Jurnalis Independen: Terkait penggantian Kapolri yang mendadak, Presiden Joko Widodo banyak mendapat sorotan dari lembaga masyarakat pemantau tindak korupsi. Rekomendasi Kompolnas menjadi skandal politik bagio Presiden Jokowi terkait diusulkannya nama Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri menggantikan Jenderal Pol Sutarman yang mendekati purna bhakti.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kepala Kepolisian RI. Keputusan Jokowi itu dianggap sebuah preseden buruk.
"Ini skandal politik yang dilakukan Jokowi," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Haris Azhar, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu, 10 Januari 2015.
Jokowi, kata Haris, harus menjelaskan kepada publik alasan dia melakukan pergantian Kapolri secara mendadak. Misalnya, Kapolri Jenderal Sutarman tidak menjalankan instruksi presiden dalam menangani suatu masalah besar sehingga harus diberhentikan. "Ini skandal dan preseden buruk," ujar Haris.
Koordinator Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, juga mempertanyakan keputusan Jokowi. Padahal, menurut dia, masa jabatan Sutarman baru habis pada Oktober mendatang. " Apa alasan presien terburu-buru," ujar Emerson.
Emerson pun heran dengan Jokowi yang tidak melibatkan KPK serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam seleksi calon Kapolri. Padahal pada periode sebelumnya KPK dilibatkan. "Dulu waktu Sutarman minta masukan KPK, tapi sekarang tidak. Ini aneh," ujar Emerson.
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, mengatakan presiden tidak meminta komisi antirasuh menelusuri rekam jejak para calon Kapolri. KPK, kata dia, baru akan menyelidiki jika ada permintaan langsung dari presiden. "Kalau belum diminta ya kami tidak melalukan," ucap Bambang.
Jumat kemarin, 9 Januari 2014, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijanto menyerahkan daftar para calon Kapolri yang telah dikumpulkan Komisi Kepolisian Nasional ke presiden. Jokowi lalu mengeluarkan surat yang isinya menunjuk Budi Gunawan sebagai calon tunggal ke Dewan Perwakilan Rakyat.
Jokowi menunjuk Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kepala Polri. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Jokowi hanya butuh beberapa jam untuk meloloskan Budi. "Tanggal 9 Januari kami terima surat itu, pukul 16.00 WIB presiden meminta dipersiapkan surat ke DPR," kata Pratikno di Kantor PDIP.
Budi adalah jenderal bintang tiga yang saat ini menjabat Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian. Dia satu-satunya jenderal bintang tiga dari angkatan Akademi Kepolisian 1983. Delapan calon yang lain ada perwira tinggi dari Akpol 1981 dan 1982. Budi ajudan Mega saat menjabat presiden 2011-2004.
Budi juga salah satu perwira tinggi Polri yang memiliki rekening gendut dan kasusnya tak pernah berlanjut. Laporan hasil analisis dan laporan pemeriksaan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan mencatat, Budi diketahui memiliki rekening Rp 54 miliar dan bertransaksi di luar profilnya.
Korupsi Budi Gunawan
PT Masindo Lintas Pratama dilaporkan menggelontorkan duit Rp 1,5 miliar ke rekening Herviano Widyatama, anak Budi Gunawan pada November 2006. Kini, Budi Gunawan adalah calon tunggal Kepala Kepolisian Indonesia. PT Masindo adalah pengembang Apartemen Hollywood Residence di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Pada Mei 2007, ratusan pembelinya melapor ke polisi dan menuduh PT Masindo menggelapkan dana Rp 200 miliar lebih.
Indonesia Corruption Watch melaporkan transaksi mencurigakan itu ke Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kami tunggu respons mereka," kata Emerson Yuntho, wakil koordinator ICW seperti yang dikutip dari Majalah Tempo edisi 4 Juli 2010.
Selain Masindo, sebuah perusahaan lain bernama PT Sumber Jaya Indah dilaporkan menyetorkan dana ke rekening Budi Gunawan. Melalui rekening anak Budi, perusahaan itu menggelontorkan hampir Rp 10 miliar.
Sumber Jaya adalah sebuah perusahaan penambang timah yang menguasai 75 hektare lahan tambang di Bangka Belitung. Nama perusahaan sempat jadi berita pada Desember 2007, ketika polisi setempat menyetop 13 truk yang mengangkut timah ilegal milik perusahaan itu. "Saya ingat kasus itu. Penyidikan polisi tidak jelas sampai saat ini," kata Yudho Marhoed, Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia di Bangka Belitung.
Budi Gunawan tutup mulut, saat dikerubuti wartawan. Dia hanya tersenyum dan berkomentar pendek, "Nanti saja, ya." Belakangan, lewat seorang bawahannya, Budi Gunawan mengaku sudah menyerahkan masalah itu ke Kepala Badan Reserse Kriminal. "Semua berita itu tidak benar," katanya singkat sambil ngeloyor melinggalkan awak berbagai media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar