Minggu, 07 Februari 2016

Mukernas PKB, 100 kiai bahas Isu LGBT

Jurnalis Independen: Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memberi perhatian besar terhadap isu lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT).


Isu tersebut akan dibahas secara khusus dalam Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PKB yang digelar di JHCC Balai Sidang, Jakarta, mulai Jumat (5/2/2016).

Sekretaris Steering Committee Mukernas PKB Jazilul Fawaid mengatakan, akan hadir sekitar 100 kiai untuk membahas isu LGBT dan pernikahan sejenis dalam Mukernas PKB.

LGBT Bukan Gangguan Jiwa
Setiap kali isu tentang LGBT (lesbian, gay, transgender, dan biseksual) muncul di media, selalu ada pro dan kontra yang berkembang.

Masyarakat umumnya menganut norma heteronormatif, yang meyakini jender hanya terdiri dari laki dan perempuan, tidak ada yang sejenis atau tidak. Karenanya, mereka yang berada di wilayah"abu-abu" itu dianggap sebagai penyimpangan, bahkan penyakit gangguan mental.

Sebelum tahun 1973, para ahli psikiatri dan dokter memang masih menganggap orientasi seksual penyuka sesama jenis sebagai gangguan jiwa. Tetapi sejak tahun 1973, American Psychiatric Association menghapus kategori homoseksual sebagai gangguan jiwa.

Dalam acuan diagnostik para ahli psikiatri di seluruh dunia, yakni Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM) III tahun 1973 homoseksual juga tidak lagi dikategorikan sebagai gangguan jiwa.

Sementara itu, di Indonesia dalam buku Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa, Edisi II, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, tahun 1983 (PPDGJ II) dan (PPDGJ III) 1993, pada point F66 meyebutkan bahwa orientasi seksual (homoseksual, heteroseksual, biseksual) bukan gangguan kejiwaan.

"Di situ jelas tertulis bahwa orientasi seksual tidak termasuk gangguan jiwa atau penyimpangan. Tapi, bisa disebut gangguan jiwa jika bersifat ego distonik atau seseorang merasa terganggu dengan orientasi seksualnya sehingga timbul konflik psikis," kata dr.Andri, Sp.KJ dari RS.Omni Alam Sutra ketika dihubungi Kompas.com (29/1/16).

Andri mengatakan, dalam praktik sehari-hari ia banyak menemukan pasien LGBT yang merasa depresi. "Biasanya pemicu depresinya karena mendapat tanggapan tidak baik atau stigma dari lingkungannya, atau ditinggal oleh orang yang selama ini bisa mengerti dan menerima dia," katanya.

Pada pasien yang mengalami ego distonik atau tidak bisa menerima orientasi seksualnya, menurut Andri, seorang psikiater biasanya berupaya memberi penanganan secara psikologis agar ia bisa menerima diri apa adanya sehingga rasa kecemasan, kesepian, dan sedih dapat dihilangkan.

Ia menambahkan, jarang ada pasien homoseksual yang ingin mengubah orientasi seksualnya. "Memang ada yang berpendapat homoseksual bisa diubah, tapi kalau homoseksual murni tidak bisa. Kalau ada homoseksual yang akhirnya menikah dengan lawan jenis, kemungkinan ia adalah seorang yang biseksual," ujarnya.

Menurut Andri, orientasi seksual juga tidak menentukan sifat atau aspek mental lainnya. "Kalau ada yang menyatakan homoseksual pasti melakukan perbuatan menyimpang, itu tidak benar. Orang heteroseksual pun bisa melanggar norma yang berlaku di masyarakat," katanya.

Varian

Mengenai penyebab adanya orientasi seksual yang berbeda, dr.Roslan Yusni Hasan, spesialis bedah saraf, menjelaskan, orientasi seksual seseorang ditentukan oleh otaknya, bukan jenis kelaminnya.

"Organ seks yang utama adalah otak, bukan alat kelamin. Karena orientasi seksual seseorang dibentuk di otak. Jadi kita sendiri yang membuat apa yang dianggap bisa merangsang libido," kata dokter yang akrab disapa dr.Ryu ini.

Pembentukan orientasi seksual ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor perkembangan otak sejak masih menjadi janin. "Misalnya kalau saat hamil ibunya terkena infeksi, sehingga bagian otak tertentu berkembang lebih pesat dibanding bagian lainnya. Akibatnya sifat atau selera dapat berbeda," ujar dokter yang banyak mempelajari kerja otak ini.

Selain itu, otak kita juga menentukan orientasi diri (gender). "Orientasi diri itu misalnya saya feminin atau saya maskulin. Otak adalah organ yang pertama kali terbentuk di kandungan dan ia menyusun segala macam, termasuk identitas diri seseorang," katanya.

Ryu menegaskan, perbedaan orientasi seksual merupakan varian di alam semesta. "Alam semesta ini bersifat acak, tapi manusianya yang menyukai pola. Padahal, ada banyak varian. Termasuk untuk urusan orientasi seks," ujarnya.

Selain membahas isu LGBT, dalam mukernas tersebut, juga akan dibahas mengenai amandemen UUD 1945 dan pemilihan kepala daerah.

"Soal LGBT bisa disikapi dengan kearifan dan berpijak terhadap ketentuan yang berlaku. Nanti akan dimusyawarahkan oleh para kiai," kata Jazilul melalui pernyataan tertulis, Jumat (5/2/2016).

Jazilul mengatakan, keberadaan LGBT menuai pro dan kontra di masyarakat. Ia menyatakan bahwa PKB ingin menyikapi polemik ini dengan pertimbangan yang mendalam.

 Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohammad Nasir memberikan klarifikasi seputar pandangannya terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transjender (LGBT).

Nasir membantah pernyataan bahwa dia melarang kelompok LGBT beraktivitas di dalam kampus.

"Saya tidak melarang kelompok LGBT beraktivitas di kampus," ujar M Nasir dalam konferensi pers di Gedung D Kemenristek Dikti, Jakarta, Selasa (26/1/2016).

Menurut dia, berserikat dan berkumpul serta mengadakan kegiatan kelembagaan merupakan hak setiap warga negara, termasuk bagi kaum LGBT.

Dia pun berpendapat, banyak yang menyalahartikan pernyataannya terkait imbauan bagi kampus untuk mengawasi aktivitas kelompok LGBT.

Menurut Nasir, yang dilarang adalah perbuatan kelompok LGBT yang sudah mengarah pada perbuatan seks di dalam kampus. Perlunya pengawasan, kata Nasir, karena kampus merupakan institusi penjaga moral dan norma kesusilaan.

"Bukan apakah LGBT boleh atau tidak, tapi aktivitas making love itu yang tidak boleh. Bahkan, kelompok apa pun selain LGBT juga tidak boleh," kata Nasir.

"Bagaimanapun PKB menjunjung nilai-nilai ketimuran di mana belum bisa menerima pernikahan sesama jenis," ucapnya.

Mukernas PKB mengusung tema "Holopis Kuntul Baris, Menangkan Rakyat dalam Persaingan Global".

Nasir bahkan menceritakan pengalamannya memiliki teman dari kalangan transjender saat kuliah.

"Saya itu punya teman kuliah, dia transjender, dia berkumpul dengan saya dalam aspek akademik, ya tidak ada masalah. Saya tidak melarang karena tidak ada urusannya," ujar Nasir di Gedung D Kemenristek Dikti, Jakarta, Selasa (26/1/2016).

(Baca: Menristek: Saya Tidak Melarang Kelompok LGBT Beraktivitas di Kampus)

Menurut Nasir, dalam hal ini bukan berarti dia membenarkan transjender atau tidak, tetapi dalam hal pendidikan sebagai mahasiswa, kaum LGBT memiliki hak yang sama dengan siapa pun.

Nasir mengatakan, kaum LGBT tidak pernah dilarang untuk beraktivitas di dalam kampus. Hal itu termasuk untuk membentuk kelompok-kelompok kecil.

Namun, menurut Nasir, perlu diperhatikan bahwa perilaku apa pun yang menyangkut pada perilaku seksual dilarang dilakukan di dalam lingkungan kampus. Larangan tersebut tidak hanya berlaku bagi kelompok LGBT, tetapi bagi semua warga kampus.

"Kami tidak melarang wadahnya, tapi koridor nilai yang kami lihat. Jangan sampai muncul aktivitas mesum, yang mendorong orang lain berbuat seperti itu," kata Nasir.

Mukernas ini diikuti 1.700 peserta dan digelar pada 5-6 Februari 2016. Beberapa kiai yang dipastikan hadir dalam mukernas itu, antara lain, KH Abd Ghafur, KH Mukhlas Dimyati, KH Usfuri Anshor, KH Encep Subandi, KH Muhtadi Dimyati Pandeglang, Dr KH Achmad Fauzi MA, KH Hanafi, KH Maulana Kamal Yusuf, dan lainnya.

Sementara itu, anggota Dewan Syuro DPP PKB yang akan hadir di antaranya adalah KH Wahid Nurudin, KH Kholilurrahman, KH Unais Ali Hisyam, KH Aziz Afandi Manonjaya, dan lain-lain.

Tidak ada komentar: