Jurnalis Independen: Menyambung sebuah tulisan IndoWatch dalam Empat Tokoh untuk Presiden 2014 bagian pertama Yang menampilkan "Dahlan Iskan Tokoh yang Wajib Ditolak Duduk Sebagai Penguasa Nusantara", terkait masa depan yang menentukan negeri ini lewat sebuah Pemilihan Umum Presiden (Pemilu) secara demokrasi 2014 nanti. Kali ini IndoWatch menurunkan sebuah opini yang bakal menjadi tren saat pemilu nanti. Setelah menurunkan Tulisan yang menyangkut Terangkatnya Dahlan Iskan sebagai "kandidat palsu" bursa pilpres 2014. Kali ini Tokoh Prabowo Subianto yang ditenggarai oleh penulis masuk dan bertarung untuk menuju RI 1, namun sayang tokoh ini masih "belum mampu" mengangkat derajat individu, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Jangankan tokoh seperti Puan Maharani cucu Presiden Pertama Republik Indonesia, anak dari Megawati Soekarno, Abu Rizal Bakri, atau Tokoh dari Partai Amanat Nasional, Hatta Rajasa yang menjadi besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tokoh seperti Probowo Subianto pun masih belum mampu untuk duduk sebagai Presiden RI. Kemampuan Prabowo layak dipertanyakan jika ukuran sebagai seorang pemimpin bijak, jujur tanpa cacat hukum yang berarti menjadi ukuran bagi pemimpin masa depan.
Negeri ini membutuhkan seorang pemimpin tidak hanya seperti Tokoh Soekarno, tetapi bahkan "Wajib" lebih dari apa yang diberikan oleh Presiden Pertama, Proklamator Republik Indonesia itu. Bangsa ini membutuhkan seorang pemimpin sekaligus imam yang bisa mengakomodasi seluruh kebutuhan kelompok masyarakat tanpa meminggirkan kelompok tertentu, tidak otoritarian namun tegas dan tetap membingkai seluruh kekuatan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tidak bermaksud menelanjangi maupun Ghibah, tetapi mata, telinga, pikiran dan hati kita masih menyimpan memori tentang siapa dan apa yang pernah dilakukan oleh Mantan Pangkostrad yang mantan menantu Soeharto ini.
Pusaran penguasa Soeharto yang di sinonimkan sebagai (orba), adalah pendobrak kekuasaan Presiden Soekarno yang biasa disebut ordelama(orla). Pergeseran kekuasaan dari orla ke orba menjadi bagian sejarah tersendiri negeri ini. Namun stigma miring tentang makar "Partai Soeharto" tidak bisa dilihat sebagai makar hanya kepada Pemerintahan Presiden Soekarno. Tetapi Wajib dilihat sebagai makar yang penuh konspirasi asing terhadap pemerintah, bangsa, negara, rakyat dan seluruh kekayaan negeri ini.
Sejak saat itu, sejak partai Soeharto merampas kekuasaan dari Presiden Soekarno, kemerdekaan rakyat, bangsa dan negeri yang di proklamirkan tepat hari Jumat, 17 Agustus 1945 ketika ummat muslim dunia sedang melakukan puasa Ramadhan, telah batal. Hingga detik ini, kemerdekaan itu hanya ada dalam catatan sejarah.
Muncul sebuah pertanyaan, mengapa begitu? Jawabannya adalah, sebab sejak orba berkuasa, negeri ini tak bebas mengembangkan jadi diri bangsa yang seharusnya disinari oleh Pembukaan UUD 1945, isi, makna dan hakekat UUD 1945 serta Pancasila Sakti. Padahal Dasar negara ini telah tercipta, disetujui, dan dimaklumkan untuk negeri ini dengan pengorbanan ummat di negeri ini. Tentu saja dengan harapan bebas dan merdeka dalam arti hakiki.
Apa bukti Proklamsi itu hanya lisan bagi Negeri dan Rakyat Indonesia ? Baca baik-baik jawabannya! Sejak negeri ini ada dalam genggaman Partai Soeharto, negeri ini hanya menjadi negeri Kreditor, Pasar, tambang, dan telunjuk bangsa asing. Padahal hal itu tidak pernah dilakukan pada masa rezim orla. Soekarno selalu menolak kondisi itu dengan segala resiko baik kepada diri, keluarga, negara, bangsa dan rakyat NKRI.
Bukti lain bahwa negeri ini kembali menjadi negara terjajah yaitu Pertemuan Jenewa, Swiss.
Menyusul peralihan tampuk kekuasaan ke tangan Suharto, diselenggarakan pertemuan antara para ekonom orde baru dengan para CEO korporasi multinasional di Swiss, pada bulan Nopember 1967.
Korporasi multinasional diantaranya diwakili perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goodyear, The International Paper Corporation, US Steel, ICI, Leman Brothers, Asian Development Bank, dan Chase Manhattan.
Tim Ekonomi Indonesia yang tergabung dalam CSIS menawarkan: tenaga buruh yang banyak dan murah, cadangan dan sumber daya alam yang melimpah, dan pasar yang besar.
Hal ini didokumentasikan oleh Jhon Pilger dalam film The New Rulers of World (tersedia di situs video google) yang menggambarkan bagaimana kekayaan alam Indonesia dibagi-bagi bagaikan rampasan perang oleh perusahaan asing pasca jatuhnya Soekarno.
Freeport mendapat emas di Papua Barat, Caltex mendapatkan ladang minyak di Riau, Mobil Oil mendapatkan ladang gas di Natuna, perusahaan lain mendapat hutan tropis. Kebijakan ekonomi pro liberal sejak saat itu diterapkan. Sekali lagi, padahal hal itu tak pernah dilakukan oleh Soekarno yang mendapat mandat secara resmi dari Rakyat Indonesia.
Lantas jikalau nanti 2014 rakyat ini disuguhi dengan "bungkusan baru bernama Prabowo Subianto Soemitro Djoyo Hadikusumo. Selain hidup dalam kekuasaan ordebaru, mantan menantu Presiden Soeharto, nama belakang Prabowo menjadi jaminan watak dan karakternya untuk tetap menggadaikan negeri dan bangsa ini kepada imperialis dalam segala model. Sebab nama belakang Prabowo adalah seorang tokoh yang "dibuang" oleh Soekarno, juga menjadi salah satu tokoh pengagas CSIS, Geng Barkelay yang tidak pernah memihak dan mesejahterakan rakyat negeri ini, yang merupakan bentukan Intelejen kaki tangan bangsa asing yang selalu mengadudomba rakyat negeri ini.
Jika saja nanti, tetap ada geng-geng yang mengusung Prabowo sebagai Presiden 2014, itu artinya jika rakyat tertipu oleh kemasan yang tentu saja akan dipoles termasuk oleh "media hitam", bangsa dan negeri ini hanya akan menjadi negara terjajah sepanjang masa. Walau tidak bisa kita pungkiri, ada kebaikan dari mereka. Namun kebaikan yang mereka berikan kepada rakyat, bangsa dan negara tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan akibat tangan-tangan kotor mereka, yang tak jarang berlumuran darah anak negeri ini.Penulis Soeminto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar