Sabtu, 08 November 2014

Gerakan Moral dan Kekuatan Medsos Singapura Menghukum Penipu Online

Jurnalis Independen:  Jangan meremehkan kekuatan media termasuk media sosial seperti twitter, facebook dan lainnya. Kekuatan medsos ini dibuktikan masyarakat Singapura dalam kasus penipuian yang dialami oleh Pham Van Thoai. Kisah ini ditulis di kompasiana edisi Minggu, 9 November 2014.

Pham Van Thoai (28), hanyalah seorang buruh pabrik di Vietnam dengan upah setara dengan 200 dollar Singapura (Rp. 1,9 juta) per bulan, tetapi moral yang dimilikinya jauh lebih tinggi daripada Jover Chew, seorang pengusaha pemilik beberapa toko gadget di Singapura.

Kalau Chew yang note bene adalah seorang pengusaha demi memperoleh beberapa ratus dollar Singapura tega memanfaatkan ketidaktahuan turis-turis yang membeli gadget di tokonya, — seperti Pham –, dengan menipu mereka, tidak demikian dengan Pham. Meskipun kesempatan untuk memperoleh cuma-cuma satu unit iPhone 6 baru, dan sekitar 15.000 dollar Singapura (Rp. 138 juta) dari donatur para netizen yang menaruh simpatik kepadanya terbuka lebar, dia sama sekali tidak tergoda untuk menerimanya. Pham hanya mau menerima 550 dollar dari seluruh donasi itu, atau sama persis dengan jumlah uang yang hilang dimakan Chew dalam aksi penipuannya terhadap Pham yang mengguncang dunia maya itu.

“Saya telah menerima 550 dollar (Singapura) dari seorang pebisnis dan juga telah membeli iPhone 6 tersebut. Saya sangat berterima kasih terhadap kebaikan Anda semua, tetapi saya tidak ingin menerima lebih dari yang saya perlukan,” ujar Pham Van Thoai, Jumat (7/11/2014), sebelum meninggalkan Singapura.

Pemrakarsa pengumpulan dana untuk disumbangkan kepada Pham Vam Thoai itu adalah seorang pengusaha warga Singapura bernama Gabriel.  Gabriel mengaku sangat marah ketika pertama kali membaca berita tersebut, kemudian segera muncul inisiatifnya untuk menggalang dana dari para pengguna internet untuk membantu Pham. Penggalangan dana itu dimulai dari tanggal 5 – 7 November 2014, terkumpul total lebih dari 15.000 dollar Singapura. Dari dana tersebut sebagian dipakai membeli sebuah iPhone 6 untuk diberikan kepada Pham, sedangkan seluruh uang sisanya hendak diberikan kepada Pham oleh Gabriel. Tetapi, ternyata Pham hanya mau menerima 550 dollar itu. Tidak lebih dari itu.

Ditambah dengan 400 dollar yang dikembalikan Mobile Air (toko milik Jover Chew yang menipu Pham) setelah ada campur tangan dari Asosiasi Konsumen Singapura (Case), Pham sudah membeli sebuah iPhone 6, yang diberikan kepada pacarnya sebagai hadiah ulang tahunnya itu.

Oleh karena itu dia menolak iPhone 6 lagi yang hendak diberikan Gabriel kepadanya itu. Sedangkan dari jumlah uang donasi kepadanya itu, Pham hanya mau menerima 550 dollar itu

“Pham dan pacarnya adalah orang baik, mereka mengundang saya ke Vietnam dan berterima kasih saya merintis gerakan ini. Mereka terkejut netizen tulus menolong orang asing yang tidak dikenal,” ujar Gabriel kepada Channel News Asia. Namun, Pham mau menerima bingkisan makanan khas Singapura seharga 200 dollar Singapura, setara Rp 1,8 juta. Gabriel mengaku dapat memahami alasan penolakan Pham menerima iPhone 6 tersebut.

Latar belakang Pham dan sikapnya yang sedemikian polos dan tulus telah mengundang simpatik para netizen, sebaliknya dengan Jover Chew, yang sedikitpun tidak memperlihatkan rasa bersalah dan penyesalannya.  Setelah kasus Pham, pihak berwenang juga menerima belasan laporan serupa dari para korban penipuan Mobile Air itu.

Dari kasus Pham itu, Jover Chew  harus menerima hukuman moral yang dijatuhkan oleh para netizen itu; dia di-bully dan dicerca habis-habisan di berbagai media sosial, seperti Twitter dan Face Book.

Berbagai informasi pribadi Chew disebarkan, seperti alamat rumahnya, alamat toko-toko yang dia milikinya, berikut nomor-nomor teleponnya, sampai gambar-gambarnya yang diparodikan dalam pose setengah telanjang sedang menggunakan alat simulator masturbasi.

Misalnya, di Face Book yang diparodikan sebagai Face-Book-nya Chew, selain foto-fotonya yang diparodikan, juga tercantum keterangan seperti ini:


1415468384245830656
Salah satu informasi tentang bisnis Jover Chew yang disebarkan melalui akun Face Book parodi
Tidak tahan, Chew pun menutup sementara toko Mobile Air-nya itu.

Bukan hanya dia, bahkan istrinya pun ikut terkena getahnya. Dia juga ikut diserang di dunia maya.

Menurut informasi yang disebarkan para netizen Singapura itu, selain Mobile Air, Chew juga memiliki jaringan toko J2 Mobile yang dikelola atas nama istrinya. Namun pada akun Face Book-nya, istri Jover menulis pembelaan diri dan menyebut bahwa tokonya, J2 Mobile tidak terlibat dengan bisnis Mobile Air.

Istri Chew itu juga mengaku telah melaporkan para pelaku serangan-serangan kepadanya itu kepada polisi.

Jover Chew boleh saja bebas secara hukum di negaranya, meskipun diduga telah melakukan penipuan dengan modus yang sama terhadap belasan korbannya, tetapi tidak demikian dengan hukuman moral. Itu sudah dijatuhkan dengan sangat keras kepadanya di dunia maya. Sampai istrinya pun harus menanggung dampaknya.

Dunia maya, di mana saja, memang sudah terbukti sering sangat keras kepada mereka yang mempunyai perilaku tak terpuji secara moral, seperti yang terjadi pada Jover Chew ini. ***




Sikap Pemerintah Singapura Kepada Para Penipunya yang Mengherankan

Kasus penipuan yang dialami oleh seorang turis asal Vietnam, Pham Van Thoai (28) ketika berbelanja iPhone 6 di Mobile Air, Sim Lim Square, Singapura (04/11/2014) merupakan kasus terbaru yang diberitakan dari entah berapa banyak kasus yang selama bertahun-tahun ini sudah sering diwartakan dari Negeri Singa itu. Tetapi, anehnya pemerintah Singapura terkesan justru tutup mata, lepas tangan, membiarkan warganegaranya menipu entah berapa banyak turis yang berbelanja di negaranya selama bertahun-tahun ini.

Lebih memprihatinkan adalah penipuan-penipuan tersebut dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan elit. Dua pusat perbelanjaan yang sudah lama menjadi pusat para penipu memakan korban turisnya adalah Lucky Plaza dan Sim Lim Square.

Sikap pemerintah Singapura yang selama ini terus membiarkan kejadian-kejadian seperti itu terus terjadi seolah-olah mereka memang mengumpulkan para penipunya itu untuk membuka toko-tokonya di sana, sekaligus memberi semacam perlindungan kepada mereka. Karena selama ini, kita tidak pernah mendengar kabar kalau para penipu untuk dikenakan sanksi hukum apapun.

Slogan “Singapura adalah sorga belanja (bagi para turis),” harus diubah menjadi “Singapura adalah neraka belanja bagi para turis)”, khususnya di toko-toko yang menjual berbagai gadget di kedua pusat perbelanjaan itu. Berbelanja di Singapura, sungguh menjadi semakin tidak nyaman dan aman.

Sikap pengadilannya juga tidak kalah anehnya. Jika kasus penipuan itu digugat ke sana. Mereka hanya mewajibkan penipunya mengembalikan kurang dari separoh jumlah uang yang sudah diambil dari para korbannya itu.

14153464211321494727
Sim Lim Square, Singapura (jalanjalansingapura.com)
Kasus penipuan yang dialami Pham Van Thoai ketika berbelanja iPhone 6 di Mobile Air, Sim Lim Square itu lebih menarik perhatian dunia karena kejadiannya “unik” daripada biasanya. Karena dia sampai menangis dan berlutut di toko tersebut, memohon agar uangnya dikembalikan utuh karena telah membatalkan transaksi jual-beli iPhone 6 tersebut, yang sesungguhnya adalah modus sebuah penipuan. Tragisnya, pemilik dan penjaga toko Mobile Air itu tidak tersentuh hati nuraninya, mereka malah menertawakan Pham.

Seperti yang sudah ramai diberitakan, kisah pilu Pham Van Thoai itu bermula dari dia membeli sebuah iPhone 6 yang ingin dihadiahkan kepada pacarnya yang berulang tahun, yang juga saat itu mendampinginya berbelanja di Mobile Air.

Dia membayar 950 dollar Singapura (sekitar Rp. 8,9 juta) sebagai harga iPhone 6 tersebut. Namun, ketika dia hendak meninggalkan toko itu, pegawai Mobile Air itu memintanya untuk membayar lagi 1.500 dollar sebagai biaya garansi 1 tahun iPhone 6 tersebut. Pham sangat terkejut, karena dia tak mengira yang namanya garansi itu harus membayar lagi, bahkan hampir dua kali lipat dari harga barangnya.

Tentu saja Pham menolak membayar biaya tambahan yang sangat tidak masuk akal itu. Sedangkan pihak toko bersikeras Pham harus membayarnya karena sudah menandatangani surat garansinya itu. Akhirnya, Pham memutuskan membatalkan pembelian tersebut, dan meminta uangnya kembali. Tetapi, Mobile Air tidak mau mengembalikannya, dengan alasan transaksi sudah terjadi, tidak bisa dibatalkan. Boleh dibatalkan, tetapi uangnya tidak bisa dikembalikan.

Pekerja pabrik asal Vietnam itu mengadu nasibnya di wartawan koran lokal berbahasa China, Lianhe Zaobao, pada Senin, 3 November lalu, dan dari sinilah berita ini menyebar ke seluruh dunia.

“Saya hanya seorang pekerja pabrik, dengan penghasilan sekitar 200 dollar Singapura per bulan. Angka 950 dollar Singapura merupakan upah untuk beberapa bulan. Itu merupakan harga yang besar buat saya. Saya benar-benar sedih,” katanya

Dia mengatakan, dirinya telah diminta untuk menandatangani sebuah perjanjian yang disebut sebagai garansi, tetapi tidak menelitinya karena bahasa Inggrisnya tidak begitu bagus, dan dia berpikir Singapura merupakan tempat yang aman untuk berbelanja. “Ketika mereka bertanya, apakah saya ingin garansi satu tahun atau dua tahun, saya berasumsi bahwa garansi satu tahun itu gratis, jadi saya jawab satu tahun. Dia tidak mengatakan saya harus membayar,” katanya kepada Zaobao.

Pham memohon-mohon, tetapi penjaga toko itu, tetap tak mau mengembalikan uang Pham. Sampai Pham menangis dan berlutut di hadapannya, tetapi malah ditertawakan para penjaga toko itu.


Pham Van Thoai (Lian-he Zaobao )
Mereka  akhirnya mau mengembalikan hanya 600 dollar Singapura kepadanya, tetapi pacarnya menolak. Dia mau uang mereka itu harus dikembalikan utuh, kemudian dia menelepon polisi.

Ketika polisi tiba,  penjaga toko Mobile Air mengatakan, Pham telah menandatangani perjanjian dengan mereka, jadi, uangnya tidak bisa dikembalikan. Namun, menawarkan untuk mengembalikan uangnya hanya 70 dollar Singapura.

Setelah ada intervensi dari Asosiasi Konsumen Singapura (Case), dia mendapat pengembalian sebesar 400 dollar Singapura, sisa sebesar 550 dollar tetap menjadi milik Mobile Air.

“Saya akan pulang dalam dua hari, dan saya tidak ingin ada masalah, jadi saya memutuskan untuk menerima pengembalian parsial itu,” kata Pham. Dia menambahkan, dirinya tidak yakin Case akan bisa mendapatkan pengembalian penuh dari dananya itu.

Beberapa netizen mengadakan aksi pengumpulan dana untuk Pham. Sampai Selasa sore (04/11) sudah ada 1.400 donor yang total sumbangannya mencapai 11 ribu dollar (sekitar Rp. 133,7 juta). Tetapi, lihatlah betapa mulianya hati Pham: Dia hanya mau menerima 550 dollarnya yang dimakan Mobile Air itu, lebih dari itu dia menolaknya.

“Saya hanya akan menerima 550 dollar Singapura yang didonasikan oleh orang-orang baik ini. Tidak lebih. Saya bersyukur dengan semua kebaikan kalian, tapi saya tidak ingin mengambil lebih banyak dari uang saya yang hilang,” ujar Pham kepada Lian-he Zaobao.

Sedangkan pemilik Mobile Air, Jover Chew, bebas menikmati uang haramnya yang berjumlah 550 dollar Singapura dari Pham itu.

*

Sebelumnya, seorang turis perempuan asal Tiongkok yang disebut dengan nama Ms Zhou juga menjadi korban dengan modus yang sama di toko yang sama itu (Mobile Air, Sim Lim Square). Untuk kasus Ms Zhou ini, menurut pengakuan Direktur Eksekutif Asosiasi Konsumen Singapura (Case) Seah Seng Choon, sedang diadakan penyelidikan apakah Mobile Air melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Seah berkata seperti ini seolah-olah ini merupakan kasus baru pertama kali terjadi di Singapura. Padahal dia sendiri juga mengaku, dari Juli sampai September tahun ini, untuk Mobile Air saja, pihaknya sudah menerima 14 pengaduan.

Ms Zhou membeli iPhone 6 di Mobile Air dengan harga 1.600 dollar Singapura. Seperti yang dialami Pham, dia ditawari toko itu apakah mau garansi 1 tahun atau 2 tahun. Ms Zhou memilih 2 tahun garansi, lalu menandatangani “surat garansi” yang disodorkankan kepadanya itu.

Setelah itu Ms Zhou sangat terkejut ketika Mobile Air menagih lagi untuk pembayaran 2 tahun garansi itu sebesar 2.400 dollar Singapura, padahal harga iPhone 6-nya saja hanya 1.600 dollar! Ms Zhou marah, membatalkan pembelian itu, dan minta uangnya dikembalikan seluruhnya. Tetapi Mobile Air hanya bersedia mengembalikan 1.000 dollar.

Ms Zhou kemudian melaporkan kasus ini ke Small Claims Tribunal, pengadilan khusus untuk menangani kasus-kasus bernilai di bawah 20.000 dollar Singapura.

Tetapi, aneh tapi nyata, pihak pengadilan hanya mewajibkan Mobile Air mengembalikan 1.010 dollar kepada Ms. Zhou. Padahal jelas-jelas modus yang dipraktekkan Mobile Air itu adalah sebuah kecurangan, penipuan.

Mengehrankan sekali, negara yang tidak disiplinnya sedemikian tinggi, kok bisa pemerintahnya begitu toleran terhadap praktek-praktek penipuan yangdapat merusak reputasinya sendiri ini.

Apakah cara-cara menipu seperti ini di Singapura merupakan sesuatu yang legal?

Ketika Ms Zhou hendak mengambil uang tersebut di tokonya, pemilik Mobile Air, Jover Chew, dengan sengaja memberikannya dalam bentuk uang koin seluruhnya yang diisi dalam sebuah kantong sampai penuh. Lebih kurang ajar lagi, kantong berisi uang koin itu tidak diserahkan dengan baik-baik, tetapi dilempar begitu saja ke lantai. Sambil berkata kepada Ms Chou, “If we refund you in coins and you don’t like it, then don’t take it!”



1415352143744171502
(singaporeseen.stomp.com.sg)
Saat dengan menahan perasaannya Ms Zhou mengumpulkan koin-koin yang berserakan di lantai itu, Jover Chew dan para penjaga tokonya itu malah mengejek-ejeknya dengan kata-kata yang mencemoohnya. Atas ulah mereka itu,  Ms Zhou memanggil polisi. Polisi datang, tetapi tidak berbuat apa-apa. Alasannya itu urusan bisnis antara Ms Zhou dengan pihak Mobile Air.

Chew tidak merasa bersalah atas sikap pihaknya kepada Pham dan Ms Chou, yang dinilainya terlalu banyak bertingkah. Dia juga menolak tuduhan tokonya telah melakukan penipuan dengan menjual iPhone jauh di atas harga normal itu, dengan menganalogikan tokonya dengan hotel mewah.

Katanya, kalau anda membeli nasi ayam di hotel mewah, tentu saja harganya jauh lebih mahal daripada kalau anda membeli nasi ayam di food court. “Apakah hotel mewah yang menjual nasi ayam dengan harga jauh lebih mahal itu telah melakukan penipuan?” katanya membela diri.

1415353438884439871
Pemilik Mobile Air, Jover Chew (therealsingapore.com)

Mobile Air, Sim Lim Square, Singapura (www.doisongphapluat.com)
Analogi ini tentu saja tidak bisa diterima, karena harga nasi ayam di restoran hotel mewah itu sudah tercantum dengan jelas berikut tax (pajak)-nya, peraciknya juga dari chef yang dibayar mahal, dan cara menjualnya tidak dengan trik licik memperdayai konsumennya dengan “garansi” yang harganya malah dua kali lipat atau lebih dari produknya sendiri. Lagipula di mana-mana di planet bumi ini, yang namanya garansi itu pastilah gratis.

Penipu jenis seperti Chew ini layak mendapat hukuman yang berat. Dari wajahnya saja sudah kelihatan menyebalkan.  Kecuali, pemerintah Singapura memang toleran terhadap penipu-penipu jenis begini. Atau di Singapura, dagang cara begini bukan suatu penipuan?

Menyikapi kasus yang dialami Ms Zhou ini, Kementerian Luar Negeri Tiongkok bertindak cepat. Di laman resmi Kementerian itu diumumkan peringatan kepada seluruh warga Tiongkok untuk berhati-hati jika berbelanja di Singapura.

“Ada banyak laporan insiden tentang penipuan dari turis kami yang membeli ponsel dan elektronik di Singapura,” bunyi pengumuman tersebut.


http://www.skyscrapercity.com/
Di Indonesia, meskipun warganya juga sudah banyak yang menjadi korban penipuan seperti itu di Singapura, Kementerian Luar Negerinya hanya diam saja. Padahal kesaksian para korban itu sudah tersebasr di berbagai media dalam negeri, koran dan media sosial.

Bertolak dari kasus yang menimpa turis asal Vietnam, Pham Can Toai itu, di Kompas.com, Ryan Filbert, seorang praktisi dan inspirator investasi muda Indonesia menulis pengalaman, tip mencegah dan melawan ketika menjadi korban penipuan seperti itu di Singapura.

Rupanya, tiga tahun lalu,  Ryan dan istrinya juga pernah menjadi korban dengan modus penipuan yang sama ketika berbelanja BlackBerry Torch di toko “G3 Advance Trading”, di Lucky Plaza, Singapura. Di dalam tulisannya di Kompas.com itu, selain berbagi pengalaman buruknya itu, Ryan juga memberi tip, bagaimana melawan para penipu elit yang dipelihara pemerintah Singapura itu. Juga tip bagaimana supaya berbelanja di Singapura, tidak sampai menjadi korban penipuan berikutnya.

Tetapi bukankah jauh lebih baik jangan sampai kita menjadi korban penipuan berikutnya ketika berbelanja di sana? Kalau sampai tertipu, melaksanakan tip yang diberikan Ryan ini pun memerlukan waktu dan tenaga yang ekstra, berbulan-bulan lamanya. Tidak sepandan dengan nilai uangnya. Nilai uangnya bisa saja relatif kecil, tetapi yang membuat kita lebih tidak bisa terima itu, adalah rasa sakit hatinya. Seperti lagu dangdut yang dinyanyikan oleh Cita Citata, “Sakit tuh di Sini“.  Jauh lebih baik mencegah sakit hati itu, daripada mengobatinya.


www.skyscrapercity.com
Bagi saya pribadi, alangkah lebih baik lagi, jika tidak benar-benar terpaksa, tidak membeli gadget apa pun di Singapura, termasuk produk-produk audio video-nya, yang juga banyak di jual di dua pusat perbelanjaan di Singapura itu. Alasannya, bukan semata-mata karena takut menjadi korban penipuan, tetapi bukankah barang-barang tersebut semuanya ada juga dijual di Indonesia? Kenapa harus beli di Singapura?

Jika itu produk baru, yang baru ada di Singapura, asalkan sabar saja, dalam tempo beberapa bulan saja, pasti juga sudah dijual di Indonesia juga. Mengenai harganya yang katanya lebih murah, seberapa banyakkah selisihnya? Justru karena jauh lebih murah, kita harus langsung waspada, lebih baik lagi jika tidak membelinya.

Alasan lain juga mengenai garansi dan servis perbaikannya. Untuk produk-produk audio-video, biasanya garansinya hanya berlaku di Singapura. Jika kita memakainya di Indonesia, kemudian rusak, maka pusat servis resmi di Indonesia tidak mau menerimanya. Atau, kalau pun menerimanya akan dikenakan servis tambahan. Itu juga belum tentu bisa diperbaiki di Indonesia, karena ada perbedaaan spesifikasi, onderdilnya hanya ada di Singapura. Masa iya, hanya karena peralatan yang anda beli itu rusak, anda akan ke Singapura hanya untuk memperbaikinya?

Jika tidak sabaran, tetap mau beli saja di Singapura, saran saya beli di toko-toko penjualan resminya, atau yang reputasinya sudah diketahui. Belanja di Bandara Changi juga merupakan alternatif yang baik, karena kecil kemungkinan, di sana pun ada penipunya. ***

Tidak ada komentar: