Rabu, 30 November 2011

Salibis Menikam Umat Islam Bogor

Jema'at GKI Yasmin Menolak DipindahkanJurnalis Independen: Konflik Pencabutan IMB Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin terus memanas. Umat Islam yang semula secara bulat mendukung penolakan berdirinya GKI Yasmin, kini mulai terbelah. Padahal Bogor selama ini terkenal sebagai kota penuh stabilitas. Meski sebelumnya ada konflik pendirian Gereja, namun masalah tidak sampai berlarut seperti kasus GKI Yasmin.


Hal itu diungkapkan KH. Adam Ibrahim, Ketua MUI Bogor, ketika dikunjungi berbagai media Islam di kediamannya di Ponpes Baiturrahim, Bogor. “Sepertinya ada pihak-pihak yang mengadu domba sesama umat muslim di Bogor. Mari kita bersatu dan bersama. Masalah ini kita serahkan kepada pemerintah. Jika pemerintah tidak sanggup, biarlah umat Islam yang menyelesaikan,” katanya Selasa, 22/11.

KH. Adam Ibrahim (Ketua MUI Kota Bogor)/Foto Zakir SalmunIndikasi ini terlihat jelas ketika sebagian umat Islam lainnya menolak pendirian Gereja, namun sebagian lain atas nama Forum Masyarakat Bogor Barat Cinta Damai (FMBBCD) mendukung pendirian gereja. Forum itu didirikan sejumlah elemen masyarakat Kota Bogor, seperti tokoh dari berbagai agama, tokoh masyarakat dan kepemudaan. Forum didirikan setelah insiden kekisruhan di lokasi sekitar GKI Yasmin sebulan lalu.

Kedatangan Ibu Sinta Nuriyah Wahid pada tanggal 1 Oktober ditengarai juga memecah basis kesolidan NU untuk tetap menolak pendirian GKI Yasmin. Menurut Nusron Wahid dari GP Anshor kunjungan itu tidak lebih sebagai aksi solidaritas, karena tindakan Wali Kota dinilai sewenang-wenang dan diskriminatif terhadap minoritas, mengingat Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan agar pembekuan IMB dicabut.

“Semenjak Wahid Institute dan Ibu Sinta Nuriyah Wahid mengunjungi GKI Yasmin, NU menjadi pecah dalam kasus ini,” tandas Ustadz Khoirunnas, Ketua FUI Bogor.

Padahal penolakan umat muslim atas berdirinya GKI Yasmin dilandasi alasan rasional. Menurut KH. Adam Ibrahim, masyarakat Bogor pada dasarnya, tidak bekeberatan atas berdirinya gereja selama mengikuti peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, kasus GKI Yasmin adalah persoalan murni administratif dan bukan dalam rangka menghalang-halangi hak beribadah.

Ustadz Khoirunnas/Foto Zakir Salmun Eramuslim“Syarat-syarat (pendirian gereja) itu salah satunya ada pengikut 90 orang di daerah sekitar. Lalu mereka juga harus mendapat persetujuan dari 40 Kepala Keluarga di daerah sekitar. Ini berlaku umum baik masyarakat yang ingin mendirikan masjid maupun gereja," imbuhnya.

Disinilah letak pangkal masalah itu. Pada gilirannya, GKI Yasmin tidak saja bisa memenuhi syarat tersebut, namun mereka juga memalsukan tanda tangan warga. Menurut Ustadz Ahmad Iman, selaku ketua Forum Komunikasi Muslim Indonesia, (Forkami) warga memang sempat hadir dalam sosialisasi pendirian gereja oleh pihak Yasmin.

Para warga di tiga kelurahan diminta untuk mengisi daftar hadir yang disediakan oleh pihak Gereja. Namun pada perkembangannya, daftar hadir itu kemudian ditempeli kop surat persetujuan pendirian gereja. "Jelas ini sebuah pelanggaran," tandasnya, Selasa 22/11.

Menurut KH. Adam Ibrahim, konflik GKI Yasmin ini lebih bernilai politis ketimbang masalah peribadahan semata, karena Walikota Bogor sendiri sudah memberikan tempat sementara bagi GKI untuk melakukan peribadatan.

Pihak Walikota juga siap membayar tanah GKI yang disegel oleh Pemda. Bahkan pihak walikota telah menyiapkan lahan bagi pendirian Gereja baru ditengah kota agar tidak menganggu kenyamanan warga.

Namun pihak GKI Yasmin tetap bersikukuh menerima tawaran walikota. Sebaliknya mereka tetap bersikeras untuk beribadah di trotoar dan menganggu lalu lintas sampai-sampai betul-betul IMB diberikan.
“Sebenarnya Jema’at GKI sudah setuju Gereja direlokasi ke Jalan Padjajaran, tapi calo-calonya menghambat proses itu termasuk pengacaranya. Jadi ini kan sebenarnya masalah politis dan pembentukan opini,” tandasnya.

Politis, penuh intrik, dan konspiratif. Ketiga kata itu tampaknya pas dilekatkan saat kita membaca sengketa Gereja Kristen Indonesia (GKI)Yasmin. Konflik antara pihak Gereja dengan Masyarakat Muslim Bogor bukanlah hanya perkara sebuah bangunan peribadatan Kristen, namun ada misi untuk menjadikan Bogor sebagai basis Kristenisasi.

“Kenapa mereka ngotot tetap membangun GKI, karena ada 200 gereja lainnya yang siap untuk didirikan jika proyek GKI ini berhasil. Mereka sudah menyiapkan lahan-lahan di Bogor,” kata Ustadz Khoirunnas, Ketua FUI Bogor.

Ustadz Ahmad Iman/Foto Zakir Salmun EramuslimProgram Kristenisasi di dataran Asia memang bukan mimpi kosong. Setidaknya hal pernyataan itu pernah dikeluarkan oleh Paus Johannes Paulus II. Akhir tahun 1999, Paus Johannes Paulus II telah mendeklarasikan Kristenisasi di seluruh daratan Asia di Millenium ke tiga ini. Deklarasi tersebut disampaikannya secara terbuka saat ia berkunjung ke India sekitar akhir November 1999 lalu.

Ia mengatakan bahwa pada Millenium ketiga nanti, seluruh kawasan Asia harus dikristenkan. Berita ini membuat Mr. Singhal (Presiden Parisada Hindu Dunia) meminta agar pemerintah India melarang aliran dana asing ke pada para misionaris di India.

Maka tak heran, baru-baru ini kelompok Kristen dari berbagai negara menyelenggarakan hajatan besar-besaran di Sentul International Convention Center di Bogor. Dengan mengambil tema “Serving A Movement Empowering A Generation”, sekitar 14.000 orang dari 49 Negara berkumpul untuk menjawab "kelaparan rohani" bangsa Asia.

“Ini adalah pertemuan terbesar yang dihadiri oleh orang Kristen China di luar China,” demikian ungkap Dennis Balcombe, Pendeta Revival Chinese Ministries International di Hong Kong dikutip situs Kristen Jawaban.com dan Kabar Gereja.

Menurut, Ustadz Ahmad Iman selaku ketua Forum Komunikasi Muslim Indonesia (FORKAMI), sebenarnya berdirinya GKI Yasmin hanyalah pindahan dari proyek pendirian Gereja terbesar di Asia Tenggara yang semula direncanakan berdiri di Cikeuting, Bekasi. Disinyalir ada tiga orang tokoh politik dari PDIP berada dibalik permainan ini.

“Mereka ini adalah yang dulunya punya rencana besar mendirikan gereja terbesar di Asia Tenggara. Lantaran proyek itu gagal di Cikeuting, maka skenario berikutnya dipindahkan ke Yasmin,” tandas pria yang juga pengusaha itu.

Forkami sendiri adalah kumpulan warga Curug Mekar, Wangkal dan Perumahan Taman Yasmin yang merasa dirugikan dari aksi pemalsuan tanda tangan persetujuan warga oleh pihak Gereja. Forkami berdiri untuk mengawal kinerja aparat yang bertugas mengurus rakyat khususnya dalam kasus GKI Taman Yasmin Bogor, agar bekerja dengan baik jujur dan amanah.

Dalam aksinya selama ini Forkami tidak pernah menggunakan kekerasan dalam metodenya. Terbukti, tidak pernah ada kerusuhan dalam kasus sengketa gereja seperti di daerah lain. Mereka mengerti betul, bahwa permasalahan rencana pendirian gereja di wilayahnya, hanyalah masalah manipulasi. Maka, bagi mereka tidak sepantasnyalah Umat Islam harus mengotori tangannya dengan kekerasan.

Grand design itu memang terlihat jelas dari kengototan pihak gereja selama ini. Meski warga sudah menolak, mereka pantang menyerah. Sejak tahun 2002 sampai tahun 2006, pihak panitia pembangunan Gereja sudah berkali-kali menemui ketua RT setempat untuk meminta izin pembangunan Gereja (kurang lebih 5 Kali kunjungan), namun selalu ditolak dengan alasan bahwa mayoritas masyarakat di wilayah setempat adalah Muslim.

“Dari 33 KK, 30 KK menolak yaitu masyarakat muslim. 3 KK abstain. Dan surat penolakan itu dikumpulkan dan diserahkan ke lurah,” tandas Ustadz Ahmad Iman.

Sebenarnya agak tidak masuk akal sebagai sebuah lahan gereja yang hanya seluas 1702 meter persegi, GKI Yasmin digadang-gadangkan sebagai Gereja terbesar se Asia Tenggara, namun Ustadz Ahmad Iman berpendapat lain. Kalau kita pernah berkunjung ke Bogor, komplek Yasmin adalah sebuah lahan luas yang terdiri dari berbagai macam gedung. Tak jauh dari GKI Yasmin ada Rumah Sakit Hermina, Sebuah Toko Motor, Rumah Makan, dan Kantor Pemasaran.

“Itu semua sudah dikuasai oleh mereka. Jadi yang dulunya hanya 1702 meter persegi, sekarang besarnya bisa 6-10 kali lipatnya,” ujarnya.

Pangkalan Ojek Dekat GKI Yasmin Sulit Beroperasi“Tolong wartawan berita ini jangan dipelintir,” titah Eka Setiawan, pembina tukang ojek disekitar GKI Yasmin kepada Eramuslim.com, Ahad 27/11. Eka bersama rekan-rekan tukang ojek lainnya, Ahad lalu, menggelar aksi unjuk rasa meminta penghentian aksi GKI Yasmin yang beribadah di trotoar jalan.

Dalam penyampainnya, ia meminta agar media memberitakan sengketa panas pendirian gereja di wilayah Bogor Barat ini secara terang benderang. Bahwa kasus masalah GKI adalah murni masalah hukum. Bukan isu yang berkembang selama ini bahwa warga Bogor intoleran terhadap aktivitas gereja.

Kegundahan Eka sebagai warga kecil memang beralasan. Bayangkan saja, akibat sikap keras GKI Yasmin untuk tetap berbibadah di trotoar, penghasilan mereka sebagai tukang ojek menurun. Selama ini pihak aparat memang membatasi jalan utama di sekitar GKI Yasmin.

Blokade dari pihak aparat itulah yang membuat gerak mereka mendapatkan penumpang tersendat. Padahal para warga sudah menjadikan Jalan KH. Abdullah Bin Nuh di depan lokasi GKI sebagai urat nadi aktivitas di sekitar Bogor.

“Nanti jika ada ibu hamil, lalu meninggal di jalan karena tidak bisa ke rumah sakit, apa GKI Yasmin mau bertanggung jawab?” gundah Eka kepada Eramuslim.com.

Demo Menentang GKI YasminSebenarnya, Eka bersama rekan-rekan lainnya sudah berusaha mengajak dialog. Dengan berbaik hati, mereka mengundang fihak gereja agar kasus ini segera terselesaikan. Namun niat itu kandas. Menurutnya, GKI Yasmin sebagai pihak yang bertanggung jawab urung memenuhi ajakan dialog para tukang ojek.
“Mereka tidak memiliki itikad baik,” keluhnya, “Berarti mereka memang mereka ingin menciptakan hura hara di Bogor,” tambahnya.

Salah satu kasus yang membuktikan pihak GKI Yasmin sebagai keladi distabilitas situasi Bogor adalah vonis bersalah Munir Karta Bin Surakarta di Pengadilan Tinggi Bandung pada 20 Januari 2011. Pria kelahiran 1959 ini adalah mantan ketua RT setempat yang dilaporkan oleh masyarakatnya karena memanipulasi tanda tangan warga ke pihak Gereja Yasmin sebagai syarat untuk mendapatkan IMB.

Menurut salinan dari Putusan Pengadilan Tinggi Bandung, Munir Karta melakukan aksinya pada tahun 2006 di wilayah Rt 07 Rw VIII Kelurahan Curug Mekar Kecamatan Bogor Barat. Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada 15 Mei 2009, warga menemui kejanggalan pada data yang tertera dalam FORMAT TIDAK KEBERATAN, lalu ditemukan data yang tidak sesuai dengan kenyataannya.
Ustadz Ahmad Iman Sedang Memberkan Bukti di Depan Eramuslim.com
Padahal, beberapa orang menyatakan tidak pernah menandatangani pernyataan dalam Format Tidak Keberatan tersebut, ada juga yang merasa tidak hadir dalam pertemuan di kelurahan mempertanyakan, kenapa nama dan tanda tangan penerimaan uang sebagai pengganti uang transport itu tertera dalam lembaran daftar hadir tersebut.

Dalam menjalani aksinya, Munir mendatangi beberapa warga untuk membubuhkan tanda tangan persetujuan pendirian Rumah Sakit Hermina. Alih-alih warga memenuhi permintaan Munir untuk kepentingan IMB Rumah Sakit, Munir malah membelokannya demi berdirinya GKI Yasmin.

Kasus tidak selesai disitu, Munir juga ternyata memberikan amplop berisi uang Rp. 100.000 pada beberapa warga sebagai balas jasa pemberian tanda tangan. Menurut Ustadz Ahmad Iman, modus operandi GKI Yasmin untuk menjalankan misinya adalah dengan memainkan uang. Berbagai fihak sengaja dibayar agar dukungan warga dan umat muslim mengalir dalam rangka pendirian Gereja.

Ustadz Ahmad Iman, selaku ketua Forkami juga menuntut pihak kepolisian untuk mengejar empat tersangka lainnya yang sampai saat ini belum juga diangkat ke meja hijau. Karena sejatinya Munir tidak bergerak sendiri dalam permainan ini.

“Ada empat tersangka lainnya yang harus segera diajukan ke pengadilan. Mereka adalah orang-orang yang dibayar gereja untuk mengumpulkan tanda tangan.” pungkasnya. (Pz/bersambung)

Tidak ada komentar: