Selasa, 26 November 2013

Julian Aldrin Pasha Puas, SBY Ajukan 6 Syarat normalisasi Hubungan Diplomatik dengan Australia

Jurnalis Independen: Julian Aldrin Pasha Juru Bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menolak mengatakan isi surat balasan yang dikirimkan oleh Perdana Menteri Tony Abbott pada Presiden Indonesia pada Sabtu lalu. namun jubir presiden merasa puas dengan isi surat yang dinilainya telah sesuai dengan harapan Pemerintah Indonesia.


Stasiun berita Sky News, Selasa 26 November 2013 melansir pernyataan Julian usai Presiden SBY menggelar rapat dengan beberapa pejabat tinggi di Istana Negara. Rapat itu digelar khusus untuk membahas mengenai surat jawaban Pemimpin Partai Liberal tersebut.

"Jawaban dari PM Abbott sesuai dengan apa yang kami harapkan. Namun, saya akan berhenti di sana," ujar Julian.

Didesak media lebih lanjut untuk membeberkan isi surat itu, Julian langsung bungkam dan mengaku tidak memiliki kapasitas untuk memberikan detail informasinya.

"Saya tidak memiliki kapasitas untuk memberikan detail informasi mengenai isi surat PM Abbott," imbuh Julian.

Hingga saat ini belum diketahui dengan jelas apakah Presiden SBY atau Juru Bicaranya akan memberikan respons resmi usai menggelar rapat khusus hari ini. Dalam rapat hari ini tidak diikuti oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang masih berada di Bahrain.

Marty berada di Bahrain sejak Senin kemarin untuk menghadiri Dialog Kerjasama Asia ke-12.
Akibat terbongkarnya aksi spionase yang dilakukan oleh Badan Intelijen Australia (DSD),
Pemerintah Indonesia telah menghentikan semua kerjasama dengan Australia yang terkait dengan kemitraan strategis.

Beberapa bidang yang dihentikan kerjasamanya yaitu pencegahan terhadap penyelundupan manusia, pertukaran informasi intelijen dan penangkalan aksi teror.

Kendati demikian, bidang lain seperti perdagangan mulai ikut merasakan dampak ketegangan hubungan diplomatik kedua negara. PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang sedianya akan melakukan negosiasi akuisisi peternakan sapi di Negeri Kanguru menunda langkah itu.

Direktur Utama PT RNI, Ismed Hasan Putro, menyebut keputusan itu akan tetap berlaku, hingga Pemerintah Australia meminta maaf kepada Indonesia.

Sementara salah satu politisi di Partai Buruh, Brendan O'Connor, mengaku mulai khawatir terhadap lamanya waktu yang dibutuhkan bagi Pemerintah Indonesia untuk menjawab surat Abbott.

"Jelas mereka kecewa dengan respon yang ditunjukkan pemerintah Abbott," ujar O'Connor.

Sementara Sekretaris Parlemen, Simon Birmingham, tidak terlalu menanggapi dengan serius belum adanya respon dari Pemerintah Indonesia terhadap surat Abbott.

"Kami berharap Indonesia dapat menggunakan waktunya dan menjawab surat PM Abbott secara bersungguh-sungguh. Memang itulah yang saat ini sedang terjadi," kata dia.

Mantan Kepala Militer Australia, Letnan Jenderal Peter Leahy mengantarkan sendiri Surat jawaban Abbott, sedangkan penerima surat adalah Menlu Marty Marty Natalegawa yang langsung mengantarkannya kepada Presiden SBY yang saat itu sedang berada di Bali.

Sementara itu Presiden SBY mengeluarkan tanggapan pada Selasa, 26 November 2013 memaparkan enam langkah Indonesia dalam menindaklanjuti surat yang dikirimkan oleh Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, pada Sabtu, 23 November kemarin.

keenam langkah yang disampaikan Presiden SBY yaitu, dibentuknya kode etik dan protokol yang mengatur kesepakatan hubungan kedua negara paska dilanda ketegangan hubungan diplomatik akibat skandal penyadapan oleh Badan Intelijen Australia (DSD).

Kendati sebelumnya Juru Bicara Presiden SBY, Julian Aldrin Pasha, sempat mengatakan kepada media bahwa isi surat itu sudah sesuai dengan keinginan pihak Indonesia, namun SBY berpendapat, masih ada sejumlah hal yang perlu diklarifikasi oleh Australia.

Langkah pertama, Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa atau utusan khusus akan membicarakan isu-isu yang sensitif untuk membicarakan kerjasama dengan Negeri Kanguru paska krisis diplomatik ini.

"Ini merupakan pra syarat bagi pembentukan protokol yang telah disetujui oleh Australia," ujar SBY.

Langkah kedua, lanjut SBY, setelah adanya pemahaman bersama maka ditindaklanjuti dengan pembahasan mengenai protokol dan kode etik secara mendalam. Langkah ketiga, SBY akan memeriksa sendiri isi protokol dan kode etik yang akan diteken oleh kedua negara.

"Saya akan memeriksa apakah isi protokol dan kode etik sudah sesuai dengan keinginan Indonesia," kata dia.

Langkah keempat, setelah kode etik dan protokol disiapkan, maka pengesahan dokumen tersebut akan disaksikan oleh pemimpin kedua negara dalam hal itu Presiden SBY dan Perdana Menteri Tony Abbott.

"Tugas kedua negara selanjutnya yaitu memastikan protokol tersebut akan dijalankan," kata SBY.

Komitmen untuk menjalankan protokol dan kode etik di antara kedua negara, menjadi langkah kelima. Sementara langkah terakhir, kerjasama yang sempat dibekukan akan kembali dilaksanakan setelah kepercayaan dan kode etik dijalankan secara konsisten.

Kerjasama yang dimaksud, yaitu di bidang militer, pertukaran informasi di bidang intelijen, pencegahan aksi teror, penanggulangan isu penyelundupan manusia dan kerjasama polisi.

"Kerjasama bilateral yang bermanfaat bagi kedua negara dapat segera dijalankan kembali," kata SBY.

Kode etik dan protokol ini merupakan niat baik untuk berkomitmen dalam membangun kehidupan bertetangga dan saling menguntungkan.

SBY menyebut setelah aksi ini dilakukan, masih akan ada proses lebih lanjut. "Kami akan terus melakukan pembicaraan yang komprehensif dan diplomatis," kata dia.

Dalam kesempatan itu, SBY turut meminta kepada rakyat Indonesia agar tidak gegabah dan emosional dalam menanggapi skandal spionase dan ketegangan hubungan di antara kedua negara.

"Kami akan bertanggung jawab dan bekerja keras dalam menyelesaikan masalah ini bersama Pemerintah Australia," ujarnya.

SBY berharap setelah memberikan respon secara resmi, hal itu akan ditanggapi secara positif oleh Pemerintah Negeri Kanguru dan rakyatnya.@JI


Tidak ada komentar: