Jurnalis Independen: George Mc Kahin, Sejarawan dari Cornell University, Amerika Serikat,
menulis, bahwa ia sangat terkesan terhadap Mohammad Natsir, sebagai
negarawan yang rendah hati dan bersahaja. Kahin menemui Mohammad Natsir
di Yogyakarta, tahun 1948. Sejarawan Amerika dari Cornell itu, melihat
Natsir dengan jas penuh tambalan yang saat itu dikenakan Natsir, yang
hampir tidak menunjukkan sosok Natsir sebagai Menteri Penerangan.
Penampilannya yang sederhana dan bersahaja tetap dipertahankan Natsir saat menjadi Perdana Menteri (PM) pada tahun 1950-1951. Sebelum menempati rumah bekas Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur (kini Jalan Proklamasi), Natsir dan keluarganya menumpang di rumah sahabatnya di Jalan Jawa, lalu di kawasan Tanah Abang. Natsir tidak memiliki rumah pribadi sampai akhir hayatnya, kecuali rumahnya di Jalan Jawa milik sahabatnya, yang kemudian dihibahkan kepadanya.
Natsir juga hanya memiliki sebuah mobil pribadi bermerek DeSoto yang kusam. Ketika ditawari mobil mewah buatan Amerika Serikat pada tahun l956, dengan sangat halus Natsir menolaknya. Pemimpin Partai Masyumi, yang memperjuangkan Islam sebagai dasar negara di Konstituante, di tahun 1955-1959 itu, ketika diberhetikan oleh Presiden Soekarno sebagai Perdana Menteri, langsung menyerahkan mobil dinasnya, dan pulang menunggang sepedah ontel bersama sopirnya dari Istana.
Natsir tetap memiliki kepribadian yang kokoh, tidak mau berubah dengan alasan-alasan yang tidak prinsip. Natsir mempunyai pandangan-pandangan yang diyakininya, menyangkut masalah-masalah politik, bukan hanya terhadap Soekarno, semata. Ketika, kekuasaan sudah beralih dari tangan Soekarno kepada Soeharto, sikap Natsir yang didasari kebenaran atas keyakinan agamanya itu, kembali Natsir berpisah dengan Soeharto, saat baru saja dibebaskan dari penjara.
Natsir berjasa menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Mayasia, dan menghentikan konflik yang membawa perang di kawasan serumpun, di awal Orde Baru. Tetapi, Natsir tetap saja tidak dapat menerima sikap politik Soeharto, dan mengkritik pemerintahan Orde Baru, bekas pemimpin Partai Masyumi itu dikucilkan oleh Soeharto, sampai Natsir mati. Natisr dilarang berpergian ke luar negeri, menghadiri ceramah-ceramah, dan diundang dalam forum-forum resmi. Namun, semua itu tidak mengurangi perhatian Natsir terhadap nasib bangsanya.
Kesederhaan itu, juga diperlihatkan oleh Bung Hatta, yang saat itu menjadi Wakil Presiden. Sikap kesederhanaan itu, benar-benar diperlihatkan dengan sangat tulus. Bahkan, Bung Hatta berbeda sikap dengan Presiden Soekarno, dan dia rela mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden. Tidak ada yang memberati dengan jabatan yang dimilikinya. Hatta tidak terbebani dengan jabatannya, dan lebih memilih tetap mempertahankan pendiriannya, dibandingkan dengan jabatannya sebagai Wakil Presiden.
Di Malaysia, ada sosok yang nyaris tidak ada bandingannya, yaitu pemimpin Partai PAS (Partai Islam se-Malaysia), di wilayah negara bagian Kelantan, Nik Aziz. Nik Aziz yang menjadi Gubernur Negara Bagian Kelantan, Malaysia itu, sangat bersahaja. Nik Aziz tidak pernah menggunakan fasilitas mobil mewah (jenis Cadilac), yang disediakan negara. Laki-laki yang sudah berumur hampir 80 tahun itu, ke mana-mana menggunakan sarung dan bersurban.
Konon, Nik Aziz tinggal di rumah pribadinya, yang terbuat dari kayu, dan tidak menempati rumah dinasnya. Kehidupan pribadinya sangat bersahaja. Bertutur sangat pelan dan lembut. Tidak menunjukkan emosinya. Sebagai pemimpin Partai PAS, Nik Aziz bertindak sebagai panutan dan negarawan, yang mengayomi rakyat Kelantan.
Nik Aziz beberapa kali menjadi Gubernur Kelantan, dan berhasil menerapkan syariah Islam, dan hukum hudud. Kelantan makmur dan stabil. Tidak ada kejahatan yang menonjol. Semua golongan menikmati kehidupan di kelantan. Melayu, Cina, Arab, India, dan suku bangsa lainnya, semuanya hidup dengan damai di Kelantan.
Semua sistem kehidupan di Kelantan dijalankan dengan sistem Islam. Tidak ada lagi hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Kalangan minoritas pun memuji atas kebijakan penerapan syariah Islam di Kelantan. Tidak ada yang memberontak terhadap kebijakan yang dijalankan oleh Nik Aziz.
Nik Aziz menjadi negarawan, panutan, dan teladan bagi seluruh rakyatnya di Kelantan. Ini semua dapat berhasil karena, pemimpin Partai PAS itu memulai dengan dirinya sendiri, yang diperlihatkan sejak mula ia memimpin dan menjadi gubernur di wilayah itu.
Memang, di Malaysia para pejabat publiknya menunjukkan sikapnya yang sederhana, antara lain, diwujudkannya dengan menggunakan mobil buatan dalam negeri. Sejak zamannya Mahathir Mohammad, mobil dinas Perdana Menteri (PM) itu adalah Proton Perdana, yang harganya hanya Rp 350 juta. Artinya, tiga Proton Perdana setara dengan sebuah Toyota Crown Royal Saloon, mobil dinas pejabat tinggi Indonesia, yang harga pasarannya diatas Rp 1 miliar.
Sementara itu, angka pendapatan perkapita rakyat Malaysia sudah lebih diatas $ 7.000 dollar. Bandingkan dengan Indonesia yang pendapatan perkapita rakyat Indonesia masih dibawah $ 1.000 dollar. Tetapi, hidup para pejabatnya luar biasa mewah, dan penuh dengan kemakmuran.
Di India, para pejabat tinggi di negeri yang penduduknya lebih 1 miliar itu, menggunakan kendaraan dinas Tata Ambassador, yang mirip mobil Fiat produksi Italia tahun l970 an, yang berwarna putih, yang harga mobilnya tak lebih dari Rp 100 juta. Tetapi, para pejabat negeri India itu, tidak malu, dan tetap bekerja dengan giat, memakmurkan rakyatnya yang jumlahnya sudah satu miliar itu. Sekarang India termasuk negara Asia yang menjadi kekuatan ekonomi dunia.
Bandingkan dengan para pejabat publik di negeri ini? Adakah mereka seorang negarawan yang dapat diteladani? Hidupnya bergelimang dengan kemewahan yang tak terhingga. Mulai dari mobil, rumah, fasilitas, sampai kebiasaan-kebiasan makan, minum, tidur, dan pelesiran. Tidak ada yang mencerminkan sebagai pemimpin yang dapat menggambarkan rakyatnya hidup susah.
Sementara itu, para pemimpin di Republik ini, sudah kerasukan penyakit kronis, yang bernama KKN. Bahkna, KKN sudah menjadi akidah mereka, dan membiarkan rakyatnya miskin dan melarat.
Mereka dalam berpolitik menampakkan wajah yang sangat oportunistik, rakus, tamak, dan pragmatis, tidak lagi mengedepankan nilai-nilai kebenaran. Tetapi, lebih mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya.
Di mana adanya para pemimpin yang masih memiliki sikap kenegarawanan dan serta bersahaja di Indonesia? Atau memang sudah benar-benar tidak ada lagi. Wallahu'alam.
Penampilannya yang sederhana dan bersahaja tetap dipertahankan Natsir saat menjadi Perdana Menteri (PM) pada tahun 1950-1951. Sebelum menempati rumah bekas Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur (kini Jalan Proklamasi), Natsir dan keluarganya menumpang di rumah sahabatnya di Jalan Jawa, lalu di kawasan Tanah Abang. Natsir tidak memiliki rumah pribadi sampai akhir hayatnya, kecuali rumahnya di Jalan Jawa milik sahabatnya, yang kemudian dihibahkan kepadanya.
Natsir juga hanya memiliki sebuah mobil pribadi bermerek DeSoto yang kusam. Ketika ditawari mobil mewah buatan Amerika Serikat pada tahun l956, dengan sangat halus Natsir menolaknya. Pemimpin Partai Masyumi, yang memperjuangkan Islam sebagai dasar negara di Konstituante, di tahun 1955-1959 itu, ketika diberhetikan oleh Presiden Soekarno sebagai Perdana Menteri, langsung menyerahkan mobil dinasnya, dan pulang menunggang sepedah ontel bersama sopirnya dari Istana.
Natsir tetap memiliki kepribadian yang kokoh, tidak mau berubah dengan alasan-alasan yang tidak prinsip. Natsir mempunyai pandangan-pandangan yang diyakininya, menyangkut masalah-masalah politik, bukan hanya terhadap Soekarno, semata. Ketika, kekuasaan sudah beralih dari tangan Soekarno kepada Soeharto, sikap Natsir yang didasari kebenaran atas keyakinan agamanya itu, kembali Natsir berpisah dengan Soeharto, saat baru saja dibebaskan dari penjara.
Natsir berjasa menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Mayasia, dan menghentikan konflik yang membawa perang di kawasan serumpun, di awal Orde Baru. Tetapi, Natsir tetap saja tidak dapat menerima sikap politik Soeharto, dan mengkritik pemerintahan Orde Baru, bekas pemimpin Partai Masyumi itu dikucilkan oleh Soeharto, sampai Natsir mati. Natisr dilarang berpergian ke luar negeri, menghadiri ceramah-ceramah, dan diundang dalam forum-forum resmi. Namun, semua itu tidak mengurangi perhatian Natsir terhadap nasib bangsanya.
Kesederhaan itu, juga diperlihatkan oleh Bung Hatta, yang saat itu menjadi Wakil Presiden. Sikap kesederhanaan itu, benar-benar diperlihatkan dengan sangat tulus. Bahkan, Bung Hatta berbeda sikap dengan Presiden Soekarno, dan dia rela mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden. Tidak ada yang memberati dengan jabatan yang dimilikinya. Hatta tidak terbebani dengan jabatannya, dan lebih memilih tetap mempertahankan pendiriannya, dibandingkan dengan jabatannya sebagai Wakil Presiden.
Di Malaysia, ada sosok yang nyaris tidak ada bandingannya, yaitu pemimpin Partai PAS (Partai Islam se-Malaysia), di wilayah negara bagian Kelantan, Nik Aziz. Nik Aziz yang menjadi Gubernur Negara Bagian Kelantan, Malaysia itu, sangat bersahaja. Nik Aziz tidak pernah menggunakan fasilitas mobil mewah (jenis Cadilac), yang disediakan negara. Laki-laki yang sudah berumur hampir 80 tahun itu, ke mana-mana menggunakan sarung dan bersurban.
Konon, Nik Aziz tinggal di rumah pribadinya, yang terbuat dari kayu, dan tidak menempati rumah dinasnya. Kehidupan pribadinya sangat bersahaja. Bertutur sangat pelan dan lembut. Tidak menunjukkan emosinya. Sebagai pemimpin Partai PAS, Nik Aziz bertindak sebagai panutan dan negarawan, yang mengayomi rakyat Kelantan.
Nik Aziz beberapa kali menjadi Gubernur Kelantan, dan berhasil menerapkan syariah Islam, dan hukum hudud. Kelantan makmur dan stabil. Tidak ada kejahatan yang menonjol. Semua golongan menikmati kehidupan di kelantan. Melayu, Cina, Arab, India, dan suku bangsa lainnya, semuanya hidup dengan damai di Kelantan.
Semua sistem kehidupan di Kelantan dijalankan dengan sistem Islam. Tidak ada lagi hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Kalangan minoritas pun memuji atas kebijakan penerapan syariah Islam di Kelantan. Tidak ada yang memberontak terhadap kebijakan yang dijalankan oleh Nik Aziz.
Nik Aziz menjadi negarawan, panutan, dan teladan bagi seluruh rakyatnya di Kelantan. Ini semua dapat berhasil karena, pemimpin Partai PAS itu memulai dengan dirinya sendiri, yang diperlihatkan sejak mula ia memimpin dan menjadi gubernur di wilayah itu.
Memang, di Malaysia para pejabat publiknya menunjukkan sikapnya yang sederhana, antara lain, diwujudkannya dengan menggunakan mobil buatan dalam negeri. Sejak zamannya Mahathir Mohammad, mobil dinas Perdana Menteri (PM) itu adalah Proton Perdana, yang harganya hanya Rp 350 juta. Artinya, tiga Proton Perdana setara dengan sebuah Toyota Crown Royal Saloon, mobil dinas pejabat tinggi Indonesia, yang harga pasarannya diatas Rp 1 miliar.
Sementara itu, angka pendapatan perkapita rakyat Malaysia sudah lebih diatas $ 7.000 dollar. Bandingkan dengan Indonesia yang pendapatan perkapita rakyat Indonesia masih dibawah $ 1.000 dollar. Tetapi, hidup para pejabatnya luar biasa mewah, dan penuh dengan kemakmuran.
Di India, para pejabat tinggi di negeri yang penduduknya lebih 1 miliar itu, menggunakan kendaraan dinas Tata Ambassador, yang mirip mobil Fiat produksi Italia tahun l970 an, yang berwarna putih, yang harga mobilnya tak lebih dari Rp 100 juta. Tetapi, para pejabat negeri India itu, tidak malu, dan tetap bekerja dengan giat, memakmurkan rakyatnya yang jumlahnya sudah satu miliar itu. Sekarang India termasuk negara Asia yang menjadi kekuatan ekonomi dunia.
Bandingkan dengan para pejabat publik di negeri ini? Adakah mereka seorang negarawan yang dapat diteladani? Hidupnya bergelimang dengan kemewahan yang tak terhingga. Mulai dari mobil, rumah, fasilitas, sampai kebiasaan-kebiasan makan, minum, tidur, dan pelesiran. Tidak ada yang mencerminkan sebagai pemimpin yang dapat menggambarkan rakyatnya hidup susah.
Sementara itu, para pemimpin di Republik ini, sudah kerasukan penyakit kronis, yang bernama KKN. Bahkna, KKN sudah menjadi akidah mereka, dan membiarkan rakyatnya miskin dan melarat.
Mereka dalam berpolitik menampakkan wajah yang sangat oportunistik, rakus, tamak, dan pragmatis, tidak lagi mengedepankan nilai-nilai kebenaran. Tetapi, lebih mementingkan kepentingan pribadi dan golongannya.
Di mana adanya para pemimpin yang masih memiliki sikap kenegarawanan dan serta bersahaja di Indonesia? Atau memang sudah benar-benar tidak ada lagi. Wallahu'alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar