Jurnalis Independen: Ia bernama Sue Watson. Dirinya merupakan seorang profesor, pendeta, dan misionaris, yang pantas disebut sebagai fundamentalis radikal, dan kini telah memutuskan untuk menjadi muallaf.
Jubah pastor dan profesor teologi bukan jaminan tak tertembus oleh cahaya islam. Jika Nur Muhammad, cahaya islam sudah datang para pastur dan profesor teologi akan sujud di hadapan Nya.
Hidayah telah menghampirinya, sehingga dia tertarik pada Islam, dan akhirnya memeluk agama yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW ini. Kisah keislamannya dimulai ketika dia baru saja lulus dari pendidikan pasca sarjana, lima bulan setelah mendapatkan gelar Master of Divinity (Ketuhanan) dari sekolah seminari ternama, dia bertemu seorang wanita yang pernah bekerja di Arab Saudi dan telah memeluk Islam.
Jiwa misionarisnya muncul. Dia pun mencoba bertanya kepada wanita itu dengan maksud menjalankan misi kristennya. Kepada wanita itu, Watson bertanya tentang perlakuan Islam terhadap wanita. "Saya terkejut dengan jawabannya. Jawaban itu bukan yang saya harapkan, jadi saya bertanya lagi tentang Tuhan (Allah SWT) dan Muhammad, "ujarnya. Namun wanita itu tidak mau menjawab pertanyaan tersebut. Wanita itu justru mengajak Watson untuk berkunjung ke Islamic Center karena di sana ada orang yang bisa menjawab pertanyaan itu dengan lebih baik.
Selama delapan tahun, Watson mempelajari kristen di sekolah teologi. Sebagai seorang penganut Kristen yang taat, dia memandang Islam sebagai agama setan. Dalam setiap doanya, dia meminta kepada Yesus agar dilindungi dari roh-roh jahat. Namun setelah peristiwa di atas dan dia kemudian berdialog di Islamic Center tersebut, dia seperti mendapatkan pandangan lain tentang Islam. "Saya cukup terkejut dengan pendekatan mereka (umat Islam), karena langsung dan lugas. Tidak ada intimidasi, pelecehan (terhadap agama lain), dan tak ada manipulasi psikologis, "tuturnya.
Watson pun menceritakan, ustadz di Islamic Center itu menawarkan dirinya untuk mempelajari Alquran di rumahnya. "Ini seperti studi banding terhadap Alkitab". Saya tak percaya, mereka kemudian memberikan beberapa buku tentang Islam dan mengatakan jika saya memiliki pertanyaan maka mereka akan bersedia menjawabnya di kantor katanya.
Malamnya, Watson langsung membaca semua buku itu. Itulah untuk kali pertama, dia membaca buku tentang Islam yang ditulis oleh seorang Muslim sendiri. Selama ini, dia hanya membaca buku-buku tentang Islam yang ditulis oleh orang Kristen. Keesokan harinya, dia kembali menemui Ustadz itu untuk menanyakan beberapa hal tentang Islam yang didapatnya dari membaca buku itu. Hal itu terus berulang setiap hari selama sepekan. Hingga tanpa terasa, dia telah membaca sebanyak 12 buku dalam tempo sepekan itu.
Dari situ, dia mulai memahami mengapa Muslim merupakan umat yang paling sulit di dunia ini untuk diajak masuk Kristen, karena tak ada lagi yang bisa ditawarkan kepada mereka (Muslim). Islam mengajarkan hubungan dengan Tuhan, pengampunan dosa, keselamatan, dan janji kehidupan yang kekal, "paparnya.
Selama menjalani proses dialog itu, secara alamiah, pertanyaan pertamanya terpusat kepada Allah, Tuhan umat Islam. Siapakah Allah yang disembah kaum Muslim ini? Sebagai seorang Kristen, dia diajarkan bahwa Allah itu adalah Tuhan palsu. Namun setelah membaca buku Islam dan berdialog, dia baru mengetahui bahwa Allah itu Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Allah itu Maha Esa. Tidak ada Tuhan lain yang mendampingi Allah.
Selanjutnya, pertanyaan yang penting lainnya yakni tentang Muhammad. Siapa Muhammad? Dia baru mengetahui bahwa umat Muslim tidak berdoa kepada Muhammad, seperti orang Kristen berdoa kepada Yesus. Dia (Muhammad) juga bukan seorang perantara, sehingga dilarang berdoa kepadanya. Dia pun mengetahui bahwa umat Islam juga percaya pada Yesus sebagai seorang nabi seperti Muhammad. Menurutnya, banyak kesalahpahaman dari penganut Kristen tentang Islam.
Tanpa disadarinya, dia mulai mengakui kebenaran Islam. "Tapi saya tidak beralih memeluk Islam pada waktu itu juga karena saya belum percaya sepenuhnya di dalam hati. Saya terus pergi ke gereja, membaca Alkitab, akan tetapi di satu sisi juga belajar Islam di Islamic Center. "Saya benar-benar meminta petunjuk Tuhan, karena tak mudah untuk pindah agama. Saya tak mau kehilangan keselamatan, "ucapnya.
Dua bulan setelah proses identifikasi dengan Islam, Watson masih terus meminta kepada Tuhan agar diberikan petunjuk. Hingga akhirnya, suatu ketika, dia merasakan ada sesuatu yang jatuh meresap ke dalam dirinya. "Saya lantas terduduk, dan itulah untuk kali pertama saya menyebut nama Allah SWT. Ada kedamaian yang dirasakan. Dan sejak itu, empat tahun lalu hingga sekarang, saya percaya bahwa Allah lah satu-satunya Tuhan "tuturnya.
Keputusannya memeluk Islam bukan tanpa risiko. Setelah menjadi mualaf, Watson dipecat dari pekerjaan sebagai pengajar di dua Perguruan Tinggi Kolese, dikucilkan oleh teman-temannya di sekolah Teologi dan sesama profesor teologi, dan tidak diakui lagi oleh keluarga suaminya. Pilihannya itu juga disikapi negatif oleh anak-anaknya yang sudah dewasa dan dicurigai oleh pemerintahnya sendiri.
"Tanpa adanya kekuatan iman, mungkin saya sudah tak sanggup menghadapi itu semua," ujarnya. "Saya sangat berterima kasih kepada Allah SWT yang telah menjadikan saya sebagai Muslim. Dan saya berharap hidup dan mati sebagai Muslim. "
Mantan misionaris yang kini telah berganti nama menjadi Khadijah Watson itu, sekarang bekerja sebagai seorang guru untuk melayani kalangan perempuan di salah satu pusat dakwah di Jeddah, Arab Saudi.
Sementara itu, Pastur lain yang memutuskan menjadi muallaf dan menanggalkan gelar keuskupannya yakni Jason Cruz. Dalam upaya pencarian akan Tuhan, Cruz melewati sejumlah tahapan berliku sebelum mengenal Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sayang, ia tidak menemukan kebenaran (Allah Subhanahu Wa Ta'ala) pada awalnya. Sebaliknya, ia mencoba mempelajari Hinduisme karena dianggap dapat mengakhiri penderitaan yang ia alami. Cruz begitu serius mendalami ajaran Hindu. Ia bahkan mengubah namanya dengan nama Hindu.
"Saat itu aku merasa terbebas dari kecanduan obat-obatan. Hidupku lebih positif. Tapi itu tidak bertahan lama, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menunjukan padaku bahwa Hindu bukanlah jalan menuju kebenaran hakiki, "kenang dia.
Dia pun meninggalkan ajaran Hindu, Cruz kembali pada agama Katolik Roma. Oleh gereja, ia ditawarkan untuk menetap di sebuah gereja di New Meksiko. Bertepatan dengan penawaran itu, keluarganya, (Ibu, kakak dan adiknya) memutuskan untuk pindah ke Arizona. Saat itu, ia mulai memiliki hubungan dekat dengan orang banyak.
Cruz pun mulai menjalani program seminar. Bertahun-tahun ia ikuti pogram tersebut sehingga akhirnya berhasil menjadi pastur. Dia ditugaskan gereja untuk mempelajari tradisi agama lain di daerah Metro Phoenix.
Sembari menjalankan tugasnya itu, Cruz juga menyambi sebagai karyawan di Biro Kesehatan. Dia mengunjungi sejumlah tempat ibadah agama lain, termasuk masjid. Dalam kunjungannya ke masjid, Cruz merasa ada kesempatan emas untuk belajar tentang Islam. Oleh seorang Muslim, ia diminta untuk mendatangi Masjid di Arizona.
Sesampainya di masjid itu, Cruz segera membaca buku-buku tentang Islam. Setelah membaca, ia begitu terkejut. "Saya belum tahu, kalau rasa terkejutku itu merupakan bentuk hidayah dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Saya pun kembali mengunjungi masjid itu dan banyak berdialog dengan Imam Ahmad Al-Akoum, "tuturnya.
Al-Akoum, merupakan Direktur Regional Masyarakat Muslim Amerika. Ia seorang yang begitu terbuka untuk penganut agama lain untuk berdiskusi tentang Islam. Banyak warga AS yang mencari informasi tentang Islam dari Al-Akoum. "Mengikuti kelas bimbingan Akoum, saya melihat Islam adalah kebenaran hakiki. Beberapa waktu kemudian, saya mengucapkan dua kalimat syahadat di masjid yang sering saya kunjungi, Alhamdulillah, "ujarnya.
Menjadi Muslim, Cruz banyak mengalami perubahan. Keluarganya sedih, sebab Cruz memeluk agama yang ditakuti anak-anaknya. Ia pun berusaha memberikan pemahaman yang baik tentang Islam kepada mereka.
Tidak mudah memang untuk Cruz untuk menjalani identitas barunya sebagai Muslim. Dia sempat mengalami stres, lalu memutuskan untuk kembali berdiskusi dengan Al-Akoum tentang masalah yang dialaminya. Al-Akoum mengatakan padaku bahwa tahun pertama sebagai Muslim tentu merupakan masa yang paling sulit. Ia lalu menyarankan untuk banyak berkomunikasi dengan Muslim lainnya.
Saran Al-Akoum membuat iman Cruz semakin mantap. Ia mulai mendapatkan pekerjaan, yakni sebagai manajer pada sebuah program pencegahan penyalahgunaan alkohol dan narkoba, serta HIV dan hepatitis
Selama itu pula, Cruz mulai menikmati identitasnya sebagai Muslim. Ia sangat aktif menjadi relawan. Bahkan, ia dinominasikan menjadi kepala Dewan Masjid Tempe. "Insya Allah, jika Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengizinkan, saya ingin mendalami ilmu fikih guna memajukan kepentingan Islam dan umat yang saya cintai. Semua ini adalah karunia Allah Subhanahu Wa Ta'ala, "pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar