Jurnalis Independen: Pemerintah Amerika
Serikat (AS) dan sebagian besar rakyatnya, berpikir, merekalah bangsa yang
paling cerdas dari bangsa-bangsa lain dan berhak mengatur dunia. Pada kenyataannya,
aturan yang diterapkan justru merugikan bangsa lain bahkan membuat miskin
banyak bangsa. Alhasil, perlawanan dalam berbagai bentuk banyak dilakukan baik
secara kelompok maupun individu termasuk menyerang dengan menggunakan cyber.
Dalam hal serbuan kelompok pejuang
cyber, yang makin marak ternyata telah menjadi kecut para penegak hukum di
berbagai penjuru dunia, termasuk bagi Federal Bureau of Investigation (FBI),
yang merupakan satuan tugas dari Departemen Keadilan Amerika Serikat.
Federal Bureau of Investigation
(FBI) baru-baru ini merilis daftar buronan yang dikatagorikan sebagai pelaku
kejahatan cyber paling berbahaya di dunia oleh pemerintah AS. Daftar ini
dirilis dengan harapan publik dapat memberikan informasi terkait keberadaan
lima orang hacker yang membuat kalang kabut pemerintah AS.
Menurut yang dilansir laman The
Hacker News, Jumat (8/11/2013), dari kelima orang hacker itu, terdapat dua
hacker berdarah Pakistan, bernama Farnhan Arshad dan Noor Aziz Uddin. Kedua hacker
ini, dikonotasikan sebagai hacker yang membela kepentingan muslim yang menjadi
sasaran tembak pemerintah AS. Keduanya telah menyebabkan kerugian lebih dari
USD 50 juta setelah melakukan berbagai aksi cybercrime dalam rentang waktu
2008-2012.
Sementara itu, satu buronan
lainnya bernama Andrey Taame disinyalir berkebangsaan Suriah. Andrey terlibat
aksi Operation Ghost Click yang menyerang banyak situs di lebih dari 100 negara
pada bulan Juli 2012 lalu.
Sedangkan dua sisanya berasal
dari Rusia dan El Savador. Alexey Belan yang berkebangsaan Rusia diduga meretas
tiga sistem perusahaan di AS pada 2012-2013.
Yang terakhir adalah Carlos
Perez-Melara asal El Savador yang dikenal sebagai 'raja' spyware. Carlos
dikenal ahli membuat software penyadapan yang dapat menangkap percakapan
pribadi pengguna telepon.
Seperti saat hendak menghabisi
Osama bin Laden, pemerintah AS, “mengiming-imingi” publik guna membantu
menangkap para buronan tersebut, pemerintah AS bersedia memberikan imbalan sebesar
USD 50 ribu hingga USD 100 ribu per buronan. Li
Tidak ada komentar:
Posting Komentar