Jurnalis Independen: Militer lagi-lagi menjadi elemen
kunci bagi tergulingnya pemerintahan di Mesir. Setelah Hosni Mubarak pada
Revolusi 2011, kini giliran Mohamed Mursi yang terguling. Padahal dia baru
setahun menjadi presiden di Negeri Piramid.
Tokoh sentral dalam penggulingan
kekuasaan atas Mursi itu adalah Panglima Militer merangkap Menteri Pertahanan
Mesir, Jenderal Abdel Fattah al-Sisi. Tanpa perintah jenderal angkatan darat
itu, mustahil pasukan Mesir berani menangkap Mursi, yang dipilih melalui
pemilihan umum demokratis pertama di Mesir pada 2012.
Ironisnya, Mursi pula yang tahun
lalu mengangkat al-Sisi sebagai panglima militer setelah presiden Mesir itu
berselisih dengan pejabat sebelumnya.
Tak hanya dikudeta, Mursi pun
ditahan militer. Belum jelas di mana dia persisnya ditahan, apakah di fasilitas
Departemen Pertahanan atau di markas Intelijen Militer. Untuk sementara, posisi
Mursi digantikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Mesir, Adly Mansour.
Militer pimpinan Al-Sisi
mengklaim bahwa tindakan mereka itu bukan kudeta, namun langkah demi
menyelamatkan negara dan atas kehendak rakyat. Sejak akhir pekan lalu, marak
demonstrasi dari kelompok-kelompok oposisi menuntut Mursi turun, karena dinilai
gagal mengatasi krisis ekonomi dan cenderung bersikap otoriter, mengikuti rezim
sebelumnya, Hosni Mubarak.
Militer pun tidak tinggal diam.
Setelah kelompok oposisi Tamarod menuntut Mursi untuk mundur selambat-lambatnya
Selasa sore 2 Juli, militer pun ikut-ikutan memberi ultimatum. Pada 1 Juli
lalu, Jenderal al-Sisi memberi waktu kepada Mursi selama 48 jam untuk mengatasi
krisis politik di Mesir, atau militer akan menerapkan langkah sendiri.
Langkah militer itulah yang
akhirnya menjungkalkan Mursi dari kursi presiden. Bersamaan dengan langkah itu,
militer Mesir Rabu kemarin juga menutup sejumlah stasiun televisi yang
mendukung Mursi maupun kelompok Ikhwanul Muslimin yang mendukungnya. Pimpinan
Ikhwanul maupun orang-orang dekat Mursi pun ditangkap dan dilarang ke luar
negeri, ungkap kantor berita Reuters.
Selain kepada Mursi, media massa
dan publik internasional pun mulai penasaran dengan Jenderal al-Sisi. Sejumlah
media, seperti stasiun berita al-Jazeera dan Reuters, sudah mengungkapkan
profilnya.
Lahir di Kairo pada November
1954, al-Sisi lulus dari akademi militer Mesir pada 1977 dengan gelar diploma
ilmu kemiliteran. Sebagai seorang perwira cemerlang, dia pun meneruskan
pendidikannya ke luar negeri.
Pada 1992, al-Sisi menimba ilmu
di Inggris, yaitu di sekolah militer Joint Services Command and Staff College.
Lalu, pada 2006, dia pun meraih gelar master di Amerika Serikat, yaitu dari US
Army War College di Pennsylvania.
Walau belum pernah menimba
pengalaman tempur, karir al-Sisi terus menanjak. Semasa rezim Hosni Mubarak,
al-Sisi bertugas sebagai atase militer Kedutaan Besar Mesir di Arab Saudi.
Dia lalu diangkat menjadi Kepala
Staf untuk Komando Militer Mesir Zona Utara. Saat dewan militer mengambil alih
kepemimpinan Mubarak pada Revolusi Februari 2011, al-Sisi beralih tugas menjadi
Kepala Intelijen Militer.
Perselisihan antara panglima
militer Jenderal Mohamed Hussein Tantawi dan Presiden Mursi, yang baru bertugas
pada 30 Juni 2012, membawa berkah bagi al-Sisi. Dia pun diangkat menggantikan
Tantawi, yang dipaksa Mursi untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Maka, sejak 12 Agustus 2012,
al-Sisi mengemban jabatan yang sangat strategis, yaitu Panglima Angkatan Darat
dan Ketua Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir. Dia pun rangkap jabatan
sebagai Menteri Pertahanan.
Dikenal sebagai perwira yang
relijius, al-Sisi pun sempat dicurigai punya hubungan baik dengan Ikhwanul
Muslimin. Namun, di sisi lain, dia juga pengagum mendiang presiden pertama
Mesir yang beraliran nasionalis, Gamal Abdel Nasser.
Inilah yang membuat kalangan media dan pengamat
menerka-nerka apa motif sebenarnya al-Sisi sampai tega menyingkirkan Mursi,
yang mengangkat dia sebagai panglima militer, dan memerintahkan penangkapan
atas para tokoh Ikhwanul.@JI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar