Rabu, 28 Januari 2015

Petinggi Polri, Berniat Menggagalkan, Memandulkan Bahkan Membunuh KPK

Ada Konspirasi Dibalik Kasus "Batalnya CalonKapolri" Komjen Budi Gunawan
Jurnalis Independen: Menurut keterangan yang disampaikan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saksi-saksi kasus Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan (BG), yang seharusnya hadir memenuhi panggilan, ternyata tidak hadir.

Beberapa orang saksi kasus Komjen BG yang batal menjadi Kapolri, adalah (1) Irjen Andoyono, Kapolda Kaltim, (2) Brigjen Herry Prastowo, Dir Tindak Pidum Bareskrim, (3) Kombes Ibnu Isticha, dosen STIK Lemdik Polri, (4) Brigjen (Purn) Heru Purwanto & (5) Aiptu Revindo,

Irjen Andoyono, Kapolda Kaltim, (2) Brigjen Herry Prastowo, Dir Tindak Pidum Bareskrim, (3) Kombes Ibnu Isticha, dosen STIK Lemdik Polri telah dipanggil hingga hingga 2 kali, namun tidak pernah hadir.

Ketidakhadiran saksi-saksi dari pihak Kepolisian, menunjukkan dalam kasus KPK vs Polri bukan hanya pembangkanagan terhadap hukum, konstitusi. Tetap isyarat adanya "pemandulan bahkan pembunuhan KPK" oleh "pihak Polri" .

Rupanya hal ini dari awal telah terbaca oleh masyarakat yang hingga sekarang tetap kukuh membela dan membekap KPK.  

Selain itu, ada dugaan kuat, pembangkangan ini dilakukan dengan sepengetahuan dan restu pucuk pimpinan Polri. Sayangnya di Indonesia tindakan itu tidak termasuk sebuah kejahatan "obstruction of justice". Yakni kejahatan menghalang-halangi penegakan hukum. Seperti misalnya tanpa alasan yang sah tidak datang pada waktu dipanggil sebagai saksi.

Namun sebagai tindak pidana "khusus" ex psl 21 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Perubahannya UU No. 20/200, UU anti korupsi ini mengenal tindak pidana 'obstruction of justice'.

Seharusnya, jika pada panggilan ketiga saksi-saksi yang juga perwira tinggi tersebut, tetaptidak datang memenuhi panggilan KPK tanpa alasan yang sah, KPK dapat langsung menetapkannya sebagai tersangka ex pasal 21 UU tersebut diatas.

Bunyi pasal ex psl 21 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Perubahannya UU No. 20/200, UU anti korupsi, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,- (seratus limapuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)."

Tindakan para terpanggil dalam kasus Grativikasi Komjen BG, tidak mau secara sukarela datang sendiri memenuhi panggilan KPK, tergolong sebagai tindakan penggagalan, pemandulan bahkan pembunuhan dengan sengaja dan terencana secara langsung maupun tidak langsung upaya penyidikan yang sedang dilakukan KPK.

Bahkan para saksi dari warga sipil juga tidak hadir mendatangi panggilan yangdilakukan oleh penyidik KPK. Hal ini jelas mengisyaratkan jika petinggi Polri atau bahkan Polri sendiri telah melakukan konspirasi jahat terhadap KPK. Walau sebenarnya pihak Kompolnas, telah menghimbau saksi-saksi yang tercatat sebagai petinggi Polri untuk kooperatif kepada KPK.

Tidak ada komentar: