Jurnalis Independen: Wacana yang disampaikan wapres Boediono sewaktu membuka Muktamar VI
Dewan Masjid Indonesia menuai kontroversi di kalangan umat Islam.
Dalam pernyataannya wapres Boediono mengatakan, "Dewan Masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid."
Boediono memahami bawah adzan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban shalat.
"Namun demikian, apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita," jelasnya, seperti dilaporkan detik.com Jumat kemarin (27/4).
Pernyataan dari wapres Boediono bahwa adzan sebaiknya terdengar sayup-sayup, jelas bertentangan dengan sunnah Nabi SAW yang menganjurkan lantunan adzan harus dengan suara yang keras.
Menanggapi pernyataan wapres Boediono tersebut (yang konon meski berduit tapi belum naik Haji juga), ustadz Dr. Daud Rasyid salah seorang pakar hadits Indonesia kepada Eramuslim dalam pesan singkatnya pada Sabtu ini (28/4), menegaskan bahwa pernyataan wapres Boediono itu adalah salah satu bentuk intervensi terhadap urusan "ajaran" agama Islam.
Secara lugas ustadz yang juga dosen LIPIA Jakarta ini menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh wapres Boediono merupakan tekanan dari barat, karena di barat banyak lantunan adzan tidak boleh terdengar ke luar dari masjid.
"Ini sangat berbahaya," ujar ustadz Daud. "Perlahan-lahan rezim ini mau memaksakan kehendaknya dalam soal urusan "ajaran" agama dan ini jelas ada indikasi bahwa hal tersebut atas permintaan dari barat," tegasnya.
Sebelumnya Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M Arwani Thomafi, mengatakan, pengaturan soal suara azan melalui pengeras suara, terlalu berlebihan. Menurutnya, masih banyak tantangan bagi umat Islam di Indonesia, daripada sekadar mengatur suara azan.(mnt/emu)
Dalam pernyataannya wapres Boediono mengatakan, "Dewan Masjid Indonesia kiranya juga dapat mulai membahas, umpamanya, tentang pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid."
Boediono memahami bawah adzan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban shalat.
"Namun demikian, apa yang saya rasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari kita dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga kita," jelasnya, seperti dilaporkan detik.com Jumat kemarin (27/4).
Pernyataan dari wapres Boediono bahwa adzan sebaiknya terdengar sayup-sayup, jelas bertentangan dengan sunnah Nabi SAW yang menganjurkan lantunan adzan harus dengan suara yang keras.
Menanggapi pernyataan wapres Boediono tersebut (yang konon meski berduit tapi belum naik Haji juga), ustadz Dr. Daud Rasyid salah seorang pakar hadits Indonesia kepada Eramuslim dalam pesan singkatnya pada Sabtu ini (28/4), menegaskan bahwa pernyataan wapres Boediono itu adalah salah satu bentuk intervensi terhadap urusan "ajaran" agama Islam.
Secara lugas ustadz yang juga dosen LIPIA Jakarta ini menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh wapres Boediono merupakan tekanan dari barat, karena di barat banyak lantunan adzan tidak boleh terdengar ke luar dari masjid.
"Ini sangat berbahaya," ujar ustadz Daud. "Perlahan-lahan rezim ini mau memaksakan kehendaknya dalam soal urusan "ajaran" agama dan ini jelas ada indikasi bahwa hal tersebut atas permintaan dari barat," tegasnya.
Sebelumnya Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M Arwani Thomafi, mengatakan, pengaturan soal suara azan melalui pengeras suara, terlalu berlebihan. Menurutnya, masih banyak tantangan bagi umat Islam di Indonesia, daripada sekadar mengatur suara azan.(mnt/emu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar