Rabu, 21 Januari 2015

Politisasi Kapolri: Gara Jokowi Copot Sutarman, angkat Budi Gunawan,plt kan Badrodin Haiti plt Kapolri

Jurnalis Independen: Langkah Presiden Joko Widodo mencopot Kapolri Jenderal Sutarman dari  jabatan Kapolri dan menggantikan dengan calon tunggal Komjen Budi Gunawan, berbuntut panjang. Diantaranya, dinyatakannya sebagai tersangka gratifikasi Budi Gunawan, Sakit  hatinya Sutarman, kencangnya interpelasi dan Hak Angket DPR RI dan terpaksa mengangkat Badrodin Haiti sebagai pejabat Plt Kapolri.
 


'Serangan Balik' Budi Gunawan, Laporkan KPK ke Kejagung  
Komisaris Jenderal Budi Gunawan secara resmi melaporkan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Kejaksaan Agung, Rabu, 21 Januari 2015, atas dugaan cacat hukum pada penetapan calon Kapolri itu sebagai tersangka kasus gratifikasi di KPK.

Pengacara Komjen Budi, Razman Arif Nasution meminta Kejaksaan Agung segera memeriksa, dan bila diperlukan langsung menahan Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Razman menilai, penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka di KPK cacat hukum, karena menurut Undang-Undang KPK, pimpinan KPK berjumlah lima orang.  Jika jumlah ini tidak terpenuhi, bisa mempengaruhi pengambilan keputusan hukum.

"Saat Budi ditetapkan jadi tersangka, Komisioner KPK hanya 4 orang," kata Razman, Rabu 21 Januari 2015.

Pengacara juga mengeluhkan tidak ada prosedur yang jelas dalam penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. Sebagai contohnya, alat bukti dan saksi-saksi yang tidak jelas. "Itu jadi salah satu alasan penetapan Budi cacat hukum," tambah Razman.

Selain itu, pengacara juga mempertanyakan proses hukum yang menjerat kliennya secara tiba-tiba. Jika memang Komjen Budi dicurigai menerima gratifikasi, kenapa hal itu tidak diungkap sejak dahulu. Apalagi menurut KPK bukti-buktinya sudah kuat, sehingga ada rentang waktu yang cukup lama.

"KPK telah melakukan proses pembiaran," ungkap Budi.


KPK Siap Hadapi Serangan Balik Komjen Budi Gunawan
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Bambang Widjojanto, mengatakan KPK menghormati upaya praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Praperadilan diajukan Komjen Budi Gunawan didampingi Mabes Polri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait penetapan jenderal bintang tiga itu sebagai tersangka gratifikasi.

"Jika ada kehendak dari siapapun untuk mengajukan praperadilan atas suatu proses hukum pada penegak hukum, itu harus dihormati. Karena hukum memang mengatur hal itu," kata Bambang dalam pesan singkat kepada wartawan, Selasa 20 Januari 2015.

Bambang menyatakan KPK siap menghadapi proses praperadilan tersebut. "KPK harus menyiapkan diri sebaik-baiknya atas proses yang akan dihadapi," ujar Bambang.

Lebih lanjut, Bambang berpendapat perkara yang menjerat calon tunggal Kapolri tersebut tidak istimewa. Menurut dia, kasus tersebut sama saja dengan kasus-kasus lain yang ditangani KPK.

"Saya pribadi menganggap semua kasus sama saja tidak ada beda dan keistimewaannya," kata Bambang.

Komjen Budi Gunawan telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan atau tidak wajar, Selasa 13 Januari 2015.

Calon Kapolri itu diduga melakukan tindak pidana korupsi yakni diduga menerima hadiah atau janji pada saat menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Mabes Polri periode tahun 2003 2006 dan jabatan lainnya di Kepolisian RI

Budi disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b, pasal 5 ayat 2, pasal 11 atau pasal 12 B UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHPidana.

Proses penyidikan dilakukan cepat oleh KPK. Tiga orang saksi dijadwalkan menjalani pemeriksaan penyidik, Senin 19 Januari 2015. Namun, dari ketiga saksi itu, hanya satu orang yang memenuhi panggilan, yakni mantan pengajar pada Sekolah Pimpinan Polri, Inspektur Jenderal (Purn) Syahtria Sitepu.

Sejumlah dokumen yang diduga berhubungan dengan dugaan perkara penerimaan hadiah atau janji terkait jabatan Budi Gunawan juga sudah disita oleh KPK.


DPR Serius Akan Interpelasi Jokowi Soal Plt Kapolri  
Komisi III DPR akan melakukan rapat internal untuk memutuskan apakah mengajukan hak interpelasi ke Presiden Joko Widodo atau tidak. Rapat akan digelar hari ini, Selasa 20 Januari 2015.

Wakil Ketua Komisi III, Desmond Junaidi Mahesa, mengatakan pembahasan diperlukan lagi mengingat ada penjelasan dari Sekretaris Kabinet Andy Widjojanto, bahwa Komjen Badrodin Haiti bukan Pelaksana Tugas (Plt) Kapolri.

"Hari ini kami akan diskusikan lagi. Karena ada hal yang membingungkan. Menurut Andy widjojanto itu bukan Plt. Apa alasannya kalau itu bukan Plt?," kata Desmond di gedung DPR, Jakarta, Selasa 20 Januari 2015.

Desmond dan Komisi III mengaku bingung. Kata Desmon, pernyataan pembantu Presiden Joko Widodo itu semakin membuat runyam persoalan. Penunjukan Komjen Badrodin tidak berlandaskan Undang-Undang No.2 tahun 2002 tentang Polri.

Politikus Partai Gerindra ini menganggap, Seskab Andy tidak memahami Undang-Undang yang berlaku. "Menurut Andy ini tidak jelas, berputar-putar, dan mereka mengacu tidak pada UU Polri," kata Desmond.

Dengan situasi saat ini, kata Desmond, semakin memperkuat mayoritas anggota Komisi III untuk mengajukan interpelasi. "Pilihan kami hak angket atau interpelasi," katanya.

Untuk mengajukan hak interpelasi, lanjut Desmond, nanti akan diambil keputusan oleh masing-masing fraksi. Namun dia mengaku, 10 fraksi mengakui memang ada keanehan dengan proses ini.

"Pada prinsipnya kita sama. Kecuali PAN kemarin tidak hadir, 9 fraksi pandangannya (Plt Kapolri) membingungkan," kata Desmond.

Untuk itu, melihat situasi seperti ini semakin menguatkan anggota Dewan untuk mengajukan interpelasi.

"Kuat. Tergantung kesepakatan apakah mengajukan interpleasi, atau anggota dewan menggunakan haknya mengajukan hak angket," kata Desmond.

Sementara itu, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Azis Syamsuddin mengatakan, kemungkinan interpelasi terhadap Presiden Joko Widodo bisa saja terjadi.

Sebab, sejumlah anggota komisi DPR yang membidangi masalah hukum itu sudah mulai mewacanakan karena Jokowi mengangkat Plt Kapolri tanpa landasan hukum yang tepat.

"Fraksi-fraksi akan rapat, akan disampaikan ke pimpinan DPR, untuk sikap resmi seperti apa," kata Azis.

Nantinya, kata Aziz, sikap komisi akan disampaikan pimpinan DPR. Menurut Aziz, berdasarkan Undang-Undang No.2 tahun 2002 tentang Polri, memang seharusnya Presiden Jokowi meminta persetujuan DPR untuk mengangkat Plt. Namun, hal itu tidak dilakukannya.

Sebelumnya, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, Presiden Jokowi tidak bisa mengangkat Plt Kapolri sebelum Komjen Budi Gunawan dilantik.

"Plt Kapolri itu baru ada kalau Kapolri diberhentikan sementara dalam keadaan mendesak. Keadaan mendesak itu karena Kapolri melanggar sumpah jabatan atau membahayakan keamanan negara," ujar Yusril, Minggu, 18 Januari 2015.

Tolak Tawaran Jokowi, Sutarman Pilih Bertani  
Jenderal Sutarman resmi menyerahkan tanggung jawabnya sebagai Kapolri kepada Wakapolri, Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, yang telah ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kapolri, Rabu, 21 Januari 2015. Upacara pelepasan berlangsung di Rupatama Mabes Polri, Jakarta.

Sutarman, saat ditemui di acara itu, mengaku sudah menyiapkan sejumlah aktivitas yang akan dilakukan selepas tak menjabat Kapolri lagi. Padahal, masa pensiun Sutarman sebagai anggota Polri aktif baru pada bulan Oktober 2015 mendatang.

"Hidup mau saya habiskan untuk bantu masyarakat yang perlu bantuan," kata Sutarman kepada wartawan, selepas acara tersebut.

Keinginan Sutarman ini seolah menampik tawaran pemerintah yang menyodorkan jabatan di BUMN atau sebagai Duta Besar setelah tak menjabat Kapolri. Mantan Kapolda Metro Jaya itu punya keinginan untuk bercocok tanam dan membantu para petani.

"Saya mau bertani, bercocok tanam di kampung," ujar Sutarman.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Tedjo Edhy Purdijatno, mengatakan Presiden Joko Widodo sudah menawarkan jabatan di luar institusi kepolisian kepada Sutarman selepas tak menjabat sebagai Kapolri.

"Bisa Dubes, BUMN, tapi kita terserah pejabatnya," terang Tedjo Edhy.

Terlepas dari hal itu, Sutarman menitipkan pesan kepada Plt Kapolri Komjen Badrodin Haiti untuk segera melakukan konsolidasi menyeluruh kepada anggota Polri, dan menjaga profesionalitas Polri agar tidak terjebak pada kepentingan politik.

Presiden Joko Widodo telah memberhentikan Jenderal Sutarman dari posisinya sebagai Kapolri. Jokowi kemudian mengangkat Wakapolri Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri.

Hal itu dilakukan karena Jokowi menunda pelantikan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri karena telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejak Senin, 19 Januari 2015 lalu, Komjen Badrodin sudah menjalankan aktivitasnya sebagai Plt Kapolri. (one)

Tidak ada komentar: