Oleh: Agus Sunyoto
Jurnalis Independen: Alimin Prawirodirjo dilahirkan di Surakarta pada 1889. Ia murid HOS Cokroaminoto. Di Rumah Cokroaminoto inilah, Alimin berkenalan dengan paham-paham yang ada di dunia dan ia pun memilih jalan komunis. Di rumah Cokroaminoto pula ia tinggal bersama Soekarno.
Alimin terlibat dalam pemberontakan PKI tahun 1926 yang membuatnya diburu pemerintah kolonial Belanda. Bersama Muso ia meninggalkan Indonesia dan berkelana di luar negeri dan berkenalan dengan tokoh-tokoh komunis internasional.
Alimin pertama kali mendapat berita tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ketika mendengar siaran radio bersama rekannya, Zhou Enlai sewaktu berada di kota Chongqing. Pada waktu itu kota Chongqing masih menjadi ibu kota sementara China sejak tahun 1937 hingga 1945.
Terkejut mendengar berita tersebut, Alimin bergegas merencanakan kepulangannya ke Indonesia. Alimin bergerak menuju ke Kunming lalu meneruskan perjalanannya ke Hanoi dan Bangkok sampai akhirnya tiba di Alor Star. Di Alor Star, Alimin menulis catatan pengalaman dan perenungannya selama berkelana yang dicetaknya dengan judul “Sepatah Kata Dari Jauh” pada 9 Mei 1946.
Setelah kembali ke Indonesia, Alimin terlibat pemberontakan FDR/PKI tahun 1948 di Madiun. Pada tanggal 10 Oktober 1948 Alimin bersama Katamhadi ditangkap oleh Batalyon Nasuhi dari Siliwangi. Sesuai perintah, harusnya Alimin dihukum tembak segera setelah tertangkap. Namun tanpa terduga, Presiden Soekarno mengirim utusan untuk menjemput Alimin dengan tujuan ditahan di penjara Wirogunan Jogja. Alasannya, Alimin adalah tokoh komunis internasional, sehingga tidak boleh dieksekusi tanpa diadili terlebih dulu. Nah saat gerakan makar FDR/PKI berhasil ditumpas, Belanda melakukan Agresi II. Jogja dikuasai. Para tahanan di penjara dilepas, termasuk Alimin.
Berdasar pengalaman gagal dalam aksi makar di Madiun, Alimin mengusulkan agar PKI menjadi partai kader saja. Tetapi angkatan muda yang dimotori D.N.Aidit menolak usulan Alimin. Mereka itu bersikeras menjadikan PKI sebagai partai massa yang bertujuan menguasai parlemen dan pemerintahan. Alimin mengingatkan bahwa PKI akan hancur jika menjadi partai massa yang cenderung akan mengulang kesalahan yang sama, merebut kekuasaan dengan cara kekerasan dan tidak sah. D.N. Aidit dan kawan-kawan tetap bergeming menjadikan PKI partai massa. Alimin yang kecewa tidak banyak melibatkan diri lagi dalam gerakan PKI yang dipimpin Aidit.
Tahun 1964, Alimin yang tinggal di Kramat Sentiong Jakarta, usianya sudah 75 tahun dan sakit-sakitan. Sebelum ajal, Alimin sempat berpesan kepada keluarganya bahwa jika meninggal kelak, ia ingin mati sebagai orang Jawa. Maksudnya, meski ia orang berfaham komunis dan menjadi tokoh komunis internasional, ia ingin mati sebagai manusia Jawa yang jika mati diperingati dan didoakan orang-orang pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, ke-1000 hari.
Demikianlah, sejarah mencatat sebuah peristiwa aneh tapi nyata: sewaktu Alimin Prawirodirdjo meninggal dunia, warga NU Jakarta dan juga sebagian pengurus PBNU yang kantornya tak jauh dari rumah Alimin, berdatangan ke rumah Alimin untuk membacakan tahlil pada peringatan hari kematian ke-3, ke-7, ke-40, ke-100 bagi tokoh PKI internasional itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar