Jurnalis Independen: Wapres Boediono yang "terindikasi" terlibat kasus korupsi Bank Century, meminta agar Dewan Masjid melakukan pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid-masjid. Wapres menilai suara adzan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari dibanding suara yang terlalu keras. (Catatan: penilaian wapres Boediono ini mencerminkan 'jahilnya' beliau terhadap syariat adzan itu sendiri karena Rasulullah SAW menganjurkan suara adzan harus keras bukan sayup-sayup, hadits nabi: "Tidaklah mendengar suara muadzin bagi jin dan manusia serta (segala) sesuatu, kecuali memberikan kesaksian untuknya pada hari Kiamat." [HR Al Bukhari].Berkaca dari apa yang disampaikan Wapres tersebut, sebenarnya aturan soal pengeras suara itu sudah sejak lama diatur Kementerian Agama (Kemenag). Seperti dikutip detikcom dari situs bimasislam.kemenag.go.id, Jumat (27/4/2012), aturan itu sudah ada 1978. Soal pengeras suara itu diatur dalam instruksi Ditjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam.
Soal pengeras suara di masjid diatur dalam keputusan nomor: Kep/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Keputusan itu ditandatangani Dirjen Bimas Islam saat itu, Kafrawi, pada 17 Juli 1978.
Berikut aturan Bimas Islam mengenai syarat-syarat penggunaan pengeras suara:
Perawatan penggunaan pengeras suara yang oleh orang-orang yang terampil dan bukan yang mencoba-coba atau masih belajar. Dengan demikian tidak ada suara bising, berdengung yang dapat menimbulkan antipati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar, atau musala
Mereka yang menggunakan pengeras suara (muazin, imam salat, pembaca Alquran, dan lain-lain) hendaknya memiliki suara yang fasih, merdu, enak tidak cempreng, sumbang, atau terlalu kecil. Hal ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh daripada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
Dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan, seperti tidak bolehnya terlalu meninggikan suara doa, dzikir, dan salat. Karena pelanggaran itu bukan menimbulkan simpati melainkan keheranan umat beragama sendiri tidak menaati ajaran agamanya
Dipenuhinya syarat-syarat di mana orang yang mendengarkan dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam keadaan tidur, istirahat, sedang beribadah atau dalam sedang upacara. Dalam keadaan demikian (kecuali azan) tidak akan menimbulkan kecintaan orang bahkan sebaliknya. Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakatnya masih terbatas, maka suara keagamaan dari dalam masjid, langgar, atau musala selain berarti seruan takwa juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitarnya.
Dari tuntunan nabi, suara azan sebagai tanda masuknya salat memang harus ditinggikan. Dan karena itu penggunaan pengeras suara untuknya adalah tidak diperdebatkan. Yang perlu diperhatikan adalah agar suara muazin tidak sumbang dan sebaliknya enak, merdu, dan syahdu.
Di dalam instruksi itu juga diatur bagaimana tata cara memasang pengeras suara baik suara ke dalam ataupun keluar. Juga penggunaan pengeras suara di waktu-waktu salat.
Terkait "intervensi" suara adzan yang dilakukan oleh wapres Boediono, Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP), M Arwani Thomafi, mengatakan, pengaturan soal suara azan melalui pengeras suara, terlalu berlebihan. Menurutnya, masih banyak tantangan bagi umat Islam di Indonesia, daripada sekadar mengatur suara azan.
"Apakah suara azan itu mengganggu? Perlu diketahui bahwa lantunan azan juga mencerminkan ekspresi keberagaman seseorang. Apakah kemudian ekspresi keberagaman lainnya juga diatur?" kata dia melalui pesan singkatnya, Jumat (27/4).
Pernyataannya itu disampaikan sebagai tanggapan atas permintaan Wakil Presiden Boediono saat Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, hari ini. Saat itu, Wapres meminta agar suara azan melalui pengeras suara diatur. "Sebaiknya, Wapres fokus bagaimana memajukan umat Islam, daripada hanya mengatur suara azan."
Dikatakannya, masih banyak persoalan bangsa ini yang memerlukan perhatian pemerintah. Untuk itu, pihaknya meminta agar Wapres mengklarifikasi pernyataannya. "Karena, hal ini bisa melukai hati umat Islam Indonesia."
Pengaturan soal suara adzan, mengingatkan kita dengan suasana di wilayah pendudukan Palestina, di mana rezim zionis Israel dengan alasan suara adzan mengganggu warga, melakukan pengaturan ketat soal adzan ini. Padahal ratusan tahun suara adzan sudah berkumandang di wilayah Palestina dan juga di Indonesia tentunya.(mnt/fq/detik/republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar