Jumat, 16 Januari 2015

"Soal Kapolri" Jokowi Tak Kenal Jalan Buntu

Jurnalis Independen: Gaduh pengusulan calon tunggal Pimpinan Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri),bukan hanya menarik bagi Rakyat Indonesia saja. Dunia internasional juga menyimak kelanjutan dan langkah-langkah apa yang akan ditempuh Presiden Pilihan Rakyat Joko Widodo.


Keributan itu, bukan saja laksana bola liar yang bisa dimanfaatkan siapa saja untuk mengacau ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi Indonesia tercinta. Maka Joko Widodo (Jokowi) sebagai Mandataris Rakyat Indonesia, harus cepat dan tepat mengambil.

Lantas langkah apa yang harus diambil oleh Presiden yang tidak memiliki tampang korup, otoriter, apa lagi merendahkan kawan maupun lawan politiknya? Satu langkah yang paling tepat menurut penulis adalah kembali pada jalan musyawarah mufakat seperti yang telah diamanatkan Sila ke Empat dalam Pancasila yang merupakan dasar berbangsa dan bernegara.  

Pancasila adalah sumber hukum, tentu saja selain UUD 1945. Karenanya bola liar kasus pengangkatan Komjen BG Calon Kapolri. Presiden Jokowi cukup melakukan duduk bareng antara KPK, DPR, POLRI melakukan MUSYAWARAH MUFAKAT (sila ke 4) mencari jalan keluar tanpa gaduh.

Dalam kasus BG, Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama wajib hukumnya untuk dilakukan. Jika ada lembaga tinggi negara (apalagi perorangan, siapapun orangnya) tidak mau dengan cara ini, itu berarti Antek Asing, teroris, perusak NKRI, pengadu domba, pengacau, PKI dstnya...

Selanjutnya, jika Komjen Budi Gunawan yang diusulkan oleh Presiden Jokowi menjadi Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman, memang terlibat kasus rekening gendut, biar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menindaklanjuti. Sisi lain, rakyat di republik ini harus berhati dingin dan tidak mudah termakan provokasi dari pihak manapun.

Sebab perlu diwaspadai ada kelompok-kelompok asing dan lokal menginginkan negeri ini kisruh terus menerus dan tidak sempat memperbaiki harkat hidup rakyat, bangsa dan negaranya. Hingga mudah dikuasai dan menjadi bangsa tertindas selamanya.

Kelompok asing adalah kelompok negara berekonomi mapan yang ingin menjadikan negeri ini sebagai pasar bagi industri mereka, termasuk narkotika. Sementara kelompok lokal adalah kelompok sakit hati, kelompok ideologi kiri dan kelompok mafia yang lahannya semakin terancam oleh cara kerja Pemerintahan Jokowi yang baru seumur jagung. Semoga pikiran ini bermanfaat

Tidak ada komentar: