Jurnalis Independen: Ketegasan memang sangat dibutuhkan ketika pemerintah hendak menjalankan sebuah aturan atau Undang-undang. Tentu saja setelah melalui proses sosialisasi seperti yang juga diamanatkan oleh undang-undang. Demikian pula terkait pengosongan kolom agama yang sebelumnya belum diatur oleh UU bagi pemeluk kepercayaan yang ada di tanah air.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menegaskan, masalah penghapusan kolom agama dalam kartu tanda penduduk sudah beres. Penghapusan itu hanya berlaku bagi pemeluk aliran kepercayaan.
"Itu clear, enggak ada masalah," ujar Tjahjo Kumolo usai melaporkan harta kekayaan sebagai penyelenggara negara di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2014).
Mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan itu menerangkan, penghapusan dilakukan bagi pemeluk aliran kepercayaan. Sebab, kata dia, banyak pemeluk aliran kepercayaan yang tidak bisa membuat KTP.
"Banyak orang punya keyakinan tidak bisa mendapatkan KTP," kata dia.
Tjahjo mengaku, Kementerian Dalam Negeri belum mengakomodasi masuknya agama baru dalam KTP. Dia menegaskan, pemeluk agama dilarang menghapus kolom agama. Mereka tetap wajib memasukan agama dalam KTP.
"Yang punya agama ya wajib masuk. Itu sesuai aturan UU," tegas Tjahjo.
Sementara masih terkait Kolom Agama di KTP. Menteri Agama Lukman Minta Masyarakat Tak Persoalkan Pengosongan Kolom Agama di KTP
Menteri Lukman meminta kepada masyarakat tidal lagi mempersoalkannya.Dirinya pun mengimbau agar masyarakat tidak mempermasalahkan apakah pemerintah akan mengakui kepercayaan lokal.
Lebih jauh Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, kebijakan pemerintah yang tidak mewajibkan kolom agama diisi di KTP adalah merupakan jaminan untuk kebebasan beragama.
Dirinya pun mengimbau agar masyarakat tidak mempermasalahkan apakah pemerintah akan mengakui kepercayaan lokal.
"Terkait pengakuan (kepercayaan) pandangan kita beragam. Kita jangan terjebak pada diskursus itu," kata Lukman di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (10/11).
Menurut Menag, yang terpenting adalah pemerintah memiliki niatan menjamin kebebasan beragama warga Indonesia. Hal itu adalah merupakan amanah dari konstitusi yang harus dijalankan pemerintah. Siapapun pemerintahannya, termasuk Pemerintah Joko Widodo- jusuf Kalla.
"Setiap WNI (Warga Negara Indonesia) harus dijamin kebebasannya, kemerdekaannya untuk memeluk agama dan menjalankan agama yang dipeluknya itu," kata Menteri Agama.
Sebelumnya, terkait pengosongan kolom agama di KTP, banyak menui kritikan. bahkan dari pihak anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang baru terpilih. Namun pakar hukum justru merasa aneh bila kritikan ini berasal dari anggota dewan.
"Aneh rasanya kalau anggota DPR yang bicara. Masa mereka tidak tahu produk hukum yang telah mereka buat sendiri," ujar pakar hukum tata negara, Margarito Kamis kepada Metrotvnews.com, Jakarta, Ahad (9/11/2014).
Margarito menjelaskan bahwa apa yang disampaikan Mendagri itu tidak salah. Apa yang disampaikan oleh Tjahjo sudah termaktub dalam Pasal 64 Ayat 5 UU 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk).
"Nyata-nyata menyebutkan bahwa, dalam hal agama, seseorang di luar enam agama nasional dapat tidak mengisi kolom agama. Yang disampaikan Mendagri itu benar adanya," tegas Margarito.
Margarito justru heran pernyataan Tjahjo yang sudah sesuai dengan aturan UU banyak dikomentari. Bahkan tidak sedikit yang menyatakan menolak dan tidak setuju dengan apa yang disampaikan Mendagri.
Margarito mengaku jika yang mengkritik, menolak masyarakat awam, hal itu masih bisa dimengerti. Yang tidak dimengerti itu, jika anggota DPR menyatakan menolak pengosongan kolom agama. Apakah benar-benar tidak setuju, atau hanya sekedar cari panggung.
"Saya tidak tahu. Tapi, mau tidak mau ya harus terima. Karena itu sudah tertulis diaturan perundang-undangan. Kalau tidak setuju, ya hilangkan (aturannya)," imbuh Margarito.
Tak ketinggalan terkait pengosongan kolom agama ini membuat tokoh Jaringan Islam Leberal (JIL) Ulil Absar Abdallah memberikan komentarnya.
Diperbolehkannya pengosongan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) membuat aktivis Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla angkat bicara. Melalui akun twitternya @ulil, dia mengatakan semua orang bebas mencantumkan agama atau kepercayaannya.
"Ada yang tanya soal kolom agama di KTP. Pendapat saya: Pertahankan kolom agama, tetapi semua orang bebas mencantumkan agama/kepercayaannya," kicau Ulil dalam akun twitternya, Minggu (9/11/2014).
Kalau yang boleh mencatatkan di kolom agama hanya pemeluk agama yang diakui saja, lanjutnya, ini jelas tidak adil. Diskriminsi. "Negara tak boleh mengatur mana agama/kepercayaan yang "diakui" atau tidak. Negara hanya mencatat saja semua kepercayaan/agama yang ada," ucapnya.
Tak mau ketinggalan Mantan ketua umum PPP yang juga Mantan Menteri Agama era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Suryadharma Ali (SDA) menyatakan pendapatnya. Wacana pengosongan kolom agama oleh Mendagri harus segera dihentikan. Menurutnya, mengizinkan pengosongan kolom agama sama saja bertentangan dengan Pancasila.
"Dari PPP jelas minta Mendagri segera akhiri wacana itu (pengosongan kolom agama). Karena bertentangan dengan Pancasila," kata dia di sela-sela silaturahmi pengurus harian PPP versi Muktamar Jakarta, di Kantor DPP PPP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Ahad (9/11/2014).
SDA menolak cara untuk mengakomodir masyarakat yang menganut aliran kepercayaan non-agama yang diakui secara nasional tersebut. SDA menilai pengosongan kolom agama bukan sebagai cara yang terbaik.
Pemerintah seharusnya memegang teguh Sila Pertama dari Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Negara kita kan berdasar Ketuhanan yang Maha Esa. Kalau kosong berarti tidak beragama dong. Kalau alasannya untuk akomodir kelompok kepercayaan bukan dengan pengosongan kolom agama, itu soal teknis. Subtansinya kolom agama tidak boleh kosong," ungkapnya.
Kini giliran Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menyatakan tak sependapat dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, soal diperbolehkannya pengosongan kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Sebab hal tersebut dianggap menyakiti penganut agama di Indonesia.
"Saya kira ada 98 persen yang memiliki agama yang diakui Republik Indonesia. Namun kepada hanya sekitar dua persen dapat menyakiti yang 98 persen. Jadi itu bukan sesuatu yang bijak," kata juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera, Minggu (9/11/2014).
Sebetulnya, lanjutnya, ini pelajaran besar untuk siapapun penyelengga negara, agar kita tidak sembarangan berpendapat sebelum ada keputusan hukum tetap. "Mengelola negara ada aturan mainnya. Enggak bisa sesuai kehendak masing-masing, harus konsultasi dengan DPR," imbuhnya.
Dengan demikian, artinya WNI pemeluk keyakinan seperti Kejawen, Sunda Wiwitan, Kaharingan dan Malim, namun di KTP tertera sebagai salah satu penganut agama resmi boleh mengoreksi kolom agama mereka.
Dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 sebagai perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan bahwa agama yang dicantumkan dalam KTP adalah agama resmi yang diakui Pemerintah. Sehingga, untuk mengisi kolom agama dengan keyakinan memerlukan waktu untuk melakukan perubahan atas UU tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar