Jurnalis Independen: Pahlawan Nasional Mr. Koesoemah Atmadja bernama lengkap Prof. Dr. Mr. Raden Soelaiman Effendi Koesoemah Atmadja adalah Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia pertama. Anggota BPUPKI dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada itu lahir di Purwakarta, Jawa Barat, 8 September 1898 dan meninggal di Jakarta, 11 Agustus 1952.
Mr. Koesoemah Atmaja ditugaskan untuk membentuk Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tahun 1950. Kemudian, dia diangkat menjadi ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia pertama pada tahun 1950 hingga beliau meninggal tahun 1952.
Mr. Koesoemah Atmadja berasal dari keluarga terpandang sehingga digelari Raden Soelaiman Effendi Koesoemah Atmadja. Sebagai keturunan bangsawan, dia berkesempatan mendapat pendidikan dalam pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun 1913, dia telah memperoleh gelar diploma dari Rechtshcool atau Sekolah Kehakiman (sekarang FH UI).
Kemudian, setelah Indonesia merdeka, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 24 dimana Mahkamah Agung diberi kepercayaan sebagai pemegang kekuasaan Kehakiman tertinggi. Koesoemah Atmaja ditugaskan untuk membentuk lembaga peradilan Indonesia tertinggi tersebut. Dia pun diangkat menjadi ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia pertama pada tahun 1950.
Dia pun mengawali kariernya sebagai pegawai yang diperbantukan pada Pengadilan di Bogor (1919). Pada tahun itu juga, ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan hukumnya di Universitas Leiden, Belanda. Dia pun mendapat gelar Doctor in de recht geleerheid dari Universitas Leiden pada tahun 1922. Disertasi berjudul De Mohamedaansche Vrome Stichtingen in Indie (Lembaga Ulama Islam di Hindia Belanda), yang menguraikan Hukum Wakaf di Hindia Belanda.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Universitas Leiden, Belanda, dia pun dipercayakan menjadi hakim di Raad Van Justitie (setingkat Pengadilan Tinggi) Batavia era Pemerintahan Hindia Belanda. Setahun berikutnya, diangkat menjadi Voor Zitter Landraad (Ketua Pengadilan Negeri) di Indramayu.
Setelah pemerintahan (penjajahan) Hindia Belanda berakhir dan berganti ke pemerintahan (penjajahan) Jepang, dia tetap berkarir di pengadilan. Pada 1942, dia menjabat sebagai Ketua Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri) di Semarang. Pernah juga menjabat Hakim Pengadilan Tinggi Padang dan Hakim PT Semarang. Dia juga juga diangkat sebagai Pemimpin Kehakiman Jawa Tengah, 1944.
Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Koesoemah Atmaja pun menjadi anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang terbentuk pada tanggal 29 April 1945.
Kemudian, setelah Indonesia merdeka, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 24 dimana Mahkamah Agung diberi kepercayaan sebagai pemegang kekuasaan Kehakiman tertinggi. Koesoemah Atmaja ditugaskan untuk ikut membentuk lembaga peradilan Indonesia tertinggi tersebut. Dia pun diangkat menjadi ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia pertama pada tahun 1950.
Mahkamah Agung pernah berkedudukan dalam pengungsian selama 3 1/2 (tiga setengah) tahun yakni di Jogyakarta sejak bulan Juli 1946. Kemudian, dalam kepemimpinan Koesoemah Atmadja dikembalikan lagi ke Jakarta pada tanggal 1 Januari 1950, setelah selesainya KMB dan pemulihan Kedaulatan.
Ada pun Susunan Mahkamah Agung sewaktu di Jogyakarta adalah: Ketua Mr. Dr. Koesoemah Atmadja; WakilKetua Mr. R. Satochid Kartanegara; Anggota-anggota: 1. Mr. Husen Tirtasmidjaja, 2. Mr. Wono Prodjodikoro, 3. Sutan Kali Malikul Add; Panitera: Mr. Soebekti; dan Kepala Tara Usaha: Ranuatmadja.[1]
Setelah kembali berkedudukan di Jakarta, Susunan Mahkamah Agung (1950-1952) adalah sebagai berikut: Ketua: Mr. Dr. Koesoemah Atmadja; Wakil Ketua: Mr. Satochid Kartanegara; Hakim Agung: Mr. Wirjono Prodjodikoro, Mr. Husen Tirtamidjaja; Panitera: Mr. Soebekti; dan Wakil Panitera Ranoeatmadja.
Namun, masa tugas Koesoemah Atmadja sebagai Ketua MA hanya sekitar dua tahun, sebab ajal memanggilnya, dia meninggal saat masih menjabat Ketua MA pada tanggal 11 Agustus 1952 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Dia pun digantikan Mr. Wirjono Prodjodikoro menjabat Ketua MA (1952-1966).
Selain aktif dalam dunia peradilan, dia juga mengabdikan diri sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada dan Guru Besar Sekolah Tinggi Kepolisian. Sebagai penghargaan atas jasa dan pengabdiannya, Pemerintah RI menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI no 124/1965.
Satu Atap dengan Kejagung dan Depkeh
Saat pertama kali berdirinya Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung berada di bawah satu atap dengan Mahkamah Agung, bahkan di bawah satu departemen, yaitu Departemen Kehakiman. Dulu namanya Kehakiman Agung pada Mahkamah Agung, seperti Kejaksaan Negeri dulu namanya Kejaksaan Pengadilan Negeri.
Kejaksaan Agung mulai memisahkan diri dari Mahkamah Agung yaitu sejak lahirnya Undang-Undang Pokok Kejaksaan (Undang-Undang No. 15 tahun 1961) dibawah Jaksa Agung Gunawan, SH yang telah menjadi Menteri Jaksa Agung.
Selain itu, para pejabat Mahkamah Agung.(Ketua, Wakil Ketua, Hakim Anggota dan Panitera) mulai diberikan pangkat militer tutiler adalah dengan Peraturan Pemerintah 1946 No. 7 tanggal 1 Agustus 1946, sebagai pelaksanaan pasal 21 Undang-Undang No. 7 tahun 1946 tentang Pengadilan Tentara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar