Selasa, 18 November 2014

SBY dan Gamawan Fauzi Diburu KPK Terkait E-KTP

Jurnalis Independen: Ribut pemalsuan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) beberapa hari lalu dilontarkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. Program E-KTP dirancang semasa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Gamawan Fauzi selaku Mendagrinya. Nggak taunya ternyata megaproyek E-KTP menjadi ladang korupsi Pemerintah SBY juga para menterinya dan merugikan negara Rp1,12 triliun.


Gonjang-ganjing E-KTP berawal dari penemuan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Dodi Riyatmadji tentang adanya pemalsuan Identitas Elektronik Rakyat Indonesia. Dodi bahkan Mendagri Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla (Jokowi-Jk) Tjahjo Kumolo juga membenarkan adanya KTP elektronik atau e-KTP palsu. e-KTP palsu ini dipastikan dibuat di India dan Prancis.

"Cuma di India dan Prancis itu ada yang memalsukan KTP elektronik," ujar Dodi saat dihubungi, Senin (17/11).

Dodi mengatakan pemalsuan tersebut dapat terjadi karena pada awal pelaksanaan program ini melibatkan tenaga asing berasal dari India. Dodi menduga orang asing tersebut mengopi database e-KTP.

Ketika dikonfirmasi e-KTP palsu buatan China, Dodi tidak membantah hal itu. Dia menyatakan pelakunya merupakan seorang warga negara India.

"Memang buatan China, tapi orangnya dari India," ungkap dia.

Meski demikian, meski secara tampilan sama, e-KTP palsu belum tentu dapat digunakan laiknya e-KTP asli. Dia mengatakan hal itu butuh pengujian sebagai bukti.

"Tetapi apakah itu bisa bermanfaat untuk kaitannya dengan eKTP asli untuk keperluan perbankan, jaminan kesehatan, dan sebagainya itu yang belum diuji," kata dia.

Program E-KTP sendiri walau sudah berjalan 2 tahun, namun hingga sekarang masih banyak warga masyarakat yang belum menerimanya. Selain itu, nuansa korupsi sangat terasa pada proyek E-KTP. Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan penyelidikan terkait E-KTP. Terlebih ketika beberapa hari lalu mencuat e-KTP palsu yang diduga buatan China dan Prancis.

"Padahal hologramnya sah, buatnya di luar, dari Tiongkok dan Prancis," kata Tjahjo usai membuka acara Rapat Kerja Nasional Pencatatan Sipil Tahun 2014 di Yogyakarta, Minggu (16/11) malam.

Menurut Tjahjo, indikasi tersebut telah dia temukan sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. "Soal modus dan jumlah total e-KTP palsu tersebut hingga kini belum diketahui. Hal itu sepenuhnya kewenangan pihak kepolisian. (Jumlah) total nanti urusan kepolisian," katanya.

Terkait awal mula program E-KTP, Tjahjo mengatakan tidak ada intervensi asing dalam pembuatan e-KTP palsu tersebut. Justru yang melakukan itu orang Indonesia. "Meskipun demikian, pengusutan lebih jauh akan diserahkan sepenuhnya kepada kepolisian. Kalau yang 'main' itu ya orang Indonesia sendiri, saya tidak mengatakan orang Kemdagri," katanya.

Menurut Mendagri, persoalan tersebut menjadi salah satu penghambat mengapa hingga saat ini masih ada hampir lima juta jiwa penduduk Indonesia yang belum mendapatkan e-KTP.

Oleh karena itu, Tjahjo meminta agar proses pembuatan e-KTP dihentikan untuk sementara hingga Januari 2015. Upaya tersebut diperlukan sebagai masa evaluasi, serta perbaikan sistem pembuatan e-KTP.

Dalam hal ini negara harus menjamin keamanan data kependudukan seluruh warga negara serta menjamin tidak adanya kontrol pihak lain. "Negara sudah semakin global, tetapi apa pun kunci itu harus ada di tangan Indonesia," katanya.

Tjahjo mengatakan dalam masa perbaikan itu akan dimanfaatkan untuk pengecekan seluruh sistem pengurusan e-KTP, sehingga validitas kartu identitas tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Apalagi akan dirujuk seluruh instansi.

"Kami lihat dulu, sistemnya kami perbaiki. Apakah ada yang error, tidak profesional, atau asal daftar," kata dia.

Menurut Tjahjo, pelayanan pendaftaran sementara tetap berjalan, meskipun proses perekaman e-KTP belum dapat dilakukan.

Yang jelas, menurut Mendagri Tjahjo Kumolo, kini dirinyalah yang bertanggungjawab atas Proyek E-KTP. "Namun sebelumnya yang bertanggunjawab di masa lalu adalah Presiden SBY dan Mendagri Gamawan Fauzi", jelas Tjahjo.

Lebih lanjut Tjahjo mengatakan, "Kami minta dua bulan ini stop. Sistemnya harus dievaluasi, cek kembali, diamankan kembali. Nanti (Januari) akan diupdate kembali," kata Tjahjo seusai membuka Rapat Kerja Nasional Pencatatan Sipil Tahun 2014 di Yogyakarta, Minggu lalu (16/11).

Penghentian sementara tersebut, menurut Tjahjo, didasari beberapa alasan kuat, di antaranya tidak adanya kejelasan acuan data kependudukan yang disebabkan masih adanya dua data base acuan E-KTP.

Selain itu, Tjahjo menilai selama ini keamanan data penduduk yang terekam E-KTP juga masih lemah. Sebab server basis data E-KTP seluruh penduduk Indonesia selama ini ternyata ada di luar negeri.

"Walaupun alasan mereka kuncinya tetap ada di Indonesia, tapi kalau server itu di luar maka faktor keamanan, faktor kerahasiaan negara tidak terjamin," kata dia.

Terkait mengapa server basis data E-KTP sebelumnya harus ada di luar negeri, menurut Tjahjo, itu merupakan persoalan internal. "Saya tidak tahu, itu internal," kata dia.

Meski demikian, menurut Tjahjo, pelayanan pendaftaran sementara tetap berjalan, meski proses perekaman E-KTP belum dapat dilakukan.

"Mendaftar dulu boleh. Ada 15.000 pendaftar sehari, kan kasihan. Kalau tidak punya kartu (KTP) sementara kan bisa ditangkap," kata dia.

Terkait keberadaan server yang berisi data kependudukan E-KTP, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo belum mau blak-blakan terkait lokasi server e-KTP. "Tunggulah setelah evaluasi dua hari ini," kata dia.

Tjahjo mengatakan telah membahas persoalan ini dengan tim evaluasi e-KTP. "sudah dibahas dalam rakernas, kami undang semua pakar, dari BRI, sekarang sedang rapat di Yogyakarta, saya tunggu hasilnya dulu, enggak mau mendahului," ujarnya.

Ketidak jelasan keberadaan server justru semakin membuat tanda tanya bagi masyarakat. apakah sebelumnya pemerintahan SBy tidak melakukan analisa terperinci saat akan memulai program pendataan kependudukan elektronik secara nasional lewat Program bernama E-KTP yang menelan biaya tidak sedikit.

"Server yang di luar negeri itu enggak ada," ujar Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Dodi Riyatmadji saat dihubungi, Senin (17/11).

Dodi menjelaskan, server e-KTP saat ini disimpan di Gedung Kemendagri. Tetapi, dia enggan menyebutkan di bagian gedung mana server tersebut disimpan.

"Satu saja catatannya, server itu ada di Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara nomor 7, bisa dicek," ungkap dia.

Sementara Mantan Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa mengaku kaget dengan pernyataan Mendagri Tjahjo Kumolo yang mengatakan server e-KTP ada di luar negeri. Alasan itu yang membuat Mendagri menghentikan proyek itu untuk sementara.

Agun menampik jika server proyek triliunan rupiah itu ada di luar negeri. Saat dikonfirmasi, menurut dia, server data base kependudukan seluruh Indonesia itu ada di Batam dan Kalibata.

"Setahu saya ada di Kalibata dan satunya di Batam. Server e-KTP di luar negeri saya baru dengar, dan minta pertanggungjawabannya atas ucapan itu," kata Agun saat dikonfirmasi, Senin (17/11).

Agun pun merasa selama ini sudah mengawasi dengan baik penyelenggaraan proyek e-KTP selama menjadi Ketua Komisi II DPR periode 2009-2014. Menurut dia, seluruh hasil pengawasan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.

Terkait pernyataan Mantan Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa Mendagri Tjahjo Kumolo mengaku masih akan menelusuri lebih jauh soal tempat penyimpanan data e-KTP.

"Sekarang masih simpang siur, negara A dan B," kata Tjahjo di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/11).

Menurutnya, server e-KTP lazimnya ada di Indonesia sebagai negara penerbit. Karena itulah dia meminta proyek eKTP dihentikan sementara sampai Januari 2015.

"Ya kita lihat, harusnya servernya di negara kita. Intinya sistem data ini kita pending dulu 2 bulan untuk diupdate ada evaluasi secara menyeluruh karena data kependudukan adalah data rahasia. Negara menjamin mana hak-hak WNI maka 2 bulan kita lakukan telaah evaluasi, dilakukan semua hal dengan baik," jelasnya.

Saat ditanya lebih detil sumber info yang dia dapat mengenai keberadaan server, politikus PDIP merahasiakannya. "Ada teman yang menyampaikan data itu," tambahnya.

Program E-KTP memang terkesan asal-asalan atau hanya sekedar proyek tanpa ketransparanan dan hanya sekedar bagi-bagi komisi dan uang. Sekitar dua tahun lalu, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk mengganti Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang semula manual menjadi elektronik (e-KTP). Modelnya hampir sama, hanya saja di e-KTP disertakan chip.

Chip ini mempunyai disebut-sebut mempunyai kecanggihan untuk menyimpan database si pemilik. Tak hanya itu, dengan chip ini pula data pribadi orang tersebut akan terhubung ke lembaga penegak hukum dan instansi lainnya di seluruh Indonesia.

Kehebatan yang dijanjikan soal e-KTP membuat pemerintah menganggarkan biaya cukup fantastis untuk mengerjakan proyek ini. Tapi sayang, dalam perjalanan mega proyek ini, sejumlah masalah ditemukan.

Mulai dari SDM yang minim, peralatan yang tak memadai hingga pungutan liar. Akhirnya KPK mengendus adanya tindak pidana korupsi dalam proyek ini.

Saat itu Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, memastikan proyek ini aman. Tapi hingga dia lengser, masalah seputar e-KTP belum juga beres malah semakin bertambah ruwet. Keruwetan Program E-KTP yang digagas Pemerintah SBY justru menjadi beban pemerintahan baru di mana Mendagrinya dijabat Tjahjo Kumolo.

Hasil penyelidikan sementara yang dilakukan oleh KPK, ada penggelembungan harga dalam proyek e-KTP. Di antaranya adalah pengadaan peranti lunak (software) dan peranti keras (hardware).

Harga item itu sengaja dibuat mahal agar bisa dikorup. Harga-harga peranti itu tidak sesuai spesifikasi yang telah diajukan.

Tak hanya itu, KPK juga menemukan kejanggalan lain dalam proyek ini. Yaitu ada manipulasi data jumlah penduduk yang mendapatkan e-KTP.

Modusnya, proyek ini menargetkan jumlah penduduk Indonesia agar memperoleh e-KTP berdasarkan tahun tertentu. Contohnya pada 2012 sudah menargetkan 172 juta penduduk agar mendapatkan e-KTP.

Target yang besar itu kemudian meleset. Tak semua penduduk yang ditargetkan mendapatkan e-KTP. Akhirnya, untuk menutupi agar terlihat target itu tercapai, banyak pihak yang memaksakan dan memanipulasi data penduduk.

KPK telah menakar besaran kerugian keuangan negara dalam proyek e-KTP ini. Menurut KPK, duit negara yang di korupsi dalam kasus e-KTP diperkirakan mencapai Rp 1,12 triliun.

"Sementara perhitungan kerugian negara, ini masih kasar ya, dugaan kerugian sementara hasil penyelidikan Rp 1,12 triliun," kata Juru Bicara KPK , Johan Budi, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (23/4).

Menurut Johan, hitungan itu diperoleh dari kalkulasi anggaran yang dikucurkan bertahap sebanyak dua kali senilai Rp 6 triliun. Dia melanjutkan, dari hasil penyelidikan ditemukan beberapa modus korupsi proyek e-KTP. Antara lain penggelembungan harga satuan e-KTP.

Terkait kisruh E-KTP, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mendukung keputusan Tjahjo yang menghentikan proyek peninggalan mantan Presiden SBY. Hal itu semakin memudahkan proses penyidikan perkara nuansa korupsi E-KTP.

"Kalau tidak dilanjutkan mungkin lebih memudahkan, karena kalau ini dilanjutkan kan berarti proses ini kan jalan terus chip-nya itu," kata Bambang kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Senin (17/11).

Bambang mengatakan, walau proyek itu tidak dihentikan KPK tetap fokus mengusut penyimpangannya. Menurut dia, sampai saat ini penyidik pada lembaga antikorupsi itu berusaha fokus menyelesaikan penyidikan terhadap tersangka S (Sugiharto).

Sebab, dia menyatakan e-KTP akan menjadi faktor penting di kemudian hari buat menunjang program digitalisasi data kependudukan.

Bambang khawatir, bila kasus ini tidak selesai, maka Indonesia akan terus dirundung masalah soal data kependudukan yang sah.

"Kalau kita tidak punya satu sistem yang baik, maka kita akan selalu berkelahi mengenai jumlah penduduk di Indonesia. Mana yang pantas ikut pemilu. Jadi ini memang sesuatu yang sangat gawat untuk diselesaikan," ucap Bambang.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, sebagai tersangka kasus ini. Namun KPK menegaskan tak akan berhenti sampai Sugiharto.

Itu sebabnya, KPK juga menggeledah dua lokasi kantor Kementerian Dalam Negeri, untuk memperbanyak alat bukti. Salah satu yang digeledah adalah kantor Mendagri Gamawan Fauzi. Dua lokasi penggeledahan lainnya adalah kantor Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil di Kalibata, serta PT Quadra Solution di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.

"Penggeledahan di Kementerian Dalam Negeri, termasuk juga kita geledah ruang menteri. Menteri Dalam Negeri. Dari hasil penggeledahan di beberapa tempat, penyidik menyita beberapa dokumen baik dalam kertas maupun elektronik," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi.

Yang menarik, dulu M Nazaruddin, terdakwa beberapa kasus korupsi pernah berkicau soal korupsi e-KTP. Mantan bendahara Partai Demokrat ini menyebut beberapa koleganya ikut bermain dalam kasus korupsi e-KTP. Nazaruddin juga menyebut nama Mendagri.

Nazaruddin waktu itu, menyebut Depdagrinya, Mendagri, lewat siapa menerima uangnya, ada yang diterima ditransfer, ada Sekjennya, ada PPKnya, semua dijelaskan secara detail.

Saat itu, Gamawan Fauzipun sempat berang dengan kicauan Nazaruddin tersebut. Dia membantah semua omongan Nazaruddin. Gamawan pun melaporkan Nazaruddin ke Polda Metro Jaya dengan membawa sejumlah bukti kliping berita dan VCD tayangan TV, Gamawan melaporkan Nazaruddin September tahun lalu.

Namun ocehan Nazaruddin soal e-KTP itu rupanya ditindaklanjuti KPK. KPK mengusut megaproyek tersebut dan menemukan sejumlah kejanggalan.

Sekedar mengingatkan, dalam perjalanannya, meski belum menyeluruh e-KTP sudah terdisbtribusi di masyarakat. Saat itu tiba-tiba Mendagri mengeluarkan putusan aneh yang menyatakan e-KTP tidak bisa difotokopi dan distaples.

Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 471.13/1826/SJ tentang e-KTP, kartu identitas itu hanya boleh difotokopi sekali untuk keamanan chip.

"Kalau sekedar fotokopi masih tidak apa-apa. Walaupun jangan terlalu sering-sering. Nah, yang pasti jangan dihekter ( dijegrek) atau jangan diperlakukan seperti KTP lama," ujar Gamawan kala itu.

Surat edaran Mendagri itu disampaikan kepada seluruh instansi penting di negara ini. Pada poin 2 berbunyi, supaya tidak terjadi kesalahan fatal dalam penggunaan e KTP, maka diminta kepada semua Menteri, kepala lembaga pemerintah non kementerian, kepala lembaga lainnya, kepala kepolisian RI, gubernur Bank Indonesia/para pimpinan bank, para gubernur, para bupati/wali kota, agar semua jajarannya khususnya unit kerja badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, bahwa e-KTP tidak diperkenankan difotokopi, distaples dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP. Sebagai penggantinya dicatat "Nomor Induk Kependudukan (NIK)" dan "Nama Lengkap"

Pada poin 3 juga disebutkan, apabila masih terdapat unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih memfotokopi, menstaples dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena sangat merugikan masyarakat, khususnya pemilik e KTP.

Begitulah perjalanan E-KTP, pada awalnya dikatakan sebagai indentitas elektronik Warga Indonesia yang diagungkan. Kenyataannya hanyalah proyek abal-abal penuh tipuan dan korupsi. Sebagai warga yang dirugikan, sudah sepantasnya kita menyeret pelaku dan yang paling bertanggung jawab yaitu Mantan Kepala Pemerintah Presiden SBY dan Mendagri Gamawan Fauzi. Tentu saja melalui tangan KPK sebagai lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia. Selamat bekerja. dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar: