Sabtu, 01 November 2014

Muktamar PPP: Undang Presiden Jokowi, Politik LICIK SDA

Jurnalis Independen: Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bisa dikatakan hancur total kredibilitasnya di hadapan Bangsa Indonesia. Partai berlambang Ka'bah ini merosot tajam "kesaktiannya" sejak di pimpin oleh Suryadharma Ali (SDA).


Kemerosotan itu dipicu antara lain oleh kasus keterlibatan SDA dalam penggunaan dana Haji, dukungan pencapresan Prabowo Subianto (Gerindra) dan Koalisi Merah Putih (KMP) secara sepihak serta "pengkhianatan" pada Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam paripurna pemilihan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) 2014-2019.

Paling akhir kemerosotan terbukti saat Muktamar VIII PPP yang diselenggarakan di Jakarta. Muktamar itu diwarnai kericuhan. Kericuhan dipicu akibat keputusan sepihak pemimpin sidang yang dipimpin Ketua DPP PPP Fernita Darwis yang memutuskan Djan Faridz sebagai ketua umum secara aklamasi.

Peserta muktamar (muktamirin) sempat meneriaki pemimpin sidang ketika membacakan putusan. Ketika pemimpin sidang membacakan enam poin yang akan ditetapkan, muktamirin menolak hasil tersebut. Alasannya, keenam poin itu tidak sesuai dengan agenda sidang yakni mendengarkan pandangan umum dari dewan pimpinan wilayah (DPW).

Dalam penyampaian pandangan umum, semua DPW menerima laporan pertanggungjawaban Suryadharma Ali (SDA) sebagai ketua umum. Tetapi, Fernita membacakan hasil-hasil keputusan yang dinilai tidak sesuai dengan agenda sidang. "Ini sudah tidak sesuai agenda sidang," teriak beberapa muktamirin di arena muktamar, Jumat (31/10) malam.

Poin pertama yang dibacakan Fernita adalah menerima LPJ DPP PPP periode 2011-2014. Kedua, mengamanatkan DPP PPP untuk tetap istiqomah bersama Koalisi Merah Putih (KMP). Ketiga, menolak Surat Keputusan (SK) Kemenkumham yang mengesahkan kepengurusan DPP PPP hasil Muktamar Surabaya.

Keempat, lanjut Fernita, menolak hasil muktamar Surabaya yang diselenggarakan 15-17 Oktober. Kelima, memberikan tindakan hukum dan administrasi sesuai AD/ART atas tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh Suharso Monoarfa, Emron Pangkapi dan Romahurmuziy.

"Keenam memajukan dan mendukung Djan Faridz sebagai ketua umum DPP PPP secara aklamasi," kata Fernita.

Mendengar ini, beberapa muktamirin berteriak menolak poin ke enam tersebut. Mereka tidak sepakat dengan apa yang disampaikan pemimpin sidang. Sebagian muktamirin berusaha merangsek mendekati pemimpin sidang yang ada di depan. Petugas pengamanan pun masuk dan mencoba untuk mengamankan jalannya sidang.

Ketua DPW PPP Sulawesi Utara Ja'far Al-Khatiri mengatakan, apa yang disampaikan pemimpin sidang tidak sesuai dengan aspirasi dari pemilik suara sah. Hasil-hasil yang disampaikan Fernita dinilai memaksakan dan tidak mengakomodir suara-suara dari muktamirin.

Secara substansi, lanjutnya, muktamirin sepakat dengan poin satu sampai lima yang dibacakan. Tetapi hal itu tidak sesuai dengan agenda sidang yang telah disepakati. "Sidang ini hanya mendengar pandangan umum dari DPW atas laporan pertanggungjawaban, bukan memilih ketua umum," katanya.

Ja'far mengatakan, poin dua sampai lima harusnya merupakan sebagai sikap politik yang disampaikan setelah rapat komisi. Meski secara substansi muktamirin sepakat dengan lima poin tersebut. Sementara di poin ke enam yakni terkait pemilihan ketua umum harus diagendakan untuk sidang sendiri.

Sidang akhirnya diputuskan untuk menerima LPJ DPP PPP dan mendemisionerkan pengurus periode 2011-2014. Sidang kemudian diskors dan dilanjutkan Sabtu (1/11).

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Suryadharma Ali mengharapkan Presiden RI Joko Widodo menghadiri penyelenggaraan Muktamar VIII. Hal itu merupakan sifat kelicikan SDA. Jika Presoiden hadir, maka secara tidak langsung mengakui kelegalan Muktamar PPP Jakarta. Padahal sebelumnya telah terjadi "pelengseran" kepemimpinan SDA di PPP dengan adanya Muktamar PPP di Surabaya.

Tidak ada komentar: