Rabu, 12 November 2014

Pengamat: Pidato Forum APEC Jokowi, Forum Penguburan Sejarah Soekarno

Jurnalis Independen: Belum genap satu bulan pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla, pujian, sanjungan dan kritikan pedas terus berhamburan. Terkait "Penjualan pembangunan Poros Maritim" di Forum CEO APEC di Beijing, China, disorot secara tajam oleh pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy. Terkait dagangan poros maritim Presiden Jokowi, Alumnus Akademi Tehnik Tekstil UPN itu bahkan mengatakan" Jokowi telah menyerahkan Pembuluh darah Indonesia kepada pihak asing.
 

Lebih jauh Noorsy yang juga lulusan Fakultas Hukum dan PascaSarjana Fisip Universitas Indonesia itu juga menyatakan ketidaksetujuannya terkait kerja sama tol laut atau poros maritim Indonesia dengan pihak asing. Masih menuruit  doktor ekonomi Universitas Airlangga Surabaya itu, jika hal itu dilakukan Pemerintah Jokowi- Jk, justru akan memudahkan pencurian kekayaan laut Indonesia oleh pihak asing.

Pengamat ekonomi yang pernah menduduki jabatan penting di swasta maupun pemerintahan ini mengendus bahaya besar pembukaan investasi asing dalam rencana proyek Poros Maritim Pemerintah Baru. Hal tersebut sama dengan menyerahkan pembuluh darah Indonesia kepada pihak asing. "Sama saja Anda memberikan pembuluh darah kepada orang lain yang kapan saja bisa diambil", kata mantan wartawan dan anggota DPR/MPR RI th 1997-1999 ini di sebuah wawancara tv.  

Managing Director Lembaga Studi Kebijakan Publik ini juga mengatakan dirinya paling tidak menyukai rencana pembangunan Tol Laut dengan mendatangkan investasi dari luar negeri. Menurutnya, kerja sama pembangunan Tol Laut dengan pihak luar akan mempermudah pihak asing melakukan pencurian bahkan perampokan kekayaan laut Indonesia.

Mantan Staf Khusus Jaksa Agung (2000-2001), Komisaris PT Pelindo II (2000-2001) dan Tim Ahli Pusat Studi Kerakyatan UGM (2005-2010) itu juga mengatakan, undangan masuk modal asing di KTT APEC Beijing akan memudahkan perdagangan asing di wilayah Indonesia semakin leluasa.

"Ini sama saja dengan mempermudah mereka (asing-red) berdagang di sini", kata Noorsy.

Dari pidato Presioden Joko Widodo di Forum CEO APEC menyiratkan kepada kita bahwa  Jokowi telah melupakan sejarah. ‎Pasalnya Jokowi sudah membuka kesempatan asing untuk menanamkan investasinya di Indonesia.

"Jokowi telah melupakan sejarah. Seharusnya, Jokowi memanfaatkan investasi dalam negeri daripada mengajak asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Jika hal itu tetap dilakukan Jokowi, maka asing akan bisa mengeruk kekayaan alam Indonesia dengan sangat mudahnya".

Mestinya Jokowi mencontoh pendahulunya yaitu Presiden Soekarno yang membatalkan UU Ivestasi Asing. Walaupun lantaran itulah Presiden Pertama RI akhirnya digulingkan," kata Noorsy. Lanjut Noorsy, dengan digulingkannya kekuasaan Presiden Soekarno melalui kekuatan asing karena telah membatalkan UU investasi asing, itu berarti Soekarno menekankan seluruh rakyatnya untuk berdirikari di atas kaki sendiri.

Terkait pidato Prersiden Joko Widodo di Forum APEC, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menyayangkan "penjualan program Poros Maritim" sekaligus peluncuran Kartu Indonesia Hebat (KIH), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sebab ketiga 'kartu sakti' itu belum mempunyai payung hukum. Fahri khawatir Jokowi akan disalahkan jika suatu saat program itu menimbulkan persoalan hukum.

"Saya khawatir niat baik Jokowi disalahkan, dan menimbulkan persoalan hukum," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (5/11).

Peringatan Fahri bukan tanpa alasan. Menurutnya kasus bailout Bank Century pada awal 2009 mencuat karena adanya pelanggaran aturan hukum.
Padahal, kata Fahri, pemerintah selalu menyatakan memiliki niat baik menyelamatkan keuangan negara dengan mengeluarkan bailout Bank Century.

"Ingat century diawal 2009? pemerintah bilang itu itikad baik selamatkan bangsa dari krisis ekonomi dunia. Efeknya orang masuk bui," ujar Fahri.

Berkaca dari kasus Bank Century, Fahri mengatakan Jokowi harus mengikuti aturan yang terdapat dalam undang-undang. Jokowi mesti mendapat persetujuan DPR apabila ingin menggunakan anggaran negara yang tidak terdapat dalam mata anggaran APBN.

"Itikad baik bukan satu-satunya. Prosedural penting dan harus dipenuhi," kata Fahri. JI

Tidak ada komentar: