Jumat, 26 Februari 2016

Kisruh Deh..... Jika GLBT Minta Kawin

#TrenSosial: Kelompok yang mengangkat isu gender dan orientasi seksual menyatakan Menteri Riset,Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir 'gegabah' terkait pernyataannya soal kelompok gay, lesbian, biseksual, transgender (LGBT) masuk kampus.
Mohamad Nasir menulis dalam rangkaian cuitannya Senin (25/01) di Twitter bahwa, "Pelarangan saya terhadap LGBT masuk kekampus harus difahami secara objektif."

"Kampus terbuka lebar untuk segala kajian, edukasi, yang bertujuan untuk membangun kerangka keilmuan. Bukan berarti saya melarang segala bentuk kegiatan yang kaitanya dengan LGBT," tulis Nasir.

Pernyataannya ini muncul setelah sebelumnya Nasir dilaporkan mempertanyakan keberadaan kelompok jasa konseling Support Group and Resource Centre on Sexuality Studies di Universitas Indonesia.

Hartoyo, Direktur kelompok Suara Kita, organisasi yang mengangkat pentingnya kesadaran masyarakat atas keberagaman gender dan orientasi seksual, menyatakan pernyataan Menteri Nasir 'konyol' dan 'gegabah'.

"Mestinya dasarnya adalah pengetahuan bukan prasangka dan asumsi yang tak jelas," kata Hartoyo.

Hartoyo mengatakan perguruan tinggi adalah tempat 'wacana perdebatan ilmiah' dan 'kajian seksualitas telah lama menjadi pembahasan di kampus-kampus'.

Dalam posting di Twitter, M Nasir juga menulis, "Larangan saya terhadap LGBT masuk kampus apabila mereka melakukan tindakan yang kurang terpuji seperti bercinta, atau pamer kemesraan di kampus. Ini yang saya maksud akan berdampak terhadap kerusakan moral bangsa."

Menyangkut 'bermesraan' ini, Hartoyo mengatakan yang seharusnya menjadi sasaran adalah semua tanpa melihat orientasi seksual.

"Bukannya yang suka pamer kemesraan hetero(seksual) ya? Teman LGBT susah mengekspresikan cinta."

"Kampus bukan tempat bermesraan, dan ini berlaku juga pada homo dan nonhomo," tambahnya.

Tanggapan Twitter Nasir termasuk dari Faiza Mardzoeki ‏@FaizaMardz yang menulis, "1. Menristek tak perlu mengurusi soal privat. 2. Bapak perlu riset dan belajar dulu deh apa itu LGBT supaya gak kacau berpikir."

Sementara Dede Jalaludin ‏@JalaludinKamil menyatakan, "Saya setuju pak. Baiknya larang itu ada. Namun tidak boleh membatasi sebuah kajian dalam hal ini isu sensitif LBGT."
-----------
#TrenSosial: Legalisasi pernikahan sejenis di AS 'kuatkan gerakan di Indonesia'

    29 Juni 2015

Kirim
Image caption Bendera Amerika Serikat masuk di bagian depan parade, setelah negara ini mengakui perkawinan sesama jenis di seluruh negara bagian.

Disahkannya pernikahan sesama jenis di seluruh Amerika Serikat dinilai semakin menguatkan gerakan-gerakan persamaan hak lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di dunia, termasuk di Indonesia.

Mahkamah Agung Amerika Serikat, Jumat (26/06), memutuskan bahwa pasangan sejenis di seluruh negara bagian kini memiliki hak untuk menikah. Keputusan ini dianggap monumental dan mendapat reaksi besar di media sosial.

RR Sri Agustine, pejuang persamaan hak LGBT dari Ardhanary Institute mengatakan Amerika memiliki pengaruh yang cukup besar ke negara-negara lain di Eropa dan Asia.

"(Ini) menjadi motivator. Semakin banyak negara-negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis, akan semakin menguatkan gerakan-gerakan kita," katanya kepada BBC Indonesia.

"Saya sangat menyambut dan bersemangat menceritakan kegembiraan ini kepada teman-teman LGBT."

Di media sosial, pengguna di seluruh dunia menggunakan #LoveWins dan menambahkan filter pelangi dalam avatar mereka untuk menunjukan dukungan. Tagar #LoveWins sendiri telah dikicaukan lebih dari 10 juta kali di Twitter dalam 72 jam terakhir.

Sementara itu, orang-orang yang menentang pernikahan sesama jenis menggunakan tagar #StraightPride dan #LoveLoses. Wingga misalnya dalam akun ‏‪@winggawing mengatakan, "Bangga mendukung manusia tetap sesuai kodratnya. ‪#StraightPride."

Namun penggunaan dua tagar ini masih relatif kecil ketimbang #LoveWins. Tagar #StraightPride dikicaukan sekitar 4.700 kali dan #LoveLoses dipakai lebih dari 9.000 kali dalam 72 jam terakhir.
'Tidak akan diakui'

Di Indonesia, komentar-komentar terkait legalisasi pernikahan sejenis masih didominasi dengan ungkapan tidak setuju karena dianggap bertentangan dengan agama, moral, dan budaya.

Di Facebook BBC Indonesia misalnya, sejumlah orang menyatakan penolakan dengan menulis "kiamat sudah dekat” atau “kehancuran Amerika sudah dekat”.

Bagaimanapun ada juga yang menyatakan dukungan, "Bagus. Orang sudah semakin sadar akan kesetaraan. Biarkan menjalani hidup mereka masing-masing. Jangan ikut campur dan merasa paling benar.”

Menteri Agama Lukman Syaifuddin di Twitter ikut memberi tanggapan dengan menegaskan bahwa “negara (Indonesia) takkan mengakui perkawinan sesama jenis” karena “perkawinan adalah peristiwa sakral dan bagian dari ibadah.”
Bisakah lebih terbuka?

Membicarakan persamaan hak-hak lesbian, gay, biseksual, dan transgender memang masih sulit di Indonesia dan "jalan masih sangat panjang" untuk melegalkan pernikahan sesama jenis, kata Agustine.

Namun dia mengatakan selalu ada harapan.

"Memang susah, tetapi seperti di negara maju itu, butuh berapa lama sih untuk melegalkan pernikahan sejenis? Itu perlu berpuluh-puluh tahun," katanya.
Image caption Tagar #LoveWins telah dikicaukan lebih dari 10 juta kali di Twitter dalam 72 jam terakhir.

"Kalau sampai ke negara, memang butuh waktu sangat panjang, tetapi sekarang menteri agama misalnya. Zaman dahulu mana ada sih menteri agama yang mengatakan LGBT adalah pilihan? Ternyata ada Pak Lukman Hakim yang menyatakan seperti itu. Jadi selalu ada harapan walau pun kecil."

Amahl Azwar, penulis yang secara terbuka mengakui dirinya gay, mengatakan bahwa harapannya untuk Indonesia tidak muluk-muluk. "Cukup LGBT tidak di-bully atau didiskriminasi. Itu lebih realistis sepertinya."

"Sedih memang membaca komentar-komentar negatif di media sosial, tetapi yang namanya harapan tetap ada."
-----------
Hari Transgender Dunia: "Kami bukanlah insan yang harus ditakuti dan dianggap tidak normal"

    22 November 2015

Kirim
Image copyright setya
Image caption Masyarakat masih menilai priawann adalah pendosa yang menyalahi kodrat kata Setya.

#TrenSosial: Pada Hari Transgender Dunia yang jatuh pada Jumat (20/11) kemarin, BBC mengadakan tanya jawab dengan Setya, pendiri Persatuan Priawan Indonesia, yang merupakan jaringan kerja antar dan pusat informasi bagi para laki-laki bertubuh perempuan.

Selain memberikan pemahaman atas hak-hak transgender, mereka juga aktif melakukan pendidikan publik sehingga masyarakat bisa menerima keberagaman identitas gender.

Selepas sesi tanya jawab di Facebook, Setya mengatakan tidak terkejut dengan banyaknya pemahaman keliru dan bahkan makian terhadap transgender. Masyarakat, kata Setya, masih menilai bahwa mereka adalah "pendosa yang menyalahi kodrat."

Maka itu, perlu ada "dialog, baik itu melalu diskusi di kampus atau lembaga masyarakat," katanya. "Senyum saja lah yaa. Paling tidak sudah banyak yg mengetahui tentang LGBTIQ."

Berikut ringkasan tanya jawab bersama Setya:
Image copyright setya
Image caption Setya mengatakan mereka mengharapkan masyarakat umum untuk menerima mereka seperti layaknya WNI lain.

Dedy Winarno: Bagaimanakah cara mengubah pandangan masyarakat yang masih berpandangan negatif pada transgender ini? Sementara para transgender sendiri memilih mengeksklusifkan dirinya, lebih banyak bergaul dengan sesama transgender. Di sisi lain ketika isu-isu transgender memasuki ranah agama, seringkali terjadi gesekan-gesekan nilai dan pemahaman di dalamnya.

Setya: Mengubah pandangan masyarakat tentang transgender memang tidak mudah. Hal ini dikarenakan stigma masyarakat terhadap trangender masih negatif. Salah satu cara kami untuk merubah pandangan masyarakat terhadap transgender adalah kami berusaha tidak bersikap eksklusif dan membaur dengan masyarakat. Untuk itu, kami mengharapkan kepada masyarakat untuk menerima kami selayaknya warga negara Indonesia pada umumnya, sebab kami juga mempunya hak dan kewajiban yang sama dengan yang lain.

Sedangkan isu transgender dalam pergesekan nilai dan pemahaman agama tentu masih bersinggungan dengan stigma masarakat yang menganggap trangender sebagai pendosa dan menyalahi kodrat Tuhan. Padahal, stigma tersebut sangat berkaitan dengan sosio-kultural yang mempengaruhi perkembagan doktrim agama saat ini. Sebut saja adanya dikotomi laki-laki dan perempuan dalam berbagai kepercayaaan agama yang kemudian menjadi status quo. Akhirnya, posisi transgender cenderung sulit diterima dalam pandangan agama apapun. Karena itu, saya mengharapkan agar urusan agama kembali ke ranah pivat atau personal. Hal ini akan memungkinkan terciptanya penerimaan transgender di masyarakat.
Image copyright AFP

Soe Gie: Dalam komunitas transgander, apakah priawan sadar kalau pelaku priawan itu sebuah kelainan yang perlu disembuhkan?

Setya: Trangender bukanlah sebuah penyakit dan trangender sama halnya dengan warga negara lainnya yang harus diperlakukan dengan adil. Hak-hak kami sama dengan masyrakat pada umumnya, antara lain kami berhak untuk mengenyam pendidikan, berkerja, dan bermasyarakat tanpa adanya bentuk-bentuk diskriminasi.

Mohammad Sahrul: Yang dimaksud perempuan bertubuh laki-laki itu bagaimana ya? Bisa dijelaskan lebih detail? Lalu, apakah transgender itu bawaan sejak lahir atau kerena pergaulan dengan sesama transgender?

Setya: Perempuan bertubuh laki-laki adalah transgender Male to Female—mereka yang secara biologis laki-laki dan menghayati dirinya sebagai perempuan. Sebagai tambahan, trangender merupakan bawaan sejak lahir dan bukan karena pergaulan dengan transgender ( apakah kalau bapak berteman dengan kami akan menjadi trangender juga ..?☺)

Idris: Apa di hari transgender mereka tidak dibimbing ke arah yang normal? Apa malah di dukung menjadi transgender? Apa dunia harus mewajarkan semua orang menjadi transgender?

Setya: Bapak Idris, transgender bukan sebuah kelainan, kami sama dengan warga masyarakat yang lain. Ya karena kami bukanlah insan yang harus ditakuti dan dianggap tidak normal.
Image copyright setya
Image caption Dalam diskusi tentang gender ketiga dan hak-hak kelompok ini.

Qiezaqie: Kalau banci atau bencong (maaf) bisa di sebut trangender juga enggak?

Setya: Tidak semua banci atau bencong disebut transgender. Hal ini tergantung pada kenyamanan identitas gender masing-masing orang.

Eko Prabowo: Apa yang menyebabkan mereka memilih untuk merubah kelamin? Kalau hanya penampilan dan tingkah laku, tidak sampai merubah fisik apa bisa disebut transgender?

Setya: Ada beberapa faktor yang menyebabkan untuk memilih merubah kelamin. Salah satunya karena mereka merasa tidak nyaman dengan bagian tubuhnya yang dihayati sesuai dengan gendernya.

Jika mereka hanya menghayati dirinya pada aspek penampilan dan tingkah laku, tanpa diikuti perubahan kelamin, maka mereka bisa disebut transgender. Seperti halnya saya, saya menghayati diri sebagai laki-laki; maka saya berperilaku seperti laki-laki dan tidak melakukan perubahan fisik.
Image copyright Reuters

Faiiz Mia: Apakah Seorang Transgender itu bisa dipengaruhi oleh lingkungan? Semisal orang berteman dengan waria dia bisa ikut menjadi waria? Atau gara -gara trauma sewaktu kecil pernah dicabuli sehingga sewaktu besar menjadi waria?

Setya: Menjadi trangender sama sekali tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti bersosialisasi dengan teman-teman transgender ataupun faktor trauma masa kecil yang disebabkan pencabulan atau pelecehan seksual.

Robin Makmur: Bukankah mereka adalah orang-orang yang mengidap kelainan jiwa? Mendukung kegilaan mereka sama saja merusak masa depan mereka. Sepengetahuan kami sangat sedikit banci yang sukses.

Setya: Transgender bukanlah orang – orang yang mengalami gangguan kejiwaan. Pernyataan bahwa transgender adalah suatu penyakit kejiwaan sudah DIHAPUS dalam daftar penyakit jiwa oleh American Psychiatric Association (APA) sejak tahun 1970an. Bahkan, keberadaan transgender sudah dijelaskan secara ilmiah oleh ahli biologi Anne Fausto-Sterling dalam artikelnya yang berjudul the Five Sexes in the Sciences pada 1993. Sebagai tambahan, WHO juga sudah mengakui keberadaan transgender.

Mendukung kami sama sekali tidak merusak masa depan kami. Dengan adanya dukungan dan tidak adanya diskriminasi dari masyarakat, kami bisa lebih berkarya dan membangun masa depan kami. Saya rasa, menjadi banci atau tidak bukan pokok masalah dalam berintergritas dan bernegera. Semua hal ini tergantung pada individu masing-masing. Misalkan Anda bukan transgender, tapi anda tidak berkarya dan berkontribusi pada kemajuan bangsa ini, maka eksistensi Anda juga sia-sia. Contohnya, banyak kasus korupsi dinegeri ini yang dilakukan oleh orang yang bukan transgender dan berasal dari keluarga yang ‘katanya’ beragama. Apakah karena mereka ‘bukan transgender’ lantas mereka tidak perlu dipersalahkan? Ini hanya salah satu contoh, masih banyak contoh lain yang bisa bapak baca di media massa. Secara garis besar, saya ingin mengungkapkan bahwa integritas seseorang tidak dipengaruhi oleh orientasi gendernya. Banyak transgender yang sukses, bahkan kami bisa menciptakan lapangan perkerjaan untuk masyarakat sekitar. Sayangnya, hal-hal positif seperti ini tidak diliput media sehingga tidak banyak masyarakat yang mengetahuinya.
Image copyright setya
Image caption Setya mengatakan transgender bukan orang yang mengalami gangguan kejiwaan.

Zen Fanny Simanjuntak: Apakah pemerintah atau hukum sudah mengakui orang-orang seperti itu dan apakah mereka bisa menikah secara legal?

Setya: Pemerintah sudah mengakui keberadaan transgender di Indonesia sejak tahun 1969. Organisasi transgender pertama adalah Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD) yang difasilitasi oleh Gubernur DKI Jakarta Raya, Ali Sadikin. Tahun 1980, istilah wadam diganti menjadi waria. Hal ini dikarenakan keberatan sebagian pemimpin Islam yang mengungkapkan bahwa istilah tersebut mengandung nama seorang nabi, yakni Adam a.s.

Menikah di Indonesia secara legal tentu saja belum bisa. Sebab, undang-undang belum mensahkan pernikahan sesama jenis (LGBTIQ) di Indonesia.
------------
LGBT yang salah, atau cara pandang saya tentang agama yang keliru?'

    16 Februari 2016

Kirim
Image copyright Abdul Muiz Ghazali

Abdul Muiz Ghazali, seorang peneliti studi Islam pada awalnya anti terhadap orang-orang lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), namun keputusannya untuk mendengar dan mengenal orang-orang dalam komunitas ini kemudian mengubah pandangannya.

Dosen dan peneliti pluralisme di Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon menyatakan dia mendukung LGBT, dan selama enam tahun terakhir melakukan pendampingan terhadap komunitas LGBT di Cirebon dan Yogyakarta.

Dalam beberapa pekan terakhir muncul kontroversi terhadap LBGT di Indonesia, dan umumnya didominasi oleh penolakan.

Muiz Ghazali mengatakan ada tafsir ajaran Islam yang saat ini terlalu didominasi oleh pandangan orang-orang heteroseksual sehingga LGBT tidak menemukan tempat dalam agama.

Berikut wawancara singkat BBC Indonesia dengan Muiz Ghazali.
Image copyright Abdul Muiz Ghazali
Mengapa Anda mendukung keberadaan komunitas LGBT?

Saya berangkat dari agama. Agama saya, Islam khususnya menyatakan setiap manusia memiliki kewajiban beribadah.

(Tapi) siapa yang akan menangani mereka soal peribadatan, ketika orang-orang agamawan anti (terhadap mereka). Yang kedua, di dalam teks-teks keagaman dalam Islam, juga sangat mendukung eksistensi waria, atau LGBT pada umumnya.

Misalnya dalam teks Al-Quran disebutkan ada orang yang memang tidak memiliki hasrat seksual terhadap lawan jenisnya. Itu yang menjadi dasar saya, bahwa ini memang diakui dalam Islam.
Kapan Anda mulai mengenal dan mencoba memahami mereka?

Dari tahun 2010. Saya pribadi (awalnya) anti, saya masuk ke pelacuran-pelacuran, dan sebagai orang yang lama mondok sempat dikagetkan fakta bahwa LGBT itu ada, jadi wajar ada penolakan termasuk diri saya.

Tapi lambat laun, kemudian hubungan saya dengan LBGT menjadi mencair dan pelan-pelan mengubah persepsi saya tentang siapa LGBT.

Untuk itulah saya melakukan pendalaman tekstual dalam teks-teks agama yang saya pahami, baik itu Al-Quran, hadist, atau pendapat-pendapat ulama yang lain, dan itu sangat mencengangkan. Misalnya kalau homo dihubungkan dengan liwat /sodom itu keliru. Tidak selamanya homo pelaku sodom dan itu jelas banyak di teks-teks agama.
Image caption Pawai pada Hari Internasional Melawan Homofibia dan Transfobia (IDAHOT) Mei 2015.
Anda menyebut bahwa ada monopoli tafsir dari kelompok heteroseksual dalam memahami LGBT, mengapa demikian?

Selama ini yang memahami Islam hanya dari aspek heteroseksual termasuk saya, sementara dari LGBT sendiri pada hakekatnya memiliki hak untuk menentukan keagamaan mereka seperti apa. Karena untuk mengetahui Tuhan itu tidak bisa dibuat seumum mungkin dalam satu bentuk format, tapi berangkat dari setiap hati dan nurani masing-masing untuk mengetahui siapa Tuhan saya sebenarnya.

Selama ini ada monopoli tafsir dari orang-orang heteroseksual terhadap LGBT, ayat-ayat yang berhubungan dengan LGBT dibabat habis tanpa ada klarifikasi, tanpa peninjauan ulang, tanpa ada pemahaman yang detail tentang LGBT itu sendiri. Saya juga awalnya orang yang anti terhadap LGBT. Tapi kemudian saya belajar dari situ.

Pertanyaan umum saya adalah LGBT kah yang salah? atau cara pandang saya tentang agama yang keliru?

Kesimpulan saya mengatakan bahwa agama tidak ada masalah tentang LGBT, artinya cara pandang saya yang keliru, maka itu perlu kita masuk ke cara pandang LGBT.

Dari aspek homo, tafsir terhadap agama dari orang-orang homoseksual itu penting untuk menyuarakan dirinya melalui agama.
Banyak sekali penolakan terhadap LGBT beberapa pekan terakhir, apakah dampaknya bagi mereka?
Image caption Puluhan orang dengan berbagai dandanan, unik maupun wajar, sebagian berjilbab, ikut serta dalam Idahot 2015.

Dalam satu sisi ada nuansa berdampak buruk, tetapi ada sisi positifnya. Negatifnya adalah, dalam satu sisi, diskriminasi dan ancaman terhadap mereka makin terbuka lebar.

Tetapi positifnya wacana ini dibuka kembali dan itu bisa memungkinkan perubahan paradigma atau cara pandang masyarakat tentang LGBT, kalau wacana itu mengemuka bersama sains, kajian sosial kemasyarakatan.
Ada banyak orang yang menentang pendapat Anda, bagaimana Anda menyikapinya?

Saya biasanya tidak menanggapi, penerimaan dan penolakan adalah sebuah proses. Tidak perlu ditanggapi dengan hiruk pikuk seperti ini. Penting adanya penyadaran pelan-pelan untuk menengok kembali tafsir keagamaan yang ada selama ini.

Tidak ada komentar: