Jurnalis Independen: Betapa Mega, Jokowi, PDIP sudah menjadi jaringan kepentingan Yahudi, Katolik, dan kelompok 'invisible hand' (kekuatan tak nampak), yang sekarang bermain dalam perubahan politik di Indonesia.
Kekuatan 'Trilateral Commission" internasional, berkolaborasi dengan Mega, Jokowi, dan kekuatan politik lokal, berusaha mengambil alih kekuasaan di Indonesia, dan menggunakan momentum pemilu 2014 ini.
Melalui pengusaha Jacob Sutoyo Presdir PT Gesit Sarana Perkasa, pemilik saham hotel elite JS Luwansa di Kuningan, Jakarta Selatan, terkoneksi dengan kekuatan-kekuatan 'global' yang ingin melakukan penguasaan terhadap Indonesia.
Jacob Sutojo yang merupakan bagian 'Chinese Oversease' (Cina Perantauan), yang memulai karir bisnisnya sejak tahun 1980. Dia bergabung ke PT Alakasa Industrindo tbk sebagai komisaris dan ditunjuk sebagai Wakil Presiden Komisaris PT Alakasa Industrindo tbk pada tahun 2010.
Alakasa adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur seperti produksi alumunium. Perusahaan tersebut berada di Jakarta dan didirikan sejak tahun 1972.
Jacob meraih gelar S1-nya di bidang perdagangan dari Concordia University, Montreal Kanada pada tahun 1978. Lalu mengambil gelar S2-nya di bidang administrasi dari McGill University, kanada.
Jacob Soetojo pernah tercatat dalam barisan dewan pengawas Center of Strategic and International Studies (CSIS) pada tahun 2005. CSIS adalah lembaga pengkajian kebijakan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia. Dia juga pendiri Yayasan Kebun Raya Indonesia.
CSIS menjadi otak 'think-than' Orde Baru, yang mensuplai konsep kebijakan Orde Baru, dan menghancurkan golongan Islam. CSIS di awal Orde Baru merupakan kolaborasi antara para jenderal 'abangan' dengan kalangan Katolik 'Ordo Jesuit'.
Sebagai orang CSIS, Jacob jelas dekat dengan Sofyan Wanandi? Siapa itu Sofyan Wanandi ? Dialah yang di era reformasi 98-99 dulu mengancam : “Jika Habiebie jadi Presiden Indonesia, dollar akan naik 15 ribu!”
Saya yang waktu 98-99 sedang tingkat akhir (mau lulus kuliah), ingat betul pernyataan Sofyan Wanandi itu karena dimuat di media dan televisi. Benar saja, dollar saat itu naik dan mencapai 15 ribu!. Saya yang butuh peralatan untuk tugas akhir harus menerima kenyataan bahan-bahan tugas akhir harganya naik (rapidho, kertas kalkir, penggaris staedler dll).
Jacob tumbuh di lingkungan pengusaha sukses. Seperti Jacob, keluarganya juga banyak yang bergerak di bidang bisnis dan yayasan sosial, seperti Jahja Soetoyo, Meiriana Soetoyo dan Meiriani Soetoyo. Mereka tergabung dalam JS Brothers Fund Foundation.
Satu hal yang PENTING : Jacob adalah anggota Trilateral Commission Wilayah Asia-Pasifik dari Gesit Company. Silahkan download file dibawah ini :
trilateral.org/download/file/PA_list_7-13.pdf
Beberapa nama seperti penasihat Gedung Putih Zbigniew Brzezinsky, Gubernur Bank of Israel Stanley Fischer, intelektual pro-aneksasi Irak Francis Fukuyama, Samuel P. Huntington, David Rockefeller, Henry Kissinger, mantan Presiden Bank Dunia dan mantan Menhan AS Robert McNamara termasuk dari sekian banyak anggotanya.
Lalu apa itu Trilateral Commission? Tulisan sederhana ini akan mengulasnya secara singkat.
Profil Trilateral Commisssion (TC)
Komisi Trilateral (TC) adalah organisasi non-pemerintah yang dibentuk di tengah-tengah krisis minyak Timur Tengah. Kelompok diskusi non-partisan yang didirikan oleh David Rockefeller1 pada bulan Juli 1973 untuk mendorong kerjasama yang lebih erat antara Amerika Utara, Eropa Barat, dan Jepang.
“Kata” Trilateral“berarti” tiga-sisi “.Tiga sisidalam halini adalahAmerika Utara, Eropa, dan Jepang. Amerika Utara, Eropa,dan Jepangmemiliki beberapakesamaan, yangpaling penting adalahkekayaan mereka, yang terutama berasaldariindustri produksi. Bahkanpertanian pun diindustrialiasi,dalam arti bahwa para petani di negara-negaraTrilateral menggunakan banyak mesin.
Pendiri dan penggerak utama TC pemodal internasional David Rockefeller, pemilik Chase Manhattan Bank.
Wartawan Bill Moyers berbicara tentang kekuatan dari David Rockefeller dalam sebuah film dokumenter TV, Pemerintah Rahasia pada tahun 1980: “David Rockefeller adalah hari ini perwakilan paling mencolok dari kelas penguasa, persaudaraan multinasional laki-laki yang membentuk ekonomi global dan mengelola aliran modal … warga negara yang diberikan hak istimewa dari seorang kepala negara … Dia tak tersentuh oleh bea cukai atau kantor paspor dan hampir tidak berhenti untuk sebuah lampu lalu lintas. “2
Dua bulan setelah pertemuan Bilderberg, pada Juli 1972, David meminjamkan tanah miliknya yang terkenal, Pocantico Hills di lembak Hudson, New York sebagai pusat pertemuan Trilateral Commission. Sekitar 200 orang banker dan industrialis hadir, yang rata-rata mereka pun adalah anggota Bilderberg dan CFR.
Pertemuan TC juga terjadi di Tokyo pada 21-23 Oktober 1973. Enampuluh lima orang mewakili grup Amerika Utara yang semuanya sekaligus member dari Council on Foreign Relations (CFR).
Sekitar 300 anggota bergabung pada tahun 1973, mereka adalah pengusaha internasional, bankir, pemerintahan, akademiksi, media, dan kalangan pekerja konservatif.
Komisi Trilateral dibagi menjadi tiga wilayah :Amerika, Eropa, dan Asia Pasifik. Markas wilayah Amerika berada di Washington; Eropadi Paris; danAsiadiTokyo. Pertemuan tahunan TC pada tahun2006diadakan diTokyo selama tiga hari. Tahun 2007diadakan di Brussels, dan2008 dari25-28 AprildiWashingtonDC. Pertemuanitutertutupuntuk umum, dan mediayang tidak berafiliasi dengan TCditolak aksesnya.
TC tidak hanya berkumpul mengkaji dan merumuskan kebijakan, tetapi mereka sejak dulu telah berhasil menempatkan orang-orangnya dalam lingkungan penting pemerintahan di dunia. Saya ambil beberapa contoh :
1. ·George S. Franklin Jr., salah satu direktur Council Foreign Relations (CFR), dia adalah teman kuliah David Rockefeller dan menikah dengan Helena Edgell, sepupu David. George menduduki posisi Sekjen dan Koordinator TC untuk Amerika Utara.
2. ·Henry Kissinger, anggota kunci TC yang menjabat Presiden Amerika.
3. ·Zbigniew Brzezinski, staff kepresidenan Henry Kissinger. Pakar politik Universitas Columbia, pendiri Trilateral, dan salah satu direktur CFR.
4. ·President Ford, menunjuk Robert S Ingersoll (Borg-Warner Corp dan First National Bank of Chicago) sebagai Menlunya. Ingersoll adalah anggota TC. Pada tahun 1974, Ingersoll digantikan oleh Charles W. Robinson, seorang pengusaha dan anggota TC. (sumber : Murray N.Rothbard, Wall Street, Banks, and American Foreign Policy, hal. 61-62).
Contoh lainnya, bagaimana pemerintahan Jepang tahun 1973 dikuasai para trilateralis :
Koichi Kato, Deputi Sekretaris Kabinet Kiichi Miyazawa, Menteri Luar Negeri, Direktur Agensi Perencama Kebijakan EKonomi Nobuhiko Ushiba, Menteri Ekonomi, Perwakilan Multirateral Trade Negotiation, Penasehat Menlu Saboro Okita, Menlu.
(Sumber : Holly Sklar, Trilateralism: The Trilateral Commission and Elite Planning for World Management, hal. 93).
Jika yang punya update kaum trilateralis yang menguasai pemerintahan Jepang saat ini, silahkan dishare.
Dari contoh-contoh tersebut, tampak jelas karakter dari TC yang selalu berusaha mempengaruhi policy sebuah negara dengan cara menempatkan orang-orangnya dalam posisi pemerintahan. Jika mereka tidak dapat menduduki suatu pos kunci, maka mereka bisa menempatkan orang-orang yang sepaham atau bisa mereka kendalikan.
Bahkan lewat Trilateral Commisision inilah, beberapa calon presiden AS di fit and proper test dulu, sebelum maju mencalonkan diri.
Profil Pendiri.
Mari kita kenali profil para pendiri Trilateral Commissions :
David Rockefeller
David Rockefeller. Bankir dan pendiri Trilateral Commission
Dia adalah salah satu orang terkaya dan paling berpengaruh di dunia. Kekayaan bersihnya mencapai sekitar $2,2-$2,9 trilyun.
David Rockefeller adalah pimpinan keluarga Rockefeller, keluarga terhormat dan berpengaruh. Dia memiliki koneksi luas dengan orang-orang kaya dan penting di dunia yang tidak cukup digambarkan dalam artikel ini.
Silahkan coba baca-baca saja http://en.wikipedia.org/wiki/David_Rockefeller
David juga anggota dari forum-forum penting seperti Bilderberg group, Bohemian Group, chairman dari Council on Foreign Relations (CFR), dan pendiri sekaligus anggota Trilateral Commission.
Pandangannya tentang dunia sangat globalis dan pro New World Order (Tatanan Dunia Baru). Berikut video saat dia dikonfrontir tentang agenda NOW saat berkunjung ke Chili :
http://www.youtube.com/watch?feature=player_embedded&v=GFWzDFjBKUw
Dalam buku Memoirs-nya yang terbit pada tahun 2002, halaman 405, David mengaku sebagai bagian dari rencana jahat Illuminati untuk menguasai Amerika dan dunia.
“Sejumlah orang bahkan percaya bahwa kami(keluarga Rockefeller) merupakan bagian dari komplotan rahasia yang bekerja melawan kepentingan terbaik Amerika Serikat, karakteristik keluarga saya dan saya sebagai seorang ‘internasionalis’ dan bersekongkol dengan orang lain di seluruh dunia untuk membangun lebih global terpadu politik dan struktur ekonomi-satu dunia, jika Anda mau. Jika itu tuduhannya, saya mengakui bersalah, dan saya bangga karenanya. “
Pada satu kesempatan, David pernah berkata:
“Kita berada di ambang transformasi global.Yang kita butuhkan adalah krisis besar yang tepat dan bangsa-bangsa akan menerima New World Order.”
Zbigniew Brzezinski
Zbigneiw Brzezinski. Globalis dan Pakar politik internasional
Zbigneiw Brzezinski adalah seorang mantan Penasehat US National Security, pendiri Trilateral Commission, anggota CFR, Club of Rome, dan Committee of 300. Ia merupakan keturunan Polish Black Nobility (Old World Order) dan kolega Henry Kissinger.
Dalam bukunya yang berjudul “Technotronic Era” (1970), Brzezinski meramalkan kedatangan jaringan kendali (control-grid) diktatoris di bawah para globalis:
“Mungkin akan segara terlaksana pengendalian atas semua warga negara secara terus-menerus dan pemeliharaan file-file agar tetap up-to-date, yang mengandung data paling pribadi tentang kesehatan dan perilaku semua warga di samping data lain yang lebih umum. File-file ini akan menjadi sarana pencarian informasi oleh para penguasa.
Kekuasaan akan jatuh ke dalam genggaman orang-orang yang mengendalikan informasi. Institusi-institusi kita yang telah ada akan digantikan oleh institusi-institusi manajemen pra-krisis, yang tugasnya adalah mengidentifikasi krisis sosial lebih awal dan mengembangkan program untuk mengatasinya.
Ini, setelah beberapa dekade berikutnya, akan mendorong kecenderungan menuju Technotronic Era, sebuah Kediktatoran yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk prosedur-prosedur politik yang kita kenal. Akhirnya, jika melihat pada akhir abad ini, kemungkinan penggunaan mindcontrol biokimia serta rekayasa genetik pada manusia, termasuk pada makhluk-makhluk yang berfungsi dan berfikir seperti manusia, dapat menimbulkan beberapa pertanyaan sulit.”
Buku berjudul “The Technotronic Era” itu dipesan oleh Club of Rome. Buku itu merupakan pengumuman terbuka tentang cara dan metode yang digunakan untuk mengendalikan Amerika Serikat di masa mendatang…
Brzezinski, saat berbicara untuk Committee of 300, mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang bergerak ‘menuju sebuah era yang berbeda dari pendahulunya; kita sedang bergerak menuju ‘technotronic era’ yang dapat dengan mudah menjadi sebuah kediktatoran…’
Brzezinski selanjutnya mengatakan bahwa masyarakat kita ‘sekarang berada dalam revolusi informasi yang berlandaskan pada fokus hiburan, tontonan (pemberitaan peritiwa-peristiwa hiburan melalui televisi) yang menjadi racun bagi orang banyak yang tak memiliki tujuan.’
Apakah Brzezinski merupakan seorang peramal? Apakah ia bisa melihat masa depan? Jawabannya TIDAK; apa yang ia tulis dalam bukunya disalin dari blueprint milik Committee of 300 yang diserahkan ke Club of Rome untuk dilaksanakan.” – John Coleman, “Conspirators Hierarchy: The Story of the Committee of 300”
Brzezinski juga menjabat sebagai penasehat CSIS, lembaga think tank yang didirikan oleh dua tokoh militer Orde Baru, Ali Murtopo dan Soedjono Hoemardani dan memperoleh pengaruh kuat selama masa Presiden Soherto.
lihat link : http://csis.org/expert/zbigniew-brzezinski
Tentang sejarah CSIS, silahkan klik link ini :
http://tikusmerah.com/?p=1204&wpmp_tp=3&wpmp_switcher=desktop
Agenda Politik Trilateral Commission
TC jelas memiliki agenda politik-ekonomi, yang secara pokok dibagi dalam dua poin di bawah ini :
1.World Management
Dalam bukunya yang berjudul “Technotronic Era” (1970), Brzezinski meramalkan kedatangan jaringan kendali (control-grid) diktatoris di bawah para globalis: “Mungkin akan segara terlaksana pengendalian atas semua warga negara secara terus-menerus dan pemeliharaan file-file agar tetap up-to-date, yang mengandung data paling pribadi tentang kesehatan dan perilaku semua warga di samping data lain yang lebih umum.
File-file ini akan menjadi sarana pencarian informasi oleh para penguasa. Kekuasaan akan jatuh ke dalam genggaman orang-orang yang mengendalikan informasi. Institusi-institusi kita yang telah ada akan digantikan oleh institusi-institusi manajemen pra-krisis, yang tugasnya adalah mengidentifikasi krisis sosial lebih awal dan mengembangkan program untuk mengatasinya.
Ini, setelah beberapa dekade berikutnya, akan mendorong kecenderungan menuju Technotronic Era, sebuah Kediktatoran yang hanya menyisakan sedikit ruang untuk prosedur-prosedur politik yang kita kenal.
Akhirnya, jika melihat pada akhir abad ini, kemungkinan penggunaan mindcontrol biokimia serta rekayasa genetik pada manusia, termasuk pada makhluk-makhluk yang berfungsi dan berfikir seperti manusia, dapat menimbulkan beberapa pertanyaan sulit.”
2.Controlling World Assets
Tujuan ini dibagi ke dalam tiga poin :
1. Rakyat, Pemerintahan, dan ekonomi seluruh bangsa harus melayani kebutuhan bank dan korporasi multinasional. Ditegaskan oleh Zbigniew Brzezinski dalam bukunya Technotronic Era
2. Kontrol atas sumber daya ekonomi sebagai mantra kekuatan dalam politik moderen.
Tentu saja, setiap warga negara harus diarahkan/dididik/digiring untuk selalu percaya bahwa demokrasi Barat itu ada, kesetaraan itu ada, betatapun kondisi ketidaksetaraan ekonomi terlihat.
3. Para Pimpinan demokrasi kapitalis, sistem dimana kendali ekonomi dan profit, sekaligus kekuasaan politik, harus bertahan dan bergerak maju melawan sistem demokrasi yang sejati.
(Sumber : Holly Sklar, ibid, hal. 5).
Singkatnya, trilateralisme adalah usaha para elit berkuasa untuk merekayasa ketergantungan dan demokrasi, di dalam negeri (Amerika) maupun di luar negeri.
Silahkan renungi, setiap kali Amerika dan kawan-kawanya mengatakan “demokrasi” maka maksud tersirat dari kata tersebut yaitu : “Ketundukkan pada pengaruh/kepentingan Amerika.” Bukan demokrasi dalam arti partisipasi rakyat dalam ranah politik.
Sejak tragedy WTC 2001, Amerika jelas akan mempromosikan “demokrasi” (ketundukkan pada Amerika) dan akan memposisikan siapapun sebagai musuh yang menentang demokrasi versi Washington. Silahkan baca-baca National Security Strategy. "Mengabadikan America-Centered Transnational Hegemony".
Era Soeharto :
Sejak era Soeharto, setiap yang akan menjadi RI-1, selalu harus mendapat restu internasional, terutama Amerika.
Soeharto dengan Mafia Berkeley (Frans Seda, Ali Said, Widjojo, dll) membuka lebar-lebar kuku besi Washington di NKRI. Freeport, Caltex, dll memulai perkawinan Indonesia dengan liberalisme.
Lembaga think-tank yang berpengaruh di era itu adalah CSIS, yang dikomandoi Ali Murtopo. Kader-kader CSIS sekarang : Sofyan Wanandi, Jacob Soetoyo.
Kelompok CSIS ini juga dekat dengan Riady Family, (Lippo grup). James Riady pernah muncul sebagai salah satu tim sukses Clinton.
Ironisnya, Soeharto pun digulingkan oleh induk semang yang dulu mengangkatnya. Lagi, Sofyan Wanandi kali ini berperan dalam posisi yang berbeda : menggulingkan Soeharto melalui krisis ekonomi.
Peran IMF dalam krisis ekonomi ini telah diakui oleh mantan Direktur IMF waktu itu Micahel Camdessus. Dalam wawancara “perpisahan” sebelum pensiun dengan The New York Times, Camdessus yang bekas tentara Prancis ini mengakui IMF berada di balik krisis ekonomi yang melanda Indonesia. “Kami menciptakan kondisi krisis yang memaksa Presiden Soeharto turun,” ujarnya.[i]
Soeharto jatuh karena IMF. Pendapat ini antara lain dikemukakan Prof. Steve Hanke, penasehat ekonomi Soeharto dan ahli masalah Dewan Mata Uang atau Currency Board System (CBS) dari Amerika Serikat.
Menurut ahli ekonomi dari John Hopkins University itu, Amerika Serikat dan IMF-lah yang menciptakan krisis untuk mendorong kejatuhan Soeharto.
Jika pernyataan Camdessus dan Hanke diatas dihubungkan dengan ancaman Sofyan Wanandi yang telah saya singgung di awal, ini menunjukkan adanya benang merah antara Sofyan Wanandi - IMF - Krisis Moneter 1998.
Artikel Majalah TIME, 3 Nov 1997 yang mengungkap peran spekulan binaan Soros dalam menciptakan krisis moneter di Thailand (termasuk Indonesia)
Sebuah artikel majalah TIME 3 November 1997 yang berjudul “How To Kill A Tiger, Speculators Tell The Story Of Their Attack Against The Baht, The Opening Act Of An Ongoing Drama,” disusun oleh Eugene Linden secara mencengangkan menuturkan pengakuan pada spekulan dalam mengacak-ngacak mata uang baht dan menciptakan krisis moneter di Asia Tenggara.[ii]
Pengakuan para spekulan itu sangat brutal : “Kami seperti serigala di atas bukit melihat ke bawah pada sekawanan rusa,” kata salah satu spekulan mata uang yang membantu memicu devaluasi yang mengarah pada kejatuhan di pasar saham yang menyapu dunia minggu lalu (akhir Oktober 1997 – pen). Akhir 1996, delapan bulan sebelum Thailand akhirnya menyerah dan mendevaluasi baht, sekelompok “serigala” telah berkeliaran.
Mereka melihat perekonomian Thailand bukan sebagai salah satu harimau Asia, tapi lebih seperti mangsa yang terluka. Setiap pemangsa mulai merencanakan serangan. “Dengan memusnahkan mereka yang lemah dan sakit, kami membantu menjaga kesehatan kawanan,” kata spekulan itu. Dan pemusnahan pun mereka lakukan.
Melalui wawancara dengan anggota “serigala” ini, majalah TIME telah merekonstruksi kisah tentang bagaimana para spekulan melahap mata uang Thailand dan menggerakkan krisis yang sedang berlangsung serta menyebabkan trauma keuangan di seluruh dunia.
Di era Reformasi, terjadi pergulatan antara kelompok yang menginginkan keberlanjutan liberalisasi Indonesia melalui reformasi vs kelompok yang tetap pada pemahaman lama : Indonesia harus bersih dari asing. Dari sinilah muncul konflik-konflik dan pertarungan politik sebelum Sidang Istimewa MPRS yang berhasil mendudukkan Habiebie sebagai Presiden ke-3.
Fihak pro Liberal tentu tidak senang, makanya Sofyan Wanandi mengancam akan menaikkan nilai dollar jika Habiebie jadi Presiden.
Era Habiebie :
Pada era yang singkat inilah sebenarnya nilai dollar kembali berhasil diturunkan hingga level Rp. 5000/1 dollar. Tapi tidak ada satu pun media yang mengangkat dan mengapresiasi langkah pemerintah.
Sekaligus ini membantah logika kaum liberalis bahwa sosok Habiebie tidak ramah pasar.
Di era ini sempat muncul Adi Sasono yang mengusung PER (Pos Ekonomi Rakyat) yang berusaha membantu dan mengangkat ekonomi rakyat kecil dengan bantuan modal dan bimbingan konseling.
Tapi sayang, lagi-lagi kaum liberalis berulah. Mereka, dengan dukungan media massa, menggelembungkan opini dan citra jika Adi Sasono “anti Cina”. Padahal Adi telah keras membantah jika dia rasis dan anti satu kelompok.
Dia hanya ingin ekonomi masyarakat kecil yang jumlahnya mayoritas, tapi minoritas secara kualitas itu bisa maju. Apa itu salah?
Era Mega dan Gus Dur :
Di era reformasi, ada beberapa tokoh nasional yang ditawari bantuan dan datang ke Amerika, diantaranya adalah : Amien Rais dan Megawati. Keduanya sama-sama membantah soal tersebut ketika dikonfrontir oleh Metro TV.
Pada era Megawati, jual-jualan asset negara dimulai. Satelindo dll. Orang yang berperan dalam jual-jualan itu adalah Laksamana Soekardi.
Ada tokoh mafia Berkeley yang berperan penting di era Mega : Boediono (sekarang Wapres).
Era SBY :
Sebenarnya SBY tetap presiden yang mendapat restu Washington. Tapi diakhir jabatannya ini ada beberapa hal positif yang bisa kita lihat :
Keberhasilan uji materil UU Migas yang mengatur bagi hasil dan hak mayoritas pengelolaan. Aksi ini dilakukan pakar hukum, Prof. Yusril Ihza Mahendra dan diluluskan oleh Mahkamah Konstitusi.
Ditetapkannya regulasi baru yang melarang ekspor bahan mentah. Sikap ini jelas membuat gerah para investor asing di Indonesia, terutama Amerika (Freeport) dan Jepang. Mereka menolak membangun smelter di Indonesia, Jepang bahkan mengadukan tindakan Indonesia kepada WTO.
Pasca SBY :
Fihak liberal tentu menginginkan kepentingannya tetap aman di Indonesia. Karena itu mereka mencari-cari siapa kira-kira kandidat yang menurut mereka ramah terhadap kepentingan mereka.
Jika pertemuan di rumah Jacob adalah bagian dari transaksi kepentingan, maka sosok Jacob yang anggota Trilateral jelas merupakan kepanjangan tangan para trilateralis (Amerika, Eropa, Jepang) di Indonesia. Hal ini diperkuat dengan hadirnya Dubes AS dan Inggris di pertemuan Senin malam tersebut.
Jadi , omong kosong jika pertemuan itu tidak bermuatan politik-ekonomi. Jelas itu dagang kepentingan, kelompok Trilateral menginginkan amannya pasar mereka di Indonesia. Sementara partai dan capresnya, ingin memastikan dukungan (politik dan materil) sebagai usaha mengukuhkan misi jelang Pilpres Juli 2014 nanti.
Lalu sampai kapan kita harus berada diketiak mereka? Selama masih ada orang-orang yang bermental budak, selama masih ada orang yang tega menggadaikan kepentingan nasional demi keuntungan kelompoknya, selama tidak ada keberanian untuk berkata TIDAK, selama itu pula NKRI tidak akan pernah mencapai kata MERDEKA.
MERDEKA adalah jargon yang selalu diteriak-teriakan Megawati dan PDIP sejak mereka ditindas Soeharto dulu. Sekarang Mega, Jokowi, dan PDIP menjadi alat kepentingan 'global', dan tak lain, mereka adalah jaringan Yahudi, melalui 'Trilateral Commission'. IRONI! Disunting dari voa-islam.com Rabu, 29 Rabiul Awwal 1436 H / 16 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar