Pakar ekonomi syariah Dr. Arim Nasim menyebutkan inti dari kedatangan
Presiden Amerika Barack Obama ke KTT ASEAN + di Bali pada pertengahan
Nopember mendatang adalah untuk mengokohkan penjajahan ekonominya di
Indonesia dan memastikan pemerintah Indonesia tetap menjadi jongos
Amerika.
“Inti dari kedatangan Obama itu untuk memastikan dan mengokohkan bahwa penjajahan ekonomi Amerika di Indonesia tetap berlangsung,” ujarnya, dalam acara Temu Tokoh Nasional: Tolak Obama Presiden Negara Penjajah! (Membongkar Agenda Jahat di Balik Kunjungan Obama), Kamis (10/11) siang di Wisma Antara, Jakarta.
Menurut Koordinator Mata Kuliah Ekonomi Syariah dan Perbankan Syariah di Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini, salah satu bukti adanya penjajahan ekonomi adalah kegagalan pemerintah menaikan royalti.
“Kekayaan itu milik kita, bukan kita minta atau kita ambil alih tetapi cuma royaltinya yang minta dinaikan tetapi dengan sombongnya Freeport menolak,” ungkapnya dihadapan sekitar 500 peserta yang hadir.
Arim pun menegaskan istilah partnership (mitra) yang digagas Obama dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun lalu pun merupakan istilah yang sudah tidak layak. Lantaran fakta dilapangan hubungan yang terjadi merupakan hubungan tuan dan jongos. Karena secara logika, seharusnya penguasa negeri ini berani mengambil alih Freeport itu. kalau memang pemerintah berfihak kepada rakyat.
“Ini jangankan mengambil alih, sekadar minta naik royalti dari 1 persen menjadi 3,5 persen saja tidak bisa! Apa bukan jongos kalau begitu?” hardiknya.
Dalam acara yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia itu nampak pula sejumlah tokoh nasional, di antaranya adalah Muhammad Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), Fikri Bareno (Sekjen Al Ittihadiyah), Djauhari Syamsuddin (Ketua Umum SI), Fakhurrazi (Wasekjen Kahmi), Irena Handono (Kristolog), Tyasno Sudarto (mantan Kepala Staf Angkatan Darat), Marwan Batubara (mantan anggota DPD RI), Fadlan Garamathan (Ketua AFKN) dan Son Hadi (Jubir JAT). [joy]
“Inti dari kedatangan Obama itu untuk memastikan dan mengokohkan bahwa penjajahan ekonomi Amerika di Indonesia tetap berlangsung,” ujarnya, dalam acara Temu Tokoh Nasional: Tolak Obama Presiden Negara Penjajah! (Membongkar Agenda Jahat di Balik Kunjungan Obama), Kamis (10/11) siang di Wisma Antara, Jakarta.
Menurut Koordinator Mata Kuliah Ekonomi Syariah dan Perbankan Syariah di Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini, salah satu bukti adanya penjajahan ekonomi adalah kegagalan pemerintah menaikan royalti.
“Kekayaan itu milik kita, bukan kita minta atau kita ambil alih tetapi cuma royaltinya yang minta dinaikan tetapi dengan sombongnya Freeport menolak,” ungkapnya dihadapan sekitar 500 peserta yang hadir.
Arim pun menegaskan istilah partnership (mitra) yang digagas Obama dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun lalu pun merupakan istilah yang sudah tidak layak. Lantaran fakta dilapangan hubungan yang terjadi merupakan hubungan tuan dan jongos. Karena secara logika, seharusnya penguasa negeri ini berani mengambil alih Freeport itu. kalau memang pemerintah berfihak kepada rakyat.
“Ini jangankan mengambil alih, sekadar minta naik royalti dari 1 persen menjadi 3,5 persen saja tidak bisa! Apa bukan jongos kalau begitu?” hardiknya.
Dalam acara yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia itu nampak pula sejumlah tokoh nasional, di antaranya adalah Muhammad Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI), Fikri Bareno (Sekjen Al Ittihadiyah), Djauhari Syamsuddin (Ketua Umum SI), Fakhurrazi (Wasekjen Kahmi), Irena Handono (Kristolog), Tyasno Sudarto (mantan Kepala Staf Angkatan Darat), Marwan Batubara (mantan anggota DPD RI), Fadlan Garamathan (Ketua AFKN) dan Son Hadi (Jubir JAT). [joy]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar