Jurnalis Independen: Keperdulian masyarakat desa terhadap kebijakan aparatur desa yang tidak
memihak pada lingkungan, harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, baik
pusat maupun daerah. Sebab terkait lingkungan rusak, maka berdampak bencana
alam dan korban jiwa akan mengancamnya.
Dalam keterangan tertulisnya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi (Mendesa PDTT) Marwan Jafar, menyatakan hal itu ia kemukakan
saat menghadiri peringatan 100 hari meninggalnya Salim Kancil, di Lumajang,
Jawa Timur, pada Sabtu 4 Januari lalu. Salim Kancil merupakan aktivis
lingkungan yang menolak penambangan pasir di Desa Selo Awar-Awar, Kecamatan
Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
“Saya secara pribadi dan atas nama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah,
dan Transmigrasi, sangat-sangat berduka.
Saya meminta masyarakat mengenang Salim Kancil. Saat mendapat undangan
peringatan 100 hari meninggalnya Salim Kancil, saya langsung nyatakan akan
hadir dan memberikan dukungan kepada masyarakat agar terus peduli dengan desa
dan lingkungannya,” ujar Marwan Jafar saat itu dalam keterangan tertulisnya.
Menurut Marwan, sosok Salim Kancil perlu mendapat apresiasi atas
perjuangannya melawan sikap aparatur daerahnya yang sewenang-wenang merusak
lingkungan. “Dia (Salim Kancil) sadar, dampaknya tidak hanya hari itu saja,
tapi generasi mendatang akan bernasib lebih buruk lagi jika lingkungan
daerahnya rusak,” katanya.
Dengan perlawanan yang diperlihatkan oleh Salim Kancil, kata Menteri
pertama yang mengurusi desa ini, maka sudah seharusnya juga diikuti oleh
masyarakat lainnya di Indonesia yang melihat ada ketidakberesan di wilayahnya.
“Yang paling penting, perlawananan masyarakat
tidak anarkis dan tidak ada kepentingan pribadi. Harus berdasarkan
kepentingan bersama,” kata dia.
Perlu diketahui, meninggalnya Salim Kancil dilatarbelakangi perselisihan
antara para petani yang produksi pertaniannya rusak akibat kegiatan penambangan
dan warga yang mencari nafkah dengan menambang pasir. Sekelompok warga
propenambangan pasir diduga menganiaya Salim Kancil pada akhir September 2015.
Namun hal ini tidak menjadikan pelajaran bagi perangkat pemerintah daerah,
khususnya Desa Jokarto, Kecamatan Tempah, Lumajang. Buktinya, Warga anti
tambang yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan (AMPEL) masih
terus melakukan konfrontasi, bahkan bersama polisi menggrebek terduga aktivitas
penambangan pasir illegal di wilayah itu.
Kedatangan warga anti tambang bersama polisi secara mendadak ini, membuat
para penambang ilegal yang saat itu sedang melakukan aktivitasnya tak bisa
berkutik. Meski ada sejumlah penambang berhasil melarikan diri. Protes bahkan
penggerebekan dilakukan anatara lain lantaran penambangan yang diduga illegal
itu, menggunakan alat berat hingga kerusakan lingkungan.
Penambangan illegal ini diduga dilakukan mantan anggota DPRD Lumajang.
Karena tak berijin, sejumlah alat berat, truk dan belasan pekerja, langsung di
bawa ke Mapolsek Tempeh untuk dilakukan pemeriksaan.
Kasat Reskrim Polres Lumajang, AKP Tinton Yuda Priambodo mengatakan,
pihaknya masih belum memastikan penambangan ini ilegal. Karena masih
mempelajari hasil penggrebekan. Selain memeriksa para pekerja, juga
dokumen-dokumen perijinannya.
Sementara itu, warga anti tambang menyakini aktivitas tambang ini tak berijin.
Karena polisi terkesan melakukan pembiaran, warga anti tambang tergerak
melakukan penggrebekan tersebut. Ahmad fauzi koordinator AMPEL menduga pemilik tambang ini pengusaha
kaya, yaitu PT Tanah Mas Gemilang. Warga
mendesak polisi, mengusut tambang yang diduga ilegal ini sampai tuntas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar