Jurnalis Independen: Hanya enam tahun setelah penerbangan pertama
yang sukses dilakukan oleh Wright Bersaudara di Ohio, Negara Islam (Khilafah
Utsmani) menjadi salah satu negara pertama di dunia yang memulai program
penerbangan militer.
Hal ini mengesankan karena tampak
bahwa umat Islam dengan cepat mengadopsi teknologi ini, dengan mendahului untuk
mendapatkan teknik dan teknologi baru untuk melindungi negara Islam dan
ekspansinya sebagaimana yang diperlihatkan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri.
Di dalam Tarikh, At-Tabari
diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW telah mengirimkan dua orang sahabatnya,
‘Urwah Ibnu Mas’ud dan Ghitan bin Salmah, ke kota Jarash di Suriah untuk
mempelajari teknik pembuatan Dababas (tangki seperti senjata), Manjaniq
(katapel) dan Dhabur (yang mirip dengan tank). Semua itu adalah senjata-senjata
yang digunakan oleh bangsa Romawi ketika itu.
Sejarah penerbangan tidak berbeda
dengan sejarah ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya dalam hal pengembangan
penerbangan yang memiliki sejarah panjang dimana kemajuan kecil berlangsung
selama ribuan tahun dan perkembangan tidak terjadi hanya dalam beberapa tahun
sebelum penerbangan pertama dilakukan.
Telah dilaporkan oleh sejarawan
abad ke-11 Hijriah, Ahmed Mohammed al – Maqqari, bahwa pada abad ke-3 Hijriah
Abbas ibn Firnas adalah orang pertama yang bisa melakukan penerbangan bersayap
dengan meluncur menggunakan alat bersayap yang didesainnya sendiri.
Era modern penerbangan yang
ditandai dengan munculnya Revolusi Industri di Eropa. Banyak kemajuan besar
dalam penerbangan yang terjadi pada tahun 1800-an di Eropa yang mengakibatkan
penerbangan yang sukses. Dengan berdasarkan karya-karya para pendahulunya dan
orang-orang sezamannya, Wright Bersaudara memecahkan masalah tenaga dan kontrol
dan melakukan penerbangan bersejarah mereka pada tahun 1903. Segera setelah
itu, Inggris, Perancis, Amerika Serikat, Jerman, Rusia dan Italia memulai
program penerbangan militer mereka dan Negara Islam bergabung dengan program
penerbangannya sendiri (yakni Osmanlı Hava Kuvvetleri).
Atase militer Negara Islam yang
tinggal di ibukota-ibukota Eropa mengamati perkembangan pesawat militer di
Eropa dan segera pada tahun 1909 para pejabat militer Khilafah Utsmani
mengundang para penerbang Prancis ke Istanbul untuk melakukan demonstrasi.
Pilot Belgia, Baron de Catters,
datang ke Istanbul dan melakukan pertunjukan penerbangan dengan Voisin
biplan-nya atas undangan Menteri Perang Mahmut Sevket Pasa.
Pada tahun 1910, beberapa kader muslim dikirim ke Eropa untuk
dilatih sebagai pilot, tetapi masalah keuangan negara menyebabkan rencana ini
harus ditunda. Namun beberapa pilot masih dilatih di sekolah-sekolah
penerbangan di Paris dan mendapatkan sertifikat penerbangan mereka.
Para pejabat militer di Khilafah
Utsmani sangat menyadari perlombaan senjata antara negara-negara Eropa untuk
memperkuat angkatan udaranya dan betapa pentingnya angkatan udara pada masa
perang mendatang.
Agar tidak lengah atau
tertinggal, Menteri Perang Mahmut Sevket Pasa menunjuk Letnan Kolonel Süreyya
Bey pada tahun 1911 untuk mendapatkan balon, untuk memimpin pembangunan
fasilitas penerbangan dan mengatur pelatihan para pilot.
Di bawah Unit Penelitian Ilmiah
Departemen Perang, Komisi Penerbangan didirikan. Selain tugas yang diberikan
kepadanya oleh Mahmut Sevket Pasa, komisi ini juga terlibat dalam pengumpulan
informasi intelijen strategis. Studi yang dilakukan tidak hanya pada pesawat
namun juga pada persenjataan anti-pesawat. Hal ini terbukti berguna dalam
perang di kemudian hari dengan Italia.
Dengan perkembangan persenjataan
anti-pesawat, Negara Islam kemudian menjadi negara pertama dalam sejarah yang
menggunakan senjata anti -pesawat dalam perang. Tentara Muslim berhasil
menembak jatuh balon udara dan pesawat militer lainnya milik Italia dan bahkan
menangkap beberapa pesawat musuh.
Pada tahun 1912, pilot militer
pertama Negara Islam, Kapten Fesa Bey dan Letnan Yusuf Bey Kenan menyelesaikan
pelatihan mereka di Prancis dan kembali ke pulang. Mereka diberi 2 dari 15
pesawat yang dibeli melalui dana publik.
Pada tanggal 27 April 1912, Fesa
Bey dan Yusuf Kenan Bey terbang di atas Istanbul dan menjadi pilot Muslim
pertama yang menerbangkan pesawat Muslim pertama di atas negeri Muslim. Tak
lama setelah itu pada bulan Juli 1912, Sekolah Pelatihan Penerbangan dibuka di
Yesilkoy, pinggiran Istanbul, sehingga Negara Islam bisa melatih para
pilotnya sendiri. Dengan cepat jumlah
pilot meningkat menjadi 18 dan jumlah pesawat menjadi 17.
Untuk menunjukkan kekuatan
angkatan udara dan menciptakan antusiasme warga negara, para pejabat militer
Khilafah Utsmani menyelenggarakan beberapa penerbangan jarak jauh. Hal ini juga
meningkatkan kemampuan angkatan udara dalam melakukan penerbangan panjang dan
memberikan perlindungan terhadap negara yang luas.
Penerbangan jarak jauh pertama
dilakukan dari Edirne ke Istanbul dan memakan waktu lebih dari 3 jam. Pada
tanggal 30 November 1913, Belkis Sevket Hanım menjadi wanita Muslim pertama
yang terbang.
Ketika Khilafah Utsmani terlibat
dalam Perang Dunia I, Negara hanya memiliki 7 pesawat dan 10 pilot. Dengan
tekad dan keuletan para menteri dan bantuan sekutu barunya di Jerman, angkatan
udara kemudian tumbuh memiliki 46 pilot , 59 pengamat, 3 balon observasi, 92
pesawat (termasuk 14 pesawat amfibi) dan 13 pilot cadangan dan 22 pengamat
siswa penerbangan dan 21 pesawat latih.
Selama perang berlangsung,
sebanyak 450 pesawat digunakan, yang diterbangkan oleh 100 pilot Turki dan dan
150 pilot Jerman. Angkatan udara hanyalah salah satu bukti Negara Islam
memiliki kesadaran penting untuk menguasai teknologi dan pentingnya pentingnya angkatan udara
bahkan di hari-hari menjelang keruntuhannya.@rz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar