Jurnalis Independen: Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyampaikan, kelemahan program Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) akan tampak pada tiga bulan ke depan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus melakukan pengawasan sejak kedua kartu tersebut mulai diluncurkan.
"Nanti akan kelihatan kelemahannya, kita kontrol dan kita evaluasi. Ya, sekitar Februari 2013-lah," kata Jokowi saat dijumpai di Balaikota Jakarta, Minggu (9/12/2012).
Ia menjelaskan, pelaksanaan program KJS dan KJP perlu diawasi secara ketat karena menelan anggaran yang besar. Masing-masing program menghabiskan anggaran lebih dari satu triliun rupiah. Bila evaluasi program ini berjalan konsisten, menurut Jokowi, pelaksanaan KJS dan KJP akan diteruskan sebagai program unggulan setiap tahun.
"Ini akan jadi kegiatan besar karena menggunakan dana yang sangat banyak. Maka, kita bentuk tim evaluasi, termasuk melibatkan masyarakat untuk melakukan pengawasan agar jalannya enggak keluar dari kontrol," ujarnya.
Seperti diketahui, pada 10 November 2012, KJS resmi diluncurkan untuk 3.000 warga dan pada 1 Desember 2012 menyusul lebih dari 3.000 KJP dibagikan untuk siswa SMA/SMK miskin di wilayah Jakarta. Berbeda dengan KJP yang hanya ditujukan untuk siswa miskin, KJS ditargetkan akan menyasar 4,7 juta jiwa warga Jakarta, atau setengah dari jumlah penduduk Ibu Kota. Dengan catatan, para pengguna KJS bersedia berobat di puskesmas atau rawat inap di RSUD kelas tiga.
Selain itu, kita juga berharap, sistem KJS dan KJP ini akan berkembang ke KTS (Kartu Tunjangan Sosial). Pelaksananya, bukan pemerintah DKI atau Jokowi, tetapi pemerintah pusat. Seharusnya pemerintah dari pada menghamburkan sepertiga APBN untuk mensubsidi, termasuk subsidi BBM. Lebih tepat jika dialihkan pada program Tunjangan Sosial secara nasional.
Untuk subsidi pemerintah mengeluarkan sedikitnya Rp500 trilyun. Sedangkan penikmat subsidi, terutama BBM adalah mereka yang tergolong masyarakat kaya. Sebagai ilustrasi, seorang memiliki 2 mobil yang setiap harinya menghabiskan 10 liter premium, jika harga permium tanpa subsidi Rp9000. untuk 2 mobil, orang kaya tersebut perhari menerima subsidi Rp90.000. Sedangkan masyarakat kelas bawah yang hanya memiliki sepeda motor dengan aktivitas per hari menggunakan premium 1 liter, maka mereka hanya menerima subsidi per hari Rp 4.500. Bandingkan dengan subsidi yang diterima golongan menengah atas yang memiliki 2 mobil atau lebih.
Karenanya, jika pemerintah bijak, seharusnya sejak dini telah mengkonversi kebijakan pemberian subsidi menjadi pemberian tunjangan sosial.dari Rp500 trilyun, ada 83 juta orang miskin di negeri ini akan mendapatkan santunan Rp 500.000, perorang perbulan. Apakah ini bukan suatu kesejahteraan yang akan menghilangkan gelandangan di jalan raya, anak jalanan, pengangguran bisa memiliki modal, tanpa harus hutang pada rentenis maupn bank yang berbelit? dan tidak akan ada anak usia sekolah di negeri ini menjadi penjual koran, pengemis, pengamen dll.
Selain itu, pengalihan program subsidi ke program tunjangan sosial, juga akan menghilangkan pencurian BBM dilaut, permainan di pertamina juga mengeliminer kasus korupsi terkait BBM. selamat mencoba pak pejabat?@mnt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar