Jurnalis Independen: Ketika cahaya Islam datang, maka kebathilan akan berusaha
menutupinya. Perjalanan aktifis dakwah kampus di UI memang penuh jalan
terjal. Ikhtiar mereka selama ini untuk mengIslamkan UI mendapatkan
resistensi oleh kalangan liberal. Namun mereka tetap melaju, meski
nuansa sekuler UI terus membayangi mereka.
“Islamisasi pemikiran di UI mulai terlihat sangat kuat dari tahun 90-an. Tapi jika dilacak kembali asalnya itu diakhir tahun 70. Angkatan 77/78 sempat merasakan,” terang Ustadz Abdi Kurnia, Aktifis Dakwah UI tahun 90-an.
Zaman 70-an itu kegiatan dakwah kampus di UI masih tergolong sedikit. Para mahasiswa pun belum memiliki Lembaga Dakwah kampus yang kuat seperti LDK di ITB. Oleh karena itu, beberapa mahasiswa UI dan aktivis dakwah kampus di UI melakukan studi banding ke ITB. “Disana mereka mengikuti Latihan Mujahid Dakwah (LMD),” sambung Magister Hukum Tata Negara ini.
Momen inilah yang menjadi cikal bakal munculnya usrah di UI. Hingga pada tahun 1983-1984 terjadi perubahan warna di UI dari yang tadinya Syiah oriented menjadi tarbiyah oriented. Berkembangnya Syiah memang sempat menaungi UI mengingat akhir tahun 1970an terjadi Revolusi Syiah di Iran.
Menurut Ustadz Abdi Kurnia, salah satu pionir dari Islamisasi Pemikiran di UI adalah Ustadz Ihsan Tanjung.
“Ustadz Ihsan Tanjung menjadi pionir Islamisasi pemikiran saat beliau masih kuliah jurusan Sastra. Selain itu ada nama Rosihan Anwar yang mendirikan Khoiru Ummah dan masih banyak lagi beberapa nama,” imbuhnya.
Hingga kini gembong pemikiran Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme Agama masih menjadi momok untuk ditandingi aktivis dakwah kampus. Salah satu lini kajian yang concern melawan gagasan pemikiran nyeleneh itu adalah Depok Islamic Study Circle (DISC).
DISC adalah forum cerdik-pandai muslim warga UI yang akan menjadi laboratorium kajian Islam bagi berbagai disiplin ilmu untuk mencari titik temu struktur, metode, tujuan dan manfaat ilmu, teknologi dan seni dengan risalah Islam.
Selama ini, DISC sudah melakukan upaya dengan menggelar kajian mingguan untuk mengkritisi pemikiran-pemikiran Islam liberal begitu juga dengan Forum Remaja Mesjid UI. “Tapi memang usaha yang dilakukan mahasiswa belum dapat dukungan baik dari dosen maupun yang lainnya,” risau Ustadz Abdi.
Hal senada juga disampaikan oleh Hamam selaku sekretaris umum Forum Studi Islam (FSI) FE UI. Meski baru-baru ini digelar sayembara Film Dokumenter Pluralisme Agama di fakultasnya, ia menolak gagasan kesatuan agama-agama itu.
“Pluralisme Agama itu merusak keIslaman dan Syariat. Syariat itu sesuatu yang mutlak dan tidak bisa diganggu gugat,” katanya, selasa 15/11.
Ia menambahkan bahwa dalam Islam niat dalam menjalankan sebuah amal haruslah selaras dengan cara. Syariat dalam Islam bukanlah sebuah tatanan bebas nilai karena konsep Syariat dalam Islam sudah dicontohkan oleh Rasulllah SAW.
“Jika tidak mau (menjalankan Syariat) lebih baik keluar saja dari Islam,” pesannya yang bersama FSI sempat melaksanakan Islamic Movie Days. (Pz)
“Islamisasi pemikiran di UI mulai terlihat sangat kuat dari tahun 90-an. Tapi jika dilacak kembali asalnya itu diakhir tahun 70. Angkatan 77/78 sempat merasakan,” terang Ustadz Abdi Kurnia, Aktifis Dakwah UI tahun 90-an.
Zaman 70-an itu kegiatan dakwah kampus di UI masih tergolong sedikit. Para mahasiswa pun belum memiliki Lembaga Dakwah kampus yang kuat seperti LDK di ITB. Oleh karena itu, beberapa mahasiswa UI dan aktivis dakwah kampus di UI melakukan studi banding ke ITB. “Disana mereka mengikuti Latihan Mujahid Dakwah (LMD),” sambung Magister Hukum Tata Negara ini.
Momen inilah yang menjadi cikal bakal munculnya usrah di UI. Hingga pada tahun 1983-1984 terjadi perubahan warna di UI dari yang tadinya Syiah oriented menjadi tarbiyah oriented. Berkembangnya Syiah memang sempat menaungi UI mengingat akhir tahun 1970an terjadi Revolusi Syiah di Iran.
Menurut Ustadz Abdi Kurnia, salah satu pionir dari Islamisasi Pemikiran di UI adalah Ustadz Ihsan Tanjung.
“Ustadz Ihsan Tanjung menjadi pionir Islamisasi pemikiran saat beliau masih kuliah jurusan Sastra. Selain itu ada nama Rosihan Anwar yang mendirikan Khoiru Ummah dan masih banyak lagi beberapa nama,” imbuhnya.
Hingga kini gembong pemikiran Sekularisme, Liberalisme, dan Pluralisme Agama masih menjadi momok untuk ditandingi aktivis dakwah kampus. Salah satu lini kajian yang concern melawan gagasan pemikiran nyeleneh itu adalah Depok Islamic Study Circle (DISC).
DISC adalah forum cerdik-pandai muslim warga UI yang akan menjadi laboratorium kajian Islam bagi berbagai disiplin ilmu untuk mencari titik temu struktur, metode, tujuan dan manfaat ilmu, teknologi dan seni dengan risalah Islam.
Selama ini, DISC sudah melakukan upaya dengan menggelar kajian mingguan untuk mengkritisi pemikiran-pemikiran Islam liberal begitu juga dengan Forum Remaja Mesjid UI. “Tapi memang usaha yang dilakukan mahasiswa belum dapat dukungan baik dari dosen maupun yang lainnya,” risau Ustadz Abdi.
Hal senada juga disampaikan oleh Hamam selaku sekretaris umum Forum Studi Islam (FSI) FE UI. Meski baru-baru ini digelar sayembara Film Dokumenter Pluralisme Agama di fakultasnya, ia menolak gagasan kesatuan agama-agama itu.
“Pluralisme Agama itu merusak keIslaman dan Syariat. Syariat itu sesuatu yang mutlak dan tidak bisa diganggu gugat,” katanya, selasa 15/11.
Ia menambahkan bahwa dalam Islam niat dalam menjalankan sebuah amal haruslah selaras dengan cara. Syariat dalam Islam bukanlah sebuah tatanan bebas nilai karena konsep Syariat dalam Islam sudah dicontohkan oleh Rasulllah SAW.
“Jika tidak mau (menjalankan Syariat) lebih baik keluar saja dari Islam,” pesannya yang bersama FSI sempat melaksanakan Islamic Movie Days. (Pz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar