Sejarah harus diluruskan. Banyak sejarah buatan Belanda yang menyesatkan. Diantaranya soal Perang Bubat antara Majapahit dan Kerajaan Sunda yang hingga kini menyisakan catatan kelam. Tidak ada nama Hayamwuruk atau Patih Gajah Mada di Jawa Barat.
Sejarah ini kemudian juga melahirkan mitos, tidak baik orang Jawa kawin dengan orang Sunda dan sebaliknya. Perkawinan itu membuat mereka akan hidup sengsara. Miskin, selalu bernasib sial, dan tidak bahagia.
Menurut Agus Sunyoto, penulis buku Syech Siti Jenar ini, mitos seperti itu lahir dari imajinasi yang tidak benar. Perang Bubat itu tidak ada, dan tidak tertulis dalam sejarah. “Itu hanya imajinasi Belanda. Juga Pararaton yang sering dijadikan referensi,” katanya dilansir nasionalisme.co, Senin (14/12/2015).
Dalam banyak kisah disebut, Perang Bubat terjadi bermula dari niat Prabu Hayam Wuruk ingin memperistri Putri Dyah Pitaloka Citraresmi dari Negeri Sunda. Hayam Wuruk tertarik gara-gara lukisan Sungging Prabantara yang diam-diam menggambar gadis ini.
Hayam Wuruk ingin memperistri Dyah Pitaloka untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Hayam Wuruk mengirimkan surat untuk melamar pada Maharaja Linggabuana.
Upacara pernikahan akan dilangsungkan di Majapahit. Maharaja Linggabuana berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit ditempatkan di Pesanggrahan Bubat. Raja Sunda datang ke Bubat beserta permaisuri dan putri Dyah Pitaloka diiringi prajurit.
Dalam Kidung Sundayana, Gajah Mada berambisi menguasai Kerajaan Sunda. Ini untuk memenuhi Sumpah Palapa yang dibuatnya sebelum Hayam Wuruk naik tahta. Kerajaan di Nusantara sudah ditaklukkan Majapahit, tinggal kerajaan Sunda yang belum.
Terjadilah perang dan pengusiran. Ini yang menjadi dasar lahirnya mitos, Sunda tak baik menjalin perkawinan dengan Jawa. Malah di Jawa Barat juga tidak ada jalan yang bernama Gajah Mada dan Hayam Wuruk.
‘Begini ini kan menyesatkan. Padahal perang itu tidak ada. Sejarah seperti ini tidak ada. Saya melacak sampai Leiden (Belanda), juga tidak ada dokumennya. Juga kalau kita study ke lapangan, untuk melacak perang itu kapan, dimana, dan adakah bekas-bekasnya, semuanya tidak ditemukan,” katanya.
Ketika ditanya, mengapa sejarah yang menyesatkan itu sampai melahirkan mitos dan kepercayaan, Agus mengatakan, itu karena sekolah. Itu diajarkan. “Makanya kita jangan asal percaya dokumen Belanda. Banyak yang bohong itu. Ini memang dibuat untuk tujuan memecah itu,” katanya serius. jss/nas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar