Jurnalis Independen: Fardlu ain, adalah mengimplikasikan
kewajiban yang harus dijalankan bagi setiap orang yang sudah mukallaf (aqil
baligh). Kedua, fardlu kifayah bagi warga yang di luar radius tersebut. Namun
dalam kondisi tertentu dan darurot, maka bisa dinaikkan statusnya menjadi
fardhu ain. Fardlu kifayah merupakan sebuah kewajiban yang menjadi gugur
apabila sudah dilakukan oleh salah satu orang dalam sebuah daerah atau komunitas.
Resolusi jihad mempunyai dampak
yang besar bagi gerakan perlawanan terhadap Inggris (NICA) di Surabaya.
Puncaknya adalah tanggal 10 November 1945, yakni terjadi pertempuran super
dasyat antara santri dan arek Surabaya melawan militer Inggris. Momentum besar
tersebut sampai saat ini kemudian diabadikan sebagai hari pahlawan. Sehingga
jika mau sedikit “narsis”, kepada santri dan syuhada' NU, KH Hasyim Asyhari lah
sebenarnya peringatan hari pahlawan itu ditujukan.
Santri, NU dan Nasionalisme
Istilah santri, mungkin banyak
orang yang memahami sebagai para penuntut ilmu di pondok pesntren. Dalam
tulisan ini, istilah santri lebih memiliki makna luas, yakni ummat Islam yang
memiliki pemahaman keagamaan yang kuat. Sebagaimana Clifford Geertz, antopolog
Amerika yang pernah meneliti tentang Islam Jawa, juga menggunakan istilah
santri ini untuk mnenyebut orang Islam yang mengamalkan ajaran agamanya secara
konsisten.
Kaum santri, memiliki karakter
ketaatan yang sangat kuat terhadap kiayi. Ketaatan ini merupakan wujud sikap
beragama, di mana kiayi dipandang sebagai orang yang memiliki pemahaman akan
kitab suci secara baik. Selain itu, penghargaan terhadap ahli ilmu, orang yang
memiliki banyak ilmu juga merupakan inti ajaran Islam, yang juga menjadi sumber
ketaatan . Dalam hal ini, Sayyidina Ali pernah berkata "Aku merupakan budak
(hamba) bagi orang yang mengajariku satu huruf dari Al-Qur'an".
Ketertundukan pada kiayi atau guru inilah yang menyebabkan para santri akan
melakukan apa saja yang diperintahkan oleh sang kiayi tersebut, karena
menganggap adanya kadar kebenaran yang tersirat dari perintah tersebut. Dalam
konteks resolusi jihad, aplikasi jihad sebagai sebuah "titah" para
kiayi yang dimotori oleh KH Hasyim Asyari selaku Rais ‘Am NU, merupakan
manifestasi ketaatan dan pelaksanaan ajaran suci agama. Sehingga direspon dengan
semangat jihad yang menyala dan berkobar, walaupun harus merelakan jiwa dan
raga.
Pada derajat ini, nasionalisme
santri tidak bisa diragukan lagi. Perintah agama yang menganggap hubb al
wathan, cinta tanah air merupakan sebagaian dari iman semakin menegaskan
integrasi antara berjuang mempertahankan tanah air dan berjihad membela agama
dan kebenaran. Ketika semangat jihad sudah membara, maka dunia dan seisinya ini
terasa kecil dibanding keridlaan dari dzat pencipta alam semesta ini.
Secara institusional,
nasionalisme NU juga dibuktikan dalam berbagai peristiwa sejarah pergerakan
bangsa. Pertama, NU dalam sebuah muktamarnya pernah mengeluarkan sebuah fatwa
tentang dar islam, di mana Indonesia merupakan negara Islami yang wajib dibela
dan dipertahankan. Kedua, tentang posisi presiden Sukarno yang dimaknai NU
sebagai waliy al amri al dlaruri bi la-syaukah. Yakni penerimaan Presiden
Sukarno sebagai orang yang berhak mengurusi persoalan ummat, di tengah
perdebatan ormas Islam lainnya tentang boleh tidaknya posisi Presiden dalam
system syariat Islam.
Ketiga, tentang pembasmian PKI
1965. Dalam hal ini NU melaui Banser melakukan “pemusnahan” terhadap ideologi
komunisme beserta para anteknya. Meskipun hal ini menjadi kontroversi, ketika
NU dianggap terlibat dalam kejahatan kemanusiaan, pembantaian orang yang diduga
terlibat PKI. Terlepas dari hal tersebut, NU sebenarnya mencoba untuk
melindungi bangsa ini dari rongrongan pemberontakan. Meskipun hal ini kemudian
"dimanfaatkan" oleh bara penguasa untuk memuluskan misi
kepentingannya tersebut.
Keempat, tentang penerimaan
pancasila sebagai asas tunggal. Dalam muktamar tahun 1984, NU menyatakan
penerimaannya terhadap asas Pancasila. NU menganggap Pancasila merupakan simbol
pemersatu bangsa, dari berbagai keaneka-ragaman dan perbedaan bangsa ini.
Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah, Orde baru demi untuk menguatkan
dominasinya, dan melemahkan organisasi berbasis Islam, menetapkan asas tunggal
Pancasila. Semua organisasi sosial, politik, keagamaan harus mencantumkan Pancasila
sebagai asas dan dasar organisasi, padahal banyak organisasi Islam pada waktu
itu menggunakan Islam sebagai dasar organisasinya.
Kelima, tentang upaya memecahan
problematika kebangsaan. Dalam Munas Alim Ulama tahun 2012 kemarin, NU
merekomendasikan agar pemerintah mengoptimalkan upaya pemberantasan korupsi.
Selain itu persoalan korupsi pajak, pemilukada langsung, pembangun karakter
bangsa juga menjadi rekomendasi dalam Munas tersebut. Hak ini menurut penulis
adalah wujud kepedulian NU terhadap pesoalan kebangsaan. Bahkan dalam Munas
tersebut sempat beredar wacana menghukum mati koruptor, ngemplang pajak yang
banyak dikorupsi dan pengembalian pemilukada agar tidak lagi dilaksanakan
secara lamgsung.
Kejahatan korupsi dianggap sebagai extra
ordinary crime yang juga harus direspon dengan hukuman yang extra ordinary
pula, yakni hukum mati. Korupsi telah meusak tatanan ekonomi, hukum, sosial dan
politik bangsa ini. Mengenai, pemilukada langsung, NU menganggap bahwa pilkada
langsung telah melahirkan banyak madharat dan kerusakan bagi masyarakat, serta
birokrasi pemerintahan. Sehingga dengan mengembalikan pemilihan pada DPRD,
berarti semakin memperkecil madharat tersebut. Tentang wacana ngemplang
(boikot) pajak, hal ini berangkat dari penyalah gunaan pajak yang semakin
massif dilakukan.
Reaktualisasi Resolusi Jihad
Konsepsi jihad selama ini lebih
banyak dipahami secara klasik, yakni perang di jalan Allah. Hal ini tidaklah
keliru, namun pemahamaman ini sangatlah sempit. Jihad secara bahasa bermakna
sungguh-sungguh. Dalam pemahaman yang lebih luas, jihad berarti segenap
kesungguhan dalam menjalankan ajaran agama. Jika ini kita sepakati, maka jihad
bisa dilakukan oleh semua orang, dalam ruang waktu tertentu dan profesi
masing-masing. Sehingga, setiap profesi, mulai dari petani sampai presiden,
mahasiswa sampai profesor berpeluang untuk melaksanakan jihad sesuai keahlian
dan profesinya.
Pada konteks resolusi jihad, maka
kesungguhan kita pada bangsa dan tanah air ini adalah manifestasi resolusi
jihad secara modern. Setiap warga negara bisa memberikan sesuatu yang bermakna
dengan kesungguhan dan niat yang mulia untuk negeri dan bangsa ini. Fernomena
korupsi, tawuran, konflik sosial, kejahatan adalah sederet prilaku yang
tercermin dari hilangnya kesungguhan kita kepada bangsa dan negara.
Nasionalisme sejati dalam hal ini adalah ketika kita mampu menjadi warga negara
yang baik, good citizen.
Perjuangan kita saat ini boleh
jadi tidak sehebat para pahlawan yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk
bangsa ini. Namun bisa jadi lebih berat, mengingat tantangan dan godaan yang
mengitari kita. Di tengah meredupnya jiwa nasionalisme para warga negara ini,
sudah saatnya resolusi jihad yang sudah terkubur lama ini kita jadikan momentum
untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa ini. Jihad kita saat ini adalah
membangun diri kita masing-masing, untuk menjadi manusia dan warga yang baik.
Sebagaimana yang pernah disampaikan Rasulullah ketika selesai perang badar,
"Kita telah kembali dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar".
Perang Badar yang merupakan perang terbesar dalam sejarah Islam dianggap oleh
Rasul sebagai jihad kecil. Karena jihad yang sebenarnya (jihad besar) menurut
Rasulullah adalah jihad al-nafs, jihad memerangi nafsu dalam kiri kita. Mari
membangun bangsa ini, mulai dari jihad membangun diri kita masing-masing.@JI dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar