Jurnalis Independen: Pengangkangan Kursi Ketua Partai Politik yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) akan menjadi tren politisi masa datang. Hal itu dilakukan guna tetap menjaga soliditas KMP dalam menggoyang, bahkan menumbangkan Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla.
Karenanya, tidak mengherankan Jika sejumlah pimpinan partai anggota KMP, seluruhnya menghadiri Musyawarah Nasional (Munas) IX Partai Golkar yang digelar di Hotel Westin, Nusa Dua, Bali yang dibuka secara resmi pada pukul 20.30 Wita.
Dari laporan yang diterima, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo, Ketua Majelis Pertimbangan PAN Amien Rais, Ketua Umum PAN Hatta Rajasa, Ketua DPP PAN Tjatur Sapto Edy, Presiden PKS Anis Matta, Ketua DPP PKS Abubakar Alhabsy, Ketua Umum PBB MS Kaban, Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan, dan Hary Tanoesoedibjo, hadir sebagai undangan di Munas tersebut.
Selain pemilihan Ketua Umum Golkar yang dilangsungkan setiap lima tahun, Munas IX ini juga menjadi ajang penyampaian laporan pertanggungjawaban abal-abal Aburizal sebagai Ketua Umum periode 2009-2014.
Gelaran Munas ke IX di Bali ini, tidak berjalan mulus. Sebab sebelumnya terjadi kekacauan saat digelar Rapat pleno Golkar, Jl Anggrek Nely Murni, Slipi, Jakarta Barat, Senin (24/11/2014) pukul 15.30 WIB. Rapat dibuka oleh ARB yang melaporkan hasil Rapimnas Golkar yang mengamanatkan Ketum untuk menyelenggarakan Munas IX pada 30 November 2014.
kini juga muncul kritik di internal Golkar lantaran munas tersebut ditengarai digelar hanya untuk memuluskan langkah Aburizal menjadi ketua umum kembali. Sementara jabatan ARB di KMP sebagai Presedium memiliki kaitan erat keharusan dirinya menjadi Ketum Partai Golkar periode 2014-2019.
Melalui akun Twitternya, @aburizalbakrie, ARb berusaha menepis tudinga miring dan mengklarifikasi terkait hujatan yang dialamatkan kepada dirinya. Sebagai contoh, banyaknya tudingan atas pengangkangan Ketum yang ia lakukan dengan menggelar Munas di Bali, 30Nov-3Des2014, ARB mengatakan keputusan penyelenggaran munas dari Januari 2015 menjadi 30 November 2014 adalah keputusan rapimnas di Yogyakarta pada 17 November 2014.
"Keputusan penyelenggaraan Munas dr Januari 2015 jd 30 Nov 2014 adalah keputusan Rapimnas di Yogya (17-11-2014). Bkn keputusan sy pribadi," imbuh pemilik grup media Viva tersebut.
Sebagai Ketua Umum Golkar, ARB mengaku sudah menyampaikan di rapimnas bahwa rapat pleno DPP memutuskan munas pada Januari 2015.
"Tapi, pleno rapimnas punya pandangan berbeda," ujar ARB.
Rapimnas, kata ARB, memutuskan munas dipercepat dengan alasan agenda besar nasional, seperti pemilihan legislatif, presiden, serta pembentukan pimpinan MPR/DPR dan kabinet telah selesai.
"Karena itu, rapimnas berpandangan tidak ada alasan lagi menunda munas," tuturnya.
ARB menyebut tokoh Golkar yang kini mengatasnamakan diri sebagai Presidium Penyelamat Gollkar juga hadir dalam rapimnas. "Mereka saat itu juga tidak pernah menyatakan tidak setuju," imbuhnya.
ARB bahkan bertemu dengan Agung Laksono pasca-rapimnas di Yogyakarta. Agung sebagai Wakil Ketua Umum Golkar, aku ARB, mengajaknya melanggar keputusan rapimnas dan tetap menyelenggarakan munas pada Januari 2015.
"Sy nyatakan tdk bisa. Sbg kader @Golkar5 yg loyal & taat pd organisasi, tdk ada kata lain selain tunduk dan patuh pada keputusan Rapimnas," tutur ARB.
Sebab, dalam hierarki organisasi Golkar, rapimnas adalah institusi tertinggi di bawah munas. "Jgn lupa, mereka yg skrg bersikeras agar Munas diselenggarakan Januari 2015 adalah mereka yg sebelumnya ngotot minta Munas tahun 2014," tuturnya.
ARB juga membantah tuduhan dirinya berambisi jadi ketum dengan menghalalkan segala cara atau mengubah aturan.
Sayangnya, tokoh muda Partai Golkar Yorrys Raweyai yang berniat memperbaiki Golkar, justru melakukan huru-hara politik dan melakukan hal diluar koridor dan tata cara partai.
Pada saat gelaran Sidang Pleno Fungsionaris DPP di Jakarta, Yoris yang bukan lagi menjabat sebagai Ketua Umum Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) yang kini dijabat oleh Ahmad Dolly Kurnia, nyelonong masuk, kemudian berbuntut keributan.
Dari keributan tersebut akhirnya memunculkan Presidium Penyelamat Partaiyang diketuai oleh Agung Laksono. Tim Penyelamat Partai Golkar yang beranggotakan Priyo Budi Santoso, Zainudin Amali, Agus Gumiwang, Yorrys Raweyai, Agun Gunandjar, Ibnu Munzir, Laurence Siburian, serta Zainal Bintang. Tugas utama tim ini adalah menggelar Munas IX Partai Golkar pada Januari 2015.
Ketua Presidium Penyelamat Partai Golkar Agung Laksonopun membuka skenario terselubung Aburizal Bakrie untuk menang secara aklamasi dalam pemilihan ketua umum pada Musyawarah Nasional IX Partai Golkar di Nusa Dua, Bali.
"Barusan saya dapat laporan dari Pak Nurdin Halid, Steering Commitee Munas, tidak ada pemilihan tertutup, yang ada pemilihan terbuka dan bisa berujung kepada aklamasi," kata Agung di Nusa Dua, Bali, Minggu (30/11/2014).
Menurut Agung, dengan pemilihan secara terbuka, DPD Tingkat II (kabupaten/kota) akan merasa terancam apabila memilih calon selain Aburizal. Ancaman pemecatan dari DPD Tingkat I (provinsi) yang sudah dikuasai Aburizal akan mengintimidasi DPD Tingkat II. "Tidak ada lagi suara DPD II, sudah diikat ke DPD I," ujar Agung.
Selain itu, ada juga permainan politik uang. Menurut informasi yang didapatkan Agung, setiap DPD bisa menerima uang Rp 50 juta-100 Juta. "Saya tidak tertarik lagi maju di forum munas abal-abal seperti ini," kata Agung.
Agung adalah salah satu tokoh yang akan mencalonkan diri menjadi ketua umum dalam munas itu. Namun, dia bersama sejumlah calon ketua umum Golkar lainnya merasa pelaksanaan munas saat ini ilegal dan menguntungkan ARB yang hendak mengangkangi Golkar hingga 2019 mendatang.
Anggota Presidium Penyelamat Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa juga turut mengkritik pidato Ketua Umum Partai Golkar ARB di pembukaan Munas IX di Bali, Minggu (30/11/2014). Menurut dia, sejumlah pernyataan yang disampaikan ARB dalam pidatonya memutarbalikkan fakta hasil rapimnas di Yogyakarta yang digelar pada pertengahan November lalu.
"Jangan terlalu mudah mendengarkan pidato ARB karena sesungguhnya adalah pemutarbalikan fakta yang ada," kata Agun, dalam siaran pers tertulisnya, Minggu malam.
Agun menyoroti pernyataan Aburizal yang mengungkapkan alasan mengapa ia tak mau mengikuti kemauan Ketua Presidium Penyelamat Partai Golkar Agung Laksono agar munas dilakukan Januari 2015. Menurut sang pengangkang ARB, keputusan pelaksanaan munas pada 30 November adalah kesepakatan bersama dalam rapimnas di Yogyakarta dan tak ada yang menyatakan keberatan.
Menurut Agun, yang terjadi di Yogyakarta sebaliknya. Ia mengatakan, hasil rapimnas diputuskan secara sepihak.
"Keputusan itu diketok dalam posisi banyak peserta rapimnas memprotes dengan posisi berdiri dan tidak meminta persetujuan lebih dahulu peserta sidang komisi, dan terjadi keributan yang hampir chaos," kata Agun.
Setelah rapimnas, lanjut Agun, dilaksanakan rapat pleno DPP Partai Golkar pada 24-25 November 2014 dengan agenda persiapan munas. Saat itu, Aburizal dianggap tidak dapat menyelenggarakan pleno hingga usai yang akhirnya berujung berlangsungnya rapat dua versi.
Versi pertama, rapat dilanjutkan oleh Wakil Ketua Umum Theo L Sambuaga yang dalam waktu sekitar 2 menit mengetok munas tanggal 30 November di Bali. Agun menyebutkan bahwa hasil tersebut diputuskan tanpa meminta persetujuan pengurus pleno sebagai peserta rapat yang memegang kedaulatan tertinggi yang bersifat kolektif sesuai Pasal 19 Anggaran Dasar Partai Golkar.
Versi kedua, rapat dilanjutkan oleh Waketum Agung Laksono atas desakan peserta rapat yang memutuskan mosi tidak percaya terhadap Aburizal dan menonaktifkannya sebagai ketua umum yang kemudian diikuti dengan pembentukan Tim Penyelamat Partai.
"Kepada semua peserta munas di Bali, saya ingatkan, mana realisasi KTA berasuransi? Kenyataannya pihak asuransi tidak mau bayar karena uang premi yang dibayarkan oleh masing-masing anggota/pengurus/anggota DPR tidak disetorkan ke pihak asuransi. Lalu, mana realisasi bantuan rutin untuk DPD, lalu mana janji dana abadi Rp 1 triliun untuk kelangsungan hidup partai? Lalu, mana gedung berlantai untuk DPP, semua tak ada yang terealisasi dengan baik dan benar," papar Agun.
Agun menyatakan, pelaksanaan Munas IX di Bali sangat tidak masuk akal karena semua sudah diatur tanpa melalui kesepakatan bersama.
"Penyelenggaranya, pimpinan sidangnya, materinya, tata tertibnya, semua penuh rekayasa! Kepada semua DPD, inilah saatnya untuk jujur dan berani menyelamatkan partai dari oligarki yang penuh tekanan dan ancaman," kata Agun.
Terkait Munas Partai Golkar di Bali dan pengangkangan Ketua Umum ARB, Partai-partai yang tergabung di KMP, juga akan melakukan Munas di tahun 2015 mendatang. Antara lain yaitu Partai Amanat Nasional (PAN).
Pada Munas yang tidak berapa lama lagi akan diselenggarakan oleh PAN, ditengarai akan terjadi kasus yang sama dengan yang dialami oleh Partai Golkar yang dilakukan oleh ARB. Bukan sesuatau kebetulan jika ARB juga menduduki kursi Presidium Koalisi Merah Putih (KMP). Hal itumerupakan bagian dari pelanggengan permusuhan, penjatuhan yang terus digalang melawan Pemerintahan Jokowi-JK.
Setali tiga uang, Pan akan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh ARB atas Golkar. PAN juga akan tetapmemepertahankan Hatta Rajasa sebagai Ketuan Umum Partaia Amanat Nasional guna kelangsungan hidup KMP dengan segala agenda tersembunyinya untuk melengserkan Jokowi-JK.
Dalam agenda tersembunyi itu tujuan akhir dari politisi yang tergabung di KMP adalah menyelamatkan diri, harta, dan pembongkaran dosa-dosa yang mereka lakukan selama menjadi pengusaha, pejabat pemerintahan sebelum Jokowi menjadi Presiden NKRI.
Banyak fakta yang masih tersimpan dan menunggu dibuka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyeret serta melibatkan politisi, pejabat, pengusaha yang kini bersemayam di KMP. Hal itulah yang menjadikan tren pengangkangan ketua umum partai di masaakan datang nembalut politisi di KMP. selamat menunggu dan membuktikan sejarah pengangkangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar