Jurnalis Independen: Selama 10 tahun menjalani usianya, Yasrani (36), perempuan asal Dukuh
Pradok, Desa/Kecamatan Bubulan, Kabupaten Bojonegoro, ini harus bergantung
dengan mengonsumsi obat-obatan lantaran harus melawan penyakit lupus yang
dideritanya.
Yasrani terus beristiqomah dengan terus mengonsumsi obat agar penyakit
yang dideritanya lekas membaik. Dia tidak putus asa. Meski dia hanya bisa duduk
dan sesekali tiduran di kasur kamarnya yang cukup sederhana.
Kedua orang tuanya setiap hari melayani kebutuhan Yasrani, sejak ia
divonis dokter 2003 silam.
"Dulu itu saya flu, ya sudah seperti flu biasa. Tapi badan rasanya
drop lalu saya bawa ke dokter. Tapi setelah obat habis saya drop kemudian
dokter mulai curiga," begitu awal Yasrini menceritakan penyakit lupusnya.
Setelah mendapatkan pemerikaan dari dokter, Yasrini direkomendasikan
untuk dirujuk ke Rumah Sakit dr. Soetomo Surabaya karena memang saat itu
Yasrini sedang bekerja di salah satu Apartemen di Surabaya.
Menurutnya, saat di RSU dr. Soetomo dia menjalani serangkaian tes,
bahkan dalam satu hari menjalani cek darah sebanyak 4 kali.
"Setelah beberapa jam dipanggil dan dinyatakan ini posistif kena
lupus," imbuhnya menirukan pernyataan dokter yang memeriksanya.
Setelah dinyatakan positif mengidap lupus, rasa nyeri yang dirasakan
oleh Yasrini semakin menjadi-jadi, terutama nyeri di bagian pergelangan tangan
kanan hingga menjalar ke pergelangan tangan kiri, lutut, kaki, leher, dan juga
sekujur kaki dan tangan menjadi bengkak.
Mengetahui hal itu, Yasrini memutuskan untuk pulang ke kampung
halamannya dan menjalani rawat jalan di RS dr. Soetomo. Meski bertahun-tahun
menjalani rawat jalan, namun kondisinya tidak membaik.
"Waktu itu saya sempat jengkel ke dokter, saya ngeluh, dok ini
sebenarnya lupus itu kaya apasih, saya sudah berobat sudah patuhi larangannya,
tapi masih saja belum sembuh, katanya setiap penyakit ada obatnya," kata
Yasrini menirukan keluhannya saat itu.
Yasrini mengaku setelah mendapatkan penjelasan tentang penyakit lupus
dari dokter pada tiga tahun pertama mengidap penyakit lupus ini sudah seperti
orang depresi, putus asa, dan marah besar. Bahkan dia belum bisa menerima
kenyataan pahit dengan penyakit lupusnya tersebut.
Namun karena semangat luar biasa ingin bisa sembuh dari penyakit lupus,
Yasrini melakukan kontrol lagi ke beberapa terapi pengobatan alternatif secara
tradisional setiap satu bulan dua kali dan ganti terapis sebanyak 37 yang
tersebar di Surabaya, Sidoarjo dan Semarang.
"Pada saat itu mengonsumsi obat saya semakin drop dan obat itu
malah nyerang organ tubuh saya karena sifat obat lupus itu steroid yang malah
menyebabkan daya tahan tubuh menurun, seperti perut saya kena kista, ginjal
saya bengkak sebelah, jantung bermasalah, tulang ekor sakit semua, dan kaki
saya bengkak-bengkak," tuturnya lirih sembari menitikkan air mata.
Saat itu, Yasrini benar-benar ada pada titik nol. Dia sudah drop dan
putus asa, bahkan hanya ada satu doa yang dipanjatkan waktu itu yakni
keinginannya kepada Tuhan untuk mencabut nyawanya.
"Badan saya saat itu benar-benar sakit, tidak ada yang bisa
dirasakan enak sama sekali," imbuhnya.
Pengobatan secara alternatif setelah itu tetap dilanjutkan sembari
mengumpulkan mental Yasrini yang sudah down karena tidak siap menghadapi
kenyataan.
Hingga saat ini proses penyembuhan penyakitnya sudah hampir 70 persen
dengan pengobatan alternatif tersebut. Namun meskipun begitu Yasrini tetap
berharap ada uluran tangan dari para dermawan untuk meringankan beban yang
ditanggungnya selama ini.
Jika dilihat secara kasat mata Yasrini terlihat sehat dan baik-baik
saja, namun tubuhnya yang semakin kurus dan rasa nyeri di sekujur tubuhnya
ditahan sejak 10 tahun silam hanya bisa dirasakan olehnya.
Sementara itu, ayah dari Yarsini, Daswaji (61) juga sangat berharap
mendapat uluran tangan dari para derwaman untuk membantu biaya penyembuhan
putrinya yang hanya bisa terbaring di kamar.
"Saya sudah punya Kartu BPJS tapi anak saya yang belum, selama
pakai biaya pribadi," ungkapnya. [air/uuk]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar