Jumat, 09 Januari 2015

Melawan Travel Warning AS dengan Kebersamaan dan Musyawarah

Jurnalis Independen: Travel Warning yang dikeluarkan Pemerintah Amerika Serikat (AS), melalui Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT), pada 3/12/2015 lalu,  bagi warga negaranya yang berada di Surabaya, sontak membuat Pemerintah dan Rakyat Indonesia, khususnya Surabaya bertanya-tanya.


Disaat semua mata tertuju pada pencarian pesawat dan awak penumpang AirAsia QZ-8501 yang jatuh dan tenggelam di Perairan dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Travel Warning AS cukup mengejutkan.

Hanya selang beberapa hari, Australia sekutu kental AS mengingatkan warga negaranya yang berada di Indonesia, lebih khusus yang berada di Pulau Bali untuk mewaspadai gerakan teroris mengincar keselamatan mereka.

Ada banyak kemungkinan skenario terkait travel warning yang dikeluarkan kedua negara yang eksis "membenci dan memerangi" islam di belahan dunia Timur Tengah itu. Issu terkait travel warning yang dilontarkan AS dan atau Australia, bisa jadi issu "bikinan" mereka sendiri. Padahalmereka telah menyiapkan "eksekutornya". Sebab mungkin saja hal itu dilakukan guna menyakinkan Pemerintah dan Rakyat Indonesia jika negeri ini menjadi sarang teroris.

Namun, penangkapan-penangkapan kelompok garis keras yang terjadi di negeri ini selama ini "tidak bisa di pungkiri" adanya gerakan penentangan terhadap kebijakan negara adi daya dan sekutu-sekutunya yang memberangus dan membuat serta menjadikan mayoritas negara-negara  berpenduduk muslim mengalami perang saudara. Coba perhatikan, siapa penyulut perang di Syriah, Irak, Lybia, Mesir, Sudan dan negara-negara kawasan Afrika lainnya. Bukankah "penyulut perang" itu adalah AS dan sekutunya?

Solidaritas dan persaudaraan dalam ajaran Islam yang mengumpamakan ummat Islam sebagai "Satu Tubuh"dengan masyarakat islam di belahan dunia manapun seolah menjadi "legalitas" ada dan munculnya gerakan penentangan sistem Dajjal yang dianut AS dan sekutunya.

Sementara itu pada Desember lalu di Malaysia, bukti penangkapan dan pemulangan 12 orang warga Indonesia asal Jawa Timur yang hendak "berjihad" di Syriah dan bergabung dengan ISIS, sulit ditepis. Kegagalan keberangkatan 12 orang itu, diprediksi oleh pengamat teroris Noor Huda mengalihkan sasarannya di Surabaya atau secara umum di Jawa Timur dan Bali.

Selain itu, Akibat kegagalan 12 orang  tersebut dan tersiarnya ke media, berbagai komentar terkait niat anggota ISIS yang dipulangkan, membuat suhu presaudaraan sebangsa se tanah air semakin bergolak. Terlebih dikaitkan dengan komentar ketua ormas tertentu, membuat "tersinggung" Salim Mubarok At Tamimi.

Salim Mubarok At Tamimi, pengikut ISIS asal Malang, Jawa Timur, kemudian memunculkan video yang dikaitkan dengan ISIS. "Dalam video tersebut, At Tamimi mengancam menyerang Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Densus 88, dan Banser. “At Tamimi mempunyai beberapa pengikut militan, terutama remaja,” ujar pengamat teroris Noor Huda dan menjadi alasan munculnya travel warning.

Mau tidak mau, Pemerintah Indonesia harus waspada dan tidak lengah.  Pihak keamanan negara harus tetap waspada dan melakukan tindakan preventif terkait travel warning dari AS dan Australia . Hal itu harus tetap dilakukan pihak keamanan negara terlepas dari warning yang "mengada-ada" dari AS dan Australia. Satu hal lain yang layak di pertanyakan terkait "suasa panas" dan travel warning Warga AS dan Australia di Surabaya dan Bali, kemana para intelejen Negara seperti BIN?

Lebih lanjut terkait travel warning, masyarakat Indonesia seharusnya mawas diri. Masyarakat harusnya bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki dasar Pancasila dan UUD 1945. Apapun Agama, Kepercayaan, Partai maupun Ormas yang diikuti, janganlah dijadikan sekat dalam hidup berbangsa dan bernegara. Menghindari saling melecehkan, merendahkan, menghina apalagi memfitnah, seharusnya menjadi prioritas utama.

Jika saja ada golongan yang melakukan hal diatas terhadap kelompok lain, seyogyanya golongan lain mengingatkannya. Sementara itu, kebesaran hati dari golongan yang terhina haruslah lebih dimunculkan agar tidak terjadi polemik bahkan konflik sesama anak bangsa.

Kita harus belajar dari waktu ke waktu. Munculnya travel warning jika dikaitkan dengan kelompok ISIS, salah satu kemungkinan persoalannya adalah lantaran saling ejek antara  ISIS dengan salah satu ormas yang ada di negeri ini. Karenanya, jalan musyawarah adalah jalan bijak yang bisa ditempuh oleh pemerintah guna mengislahkan kedua kelompok yang berbeda pandangan itu.

Lebih bijak jika pemerintah secara periodik memberikan ruang musyawarah bagi ormas, kepercayaan bahkan kelompok agama yang ada di negeri ini demi kemaslahatan dan kelanggengan Bangsa, Negara dan Rakyat Indonesia. Musyawarah sebagai perwujudan Sila ke Empat pada Pancasila juga berguna mempersempit jurang pemahaman dalam segala aspek termasuk terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Akhirnya, kesatuan adalah sumber kekuatan dan musyawarah adalah jembatan emas yang menjadi satu-satunya jalan perdamaian antar anak bangsa dari sejuta komunitas sosial danm politik  yang ada di nusantara. Dan pemerintah sudah selayaknya menjadi mediator setiap elemen bangsa menuju tujuan hidup bernegara sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.    


 
     

Tidak ada komentar: