. Nyawa melayang karena kepicikan.@bersambung


Tidak ada komentar: