Senin, 03 Desember 2012

Tidak Sejalan dengan Revolusi, Institusi BP Migas Diretool!


Jurnalis Independen: Salah satu Keputusan MK hari ini adalah BP Migas dinyatakan bertentangan UUD 1945 dan tidak mempunyai dasar hukum. Untuk mengisi kekosongan kekuasaan sementara, kewenangan BP Migas diambil alih Pemerintah melalui Menteri ESDM/BUMN.


Judicial Review diajukan oleh PP Muhammadiyah dan banyak lembaga keagamaan  dan beberapa pakar yang cinta tanah air seperti Dr.Komaruddin Hidayat, Marwan Batubara, Adhie Massardi, M Hatta Taliwang dan kuasa hukum Dr Syaiful Bakhri, Umar Husin serta saksi ahli Dr Rizal Ramli dan Dr. Kurtubi.

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan keberadaan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) bertentangan dengan UUD 1945. Dalam putusan tersebut, MK menilai BP Migas tidak efisien dan berpotensi menimbulkan kerugian negara akibat terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

"Keberadaan BP Migas sangat berpotensi menimbulkan terjadinya inefisiensi dan diduga, dalam praktiknya, telah membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, menurut MK, keberadaan BP Migas tidak konstitusional, bertentangan dengan arah dan tujuan revolusi pengelolaan sumber daya alam sebagai kekayaan negara," putusan MK yang dibacakan Ketua MK, Mahfud MD dalam sidang terbuka untuk umum di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (13/11/2012).

Meski hingga saat ini belum ada bukti bahda BP Migas melakukan penyalahgunaan wewenang tetapi MK berpendapat UU Migas berpotensi ke arah tersebut. MK mendasarkan atas putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005 dan putusan MK Nomor 11/PUU-V/2007.

"Sekiranya pun dikatakan bahwa belum ada bukti BP Migas telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan, maka cukuplah alasan untuk menyatakan keberadaan BP Migas inkonstitusional, sesuatu yang berpotensi melanggar konstitusi bisa diputus oleh MK sebagai perkara inkonstitusionalitas," papar MK.

Jikalau diasumsikan kewenangan BP Migas dikembalikan ke unit pemerintah atau kementerian yang terkait, tetapi juga masih potensial terjadi inefisiensi maka hal itu tidak mengurangi keyakinan MK untuk memutuskan pengembalian pengelolaan sumber daya alam ke Pemerintah.

"Karena dengan adanya putusan MK ini justru menjadi momentum bagi pembentuk UU untuk melakukan penataan kembali dengan mengedepankan efisiensi yang berkeadilan dan mengurangi proliferensi organisasi pemerintahan," bebernya.

"Dengan putusan MK ini maka pemerintah memulai penataan ulang pengelolaan sumber dalam alam berupa migas dengan berpijak penguasaan oleh negara yang berorientasi penuh pada upaya manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat dengan organisasi yang efisien dan di bawah langsung pemerintah," tegas MK.

Seperti diketahui, UU Migas ini didugat ke MK oleh Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsudddin, mantan Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Ketua MUI Amidhan, mantan Menakertrans Fahmi Idris dan politisi muslim, Ali Mochtar Ngabalin. Selain itu, ikut menggugat pula sebanyak 12 ormas Islam.

Mereka menggugat UU 22/2001 tentang Migas. Mereka menilai UU Migas pro asing dan meruntuhkan kedaulatan bangsa.(bas/rim)

Tidak ada komentar: