Jurnalis Independen: Salah satu Keputusan
MK hari ini adalah BP Migas dinyatakan bertentangan UUD 1945 dan tidak
mempunyai dasar hukum. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan sementara, kewenangan
BP Migas diambil alih Pemerintah melalui Menteri ESDM/BUMN.
Judicial Review diajukan
oleh PP Muhammadiyah dan banyak lembaga keagamaan dan beberapa pakar yang cinta tanah air
seperti Dr.Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Adhie Massardi, M Hatta
Taliwang dan kuasa hukum Dr Syaiful Bakhri, Umar Husin serta saksi ahli Dr
Rizal Ramli dan Dr. Kurtubi.
Mahkamah Konstitusi
(MK) memutuskan keberadaan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP
Migas) bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusan tersebut, MK menilai BP
Migas tidak efisien dan berpotensi menimbulkan kerugian negara akibat
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.
"Keberadaan BP
Migas sangat berpotensi menimbulkan terjadinya inefisiensi dan diduga, dalam
praktiknya, telah membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Oleh
karena itu, menurut MK, keberadaan BP Migas tidak konstitusional, bertentangan
dengan arah dan tujuan revolusi pengelolaan sumber daya alam sebagai kekayaan
negara," putusan MK yang dibacakan Ketua MK, Mahfud MD dalam sidang
terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (13/11/2012).
Meski hingga saat ini
belum ada bukti bahda BP Migas melakukan penyalahgunaan wewenang tetapi MK
berpendapat UU Migas berpotensi ke arah tersebut. MK mendasarkan atas putusan
MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan putusan MK Nomor 11/PUU-V/2007.
"Sekiranya pun
dikatakan bahwa belum ada bukti BP Migas telah melakukan penyalahgunaan
kekuasaan, maka cukuplah alasan untuk menyatakan keberadaan BP Migas
inkonstitusional, sesuatu yang berpotensi melanggar konstitusi bisa diputus
oleh MK sebagai perkara inkonstitusionalitas," papar MK.
Jikalau diasumsikan
kewenangan BP Migas dikembalikan ke unit pemerintah atau kementerian yang
terkait, tetapi juga masih potensial terjadi inefisiensi maka hal itu tidak
mengurangi keyakinan MK untuk memutuskan pengembalian pengelolaan sumber daya
alam ke Pemerintah.
"Karena dengan
adanya putusan MK ini justru menjadi momentum bagi pembentuk UU untuk melakukan
penataan kembali dengan mengedepankan efisiensi yang berkeadilan dan mengurangi
proliferensi organisasi pemerintahan," bebernya.
"Dengan putusan
MK ini maka pemerintah memulai penataan ulang pengelolaan sumber dalam alam
berupa migas dengan berpijak penguasaan oleh negara yang berorientasi penuh
pada upaya manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat dengan organisasi yang efisien
dan di bawah langsung pemerintah," tegas MK.
Seperti diketahui, UU
Migas ini didugat ke MK oleh Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan
Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menakertrans Fahmi
Idris dan politisi muslim, Ali Mochtar Ngabalin. Selain itu, ikut menggugat
pula sebanyak 12 ormas Islam.
Mereka
menggugat UU 22/2001 tentang Migas. Mereka menilai UU Migas pro asing dan
meruntuhkan kedaulatan bangsa.(bas/rim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar